Makalah Sistem Reproduksi Pria



MAKALAH
SISTEM REPRODUKSI PRIA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Anatomi Fisiologi


 
Disusun Oleh :
Niky Nanda Nugrahani   (G1B014016)
Dewi Kusmaryani            (G1B014020)
Mayassisca                       (G1B014048)
Dwi Aisanti Permatasari  (G1B014049)
Syifa Waras Utami          (G1B014068)

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2015






BAB II
PEMBAHASAN

  1. Anatomi Sistem Reproduksi Pria
Organ reproduksi pria dibedakan menjadi organ kelamin luar dan organ kelamin dalam. Organ reproduksi luar terdiri dari :
1.                     Penis
Merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin jantan dan betina untuk memindahkan semen ke dalam organ reproduksi betina. Penis diselimuti oleh selaput tipis yang nantinya akan dioperasi pada saat dikhitan/sunat.
2.                     Scrotum
Merupakan selaput pembungkus testis yang merupakan pelindung testis serta mengatur suhu yang sesuai bagi spermatozoa.
Organ reproduksi dalam terdiri dari :
    1. Testis
Merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan akan menghasilkan sel-sel sperma serta hormone testosterone. Dalam testis banyak terdapat saluran halus yang disebut tubulus seminiferus.
    1. Epididimis
Merupakan saluran panjang yang berkelok yang keluar dari testis. Berfungsi untuk menyimpan sperma sementara dan mematangkan sperma.
    1. Vas deferens
Merupakan saluran panjang dan lurus yang mengarah ke atas dan berujung di kelenjar prostat. Berfungsi untuk mengangkut sperma menuju vesikula seminalis. Saluran ejakulasi merupakan saluran yang pendek dana menghubungkan vesikula seminalis dengan urethra.
    1. Urethra
Merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi dan terdapat di penis.
Kelenjar pada organ reproduksi pria:
1.      Vesikula seminalis
Merupakan tempat untuk menampung sperma sehingga disebut dengan kantung semen, berjumlah sepasang. Menghasilkan getah berwarna kekuningan yang kaya akan nutrisi bagi sperma dan bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran reproduksi wanita.
2.      Kelenjar Prostat
Merupakan kelenjar yang terbesar dan menghasilkan getah putih yang bersifat asam.
3.      Kelenjar Cowper’s/Cowpery/Bulbourethra
Merupakan kelenjar yang menghasilkan getah berupa lender yang bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran urethra. (Sumiati, 2013)

  1. Embriologis Sistem Reproduksi Pria
Pembentukan jenis kelamin anak hasil fertilisasi tergantung ada atau tidak adanya determinan maskulin selama periode kritis perkembangan embrio. Perbedaan terbentuknya anak dengan jenis kelamin pria atau wanita dapat terjadi setelah melalui 3 tahap, yaitu tahap genetik, gonad, dan fenotip (anatomi) seks. Tahap genetik tergantung kombinasi genetik pada tahap konsepsi. Jika sperma yang membawa kromosom Y bertemu dengan oosit, terbentuklah anak laki-laki, sedangkan jika sperma yang membawa kromosom X yang bertemu dengan oosit, maka yang terbentuk anak perempuan.
Selanjutnya tahap gonad, yaitu perkembangan testes atau ovarium. Selama bulan pertama gestasi, semua embrio berpotensi untuk menjadi pria atau wanita, karena perkembangan jaringan reproduksi keduanya identik dan tidak berbeda. Penampakan khusus gonad terlihat selama usia 7 minggu di dalam uterus, ketika jaringan gonad pria membentuk testes di bawah pengaruh sex-determining region kromosom Y (SRY), sebuah gen yang bertanggung jawab pada seks determination. SRY menstimulasi produksi antigen H-Y oleh sel kelenjar primitif. Antigen H-Y adalah protein membran plasma spesifik yang ditemukan hanya pada pria yang secara langsung membentuk testes dari gonad. Pada wanita tidak terdapat SRY, sehingga tidak ada antigen H-Y, sehingga jaringan gonad baru mulai berkembang setelah 9 minggu kehamilan membentuk ovarium. Tahap fenotip tergantung pada tahap genetik dan gonad.
Diferensiasi membentuk sistem reproduksi pria diinduksi oleh androgen, hormon maskulin yang disekresi oleh testes. Usia 10-12 minggu kehamilan, jenis kelamin secara mudah dapa dibedakan secara anatomi pada genitalia eksternal. Meskipun perkembangan genitalia eksterna pria dan wanita tidak berbeda pada jaringan embrio, tetapi tidak pada saluran reproduksi. Dua sistem duktus primitif, yaitu duktus Wolffian dan Mullerian menentukan terbentuknya pria atau wanita. Pada pria duktus Wolffian berkembang dan duktus Mullerian berdegenerasi, sedangkan pada wanita duktus Mullerian yang berkembang dan duktus Wolffian berdegenerasi.
Perkembangannya tergantung ada atau tidak adanya dua hormon yang diproduksi oleh testes fetus yaitu testosteron dan Mullerian-inhibiting factor. Testosteron mengiduksi duktus Wolffian menjadi saluran reproduksi pria (epididimis, duktus deference, duktus ejakulatorius, dan vesika seminalis). Testosteron diubah menjadi dihydrotestosteron (DHT) yang bertanggung jawab membentuk penis dan skrotum. Pada wanita, duktus Mullerian berkembang menjadi saluran reproduksi wanita (oviduct, uterus, dan vagina), dan genitalia eksterna membentuk klitoris dan labia. Kadang-kadang terjadi ketidakcocokan antara genetik seks dengan penampakan seks setelah pubertas yang menghasilkan dampak psikologis traumatik gender krisis identitas. Contoh: Maskulinisasi genetik wanita dengan ovarium, tetapi memiliki genitalia eksterna pria, yang pada masa pubernya terjadi pembesaran payudara. Dengan demikian penting sekali diagnosis jenis kelamin pada bayi baru lahir. (Staff UI, 2000)

  1. Hormon-hormon sistem reproduksi pria
Proses spermatogenesis distimulasi oleh sejumlah hormon, yaitu testoteron, LH (Luteinizing Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone), estrogen dan hormon pertumbuhan.
·         Testoteron
      Testoteron disekresi oleh sel-sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder.
      Testosteron adalah zat androgen utama yang disintesis dalam testis, ovarium, dan anak ginjal. Testosteron (C19H28O2) adalah molekul yang dibentuk dari atom-atom karbon, hidrogen dan oksigen. Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen. Penghasil utamanya adalah testis pada jantan dan indung telur pada wanita. Sel-sel Leydig dari testis distimulasi oleh LH untuk menghasilkan testosteron sbanyak 2,5-11 mg sehari. Produksi testosteron mencapai puncaknya sekitar usia 25 tahun, lalu menurun drastic pada usia 40 tahun . DHEA (dehidro-epi-androsteron) dan androstendion merupakan prekursor testosteron yang dibentuk oleh anak ginjal.
      Testosteron dihasilkan oleh hormon LH yang dilepaskan kelenjar pituitari. Tetapi, hormon LH dikendalikan oleh testosteron sebagaimana testosteron dikendalikan oleh LH. Saat jumlahnya di dalam darah meningkat, molekul testosteron melakukan tekanan pada kelenjar pituitari yang menyebabkan kelenjar itu menghentikan produksi LH. Hanya ketika jumlah testosteron menurun produksi LH dimulai lagi. LH yang dihasilkan mengaktifkan zakar dan memerintahkan produksi tambahan agar menaikkan jumlah testosteron.
      Testosteron memiliki sejumlah khasiat fisiologi yang penting sebagai berikut :
1.      Efek virilisasi. Testosteron bertanggung jawab atas ciri kelamin pria primer dan sekunder serta memegang peranan penting dalam spermatogenesis. Hormon ini juga berperan dalam mempenagruhi hasrat seks (libido) dan daya ereksi (potensi).
2.      Efek anabol. Testosteron membnatu meningkatkan pembentukan protein dan pertumbuhan sel-sel otot.
3.      Efek tulang. Pada anak laki-laki, selama pubertas produksi terstosteron meningkat dengan kuat yang mengakibatkan mereka tumbuh lebih panjang dalam beberapa waktu.
Fungsi hormon testosteron antara lain:
·         Sebelum lahir:
a. Maskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna
b. meningkatkan turunnya testes ke skrotum
·         Pada jaringan seks spesifik:
a. Meningkatkan pertumbuhan dan maturasi sistem reproduksi pada saat puber
b. Penting untuk spermatogenesis
c. mempertahankan saluran reproduksi remaja seluruhnya
·         Bagian reproduksi lain:
a. Mengontrol perkembangan seks pada pubertas
b. Mengontrol sekresi hormon gonadotropin.
Dampak pada karakteristik seksual sekunder:
1.      Menginduksi pola pertumbuhan rambut pria (seperti: jenggot)
2.      Menyebabkan suara menjadi lebih dalam karena mengecilnya tali vocal
3.      Meningkatkan pertumbuhan otot yang bertanggung jawab pada konfigurasi tubuh pria
4.      Menghasilkan efek anabolik protein
5.      Meningkatkan pertumbuhan tulang pada pubertas dan kemudian menutup lempeng epifisis
6.      Menginduksi perilaku agresif. (Taher, M., 2014)
·         Luteinizing Hormone (LH)
      LH disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi menstimulasi sel-sel Leydig untuk mensekresi testoteron.
·         Follicle Stimulating Hormone (FSH)
      FSH juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior dan berfungsi menstimulasi sel-sel sertoli. Tanpa stimulasi ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (spermiasi) tidak akan terjadi.
·         Estrogen
      Estrogen dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma
·         Hormon Pertumbuhan
      Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur fungsi metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada spermatogenesis.
·         Gonadotropin-Releasing Hormone
Merupakan hormon “master”, menurut buku “Fisiologi Manusia,” Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) adalah hormon tropik yang diproduksi oleh bagian otak yang disebut hipotalamus. Sementara GnRH tidak langsung bertanggung jawab atas perilaku seksual laki-laki atau karakteristik, itu tetap membuktikan sangat penting, karena menyebabkan pelepasan dua hormon lain dari sistem reproduksi laki-laki.

·         Inhibin

Hormon inhibin dihasilkan oleh sel-sel pada testis yang bertanggung jawab untuk memantau kesehatan dan pematangan sperma. Jika kadar sperma yang tinggi, sehingga nutrisi bagi sperma berkembang langka, testis melepaskan inhibin. Inhibin perjalanan melalui aliran darah ke otak, di mana mencegah sekresi GnRH. Dengan tidak adanya GnRH, FSH dan LH tingkat jatuh dan produksi sperma melambat. Ini adalah salah satu mekanisme utama dimana hormon laki-laki yang dipertahankan pada konsentrasi relatif konstan. (Christyanni, 2010)


  1. Proses Reproduksi Sperma
Proses Spermatogenesis adalah suatu proses kompleks dimana sel germinal yang relatif belum berdiferensiasi berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa yang terspesialisasi dan motil yang masing-masingnya mengandung satu set 23 kromosom yang bersifat haploid. (W. David, 2009)
Tempat pembentukan sperma berada pada Tubulus Seminiferus di dalam testis. Pada Tubulus Seminiferus terdapat dinding yang terlapisi oleh sel Germinal Primitif yang mengalami kekhususan. Sel germinal ini disebut Spermatogonium. Setelah mengalami pematangan, spermatogonium memperbanyak diri sehingga membelah secara terus-menerus (Mitosis). Dalam proses pembentukan sperma (Spermatogenesis) dipengaruhi oleh beberapa hormon, yaitu :
 1. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pembentukan sperma secara langsung serta merangsang sel sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) untuk memacu spermatogonium dalam melakukan spermatogenesis.
 2. Hormon LH yang berfungsi merangsang Sel Leydig untuk memperoleh sekresi Testosterone (Suatu hormon seks yang penting untuk perkembangan sperma). (Sumiati, 2013)
Dalam Proses Pembentukan Sperma (Spermatogenesis) secara singkat sebagai berikut : Spermatogonium mempunyai jumlah kromosom diploid (2n). Spermatogoium ini menempati membran basah atau bagian terluar dari Tubulus Seminiferus yang akan mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi Spermatosit Primer. Spermatosit Primer mengandung kromosom diploid (2n) pada intinya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua anak, yaitu Spermatosit Sekunder. Proses pembentukan Spermatosit Sekunder, dimulai saat Spermatosit Primer menjauhi dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak, dan terjadilah meiosis pertama yang membentuk dua spermatosit sekunder yang masing-masing memiliki kromosom haploid (n). Proses meiosis pertama ini langsung diikuti dengan pembelahan meiosis kedua yang membentuk empat spermatid, masing-masing dengan kromosom haploid. Akhirnya spermatid akan bertranformasi membentuk spermatozoa yang bersifat haploid (n). Proses spermatogenesis ini terjadi pada suhu normal tetapi lebih rendah dari pada suhu tubuh, dan proses ini juga dipengaruhi oleh sel sertoli.
Jika dilihat dari tahapannya, proses spermatogenesis dibagi menjadi tiga tahapan :
1.      Tahapan Spermatocytogenesis
Yaitu tahapan spermatogonium yang bermiosis menjadi spermatid primer, proses ini dipengaruhi oleh sel sertoli, dengan sel sertoli yang memberi nutrisi-nutrisi kepada spermatogonium, sehingga dapat berkembang menjadi spermatotid.
2.      Tahapan Meiosis
Merupakan tahapan spermatosit primer bermitosis I membentuk spermatosit sekunder dan langsung terjadi meiosis II yaitu pembentukan spermatid, dari spermatosit sekunder.
3.      Tahapan Spermiogenesis
Merupakan tahapan terakhir pembentukan spermatozoa, dimana terjadi transformasi dari spermatid menjadi spermatozoa.
Setelah terbentuk spermatozoa, Sperma ini terdiri dari tiga bagian yaitu kepala sperma, leher sperma dan ekor sperma. Berikut penjelasannya :
a.       Kepala Sperma, pada kepala sperma terdapat akrosom yang berfungsi untuk melindungi kepala sperma.
b.      Leher Sperma, pada bagian ini banyak mengandung mitokondria, sehingga tempat ini merupakan tempat oksidasi sel untuk membentuk energi, sehingga sperma dapat bergerak aktif.
c.       Ekor Sperma, bagian ini merupakan alat gerak sperma menuju ovum. (Rompas, 2014)

  1. Perjalanan sperma dari produksi hingga ejakulasi
Produksi sperma dikendalikan oleh hormon follicle stimulating hormone(FSH) dan luteinizing hormone (LH). Pada saat sperma diproduksi, dihasilkan pula hormon testosteron yang merupakan pengendali FSH dan LH.
1. Proses Ereksi
Secara fisiologis ereksi penis adalah hasil dari relaksasi otot polos meliputi dilatasi arteri, relaksasi sinusoidal dan kompresi vena, ketika aliran darah ke penis melebihi aliran darah dari penis (Lowe, 2005). Penis memiliki jaringan erektil berupa dua corpus cavernosum (tersusun dari dua silinder paralel jaringan erektil) dan satu corpus spongiosum (silinder tunggal terletak dibagian ventral, mengelilingi urethra, sedangkan bagian ujungnya membentuk glans penis). Jaringan erektil berupa jaringan berongga (sinusoid-sinusoid) yang tersusun dari sel-sel otot polos. Kontraksi dan relaksasi sel-sel otot polos ini bersifat involunter atau tidak disadari. Sinusoid dibatasi oleh tunica albuginea yaitu jaringan ikat yang kuat. Tunica albuginea pada corpus cavernosum lebih tebal daripada di corpus spongiosum. Tunica albuginea ini merupakan pembatas sebesar apa jaringan erektil penis bisa terisi darah dan membesar saat ereksi. Pada glans penis tidak terdapat tunica albuginea. Radix penis bulbospongiosum diliputi oleh otot bulbokavernosus sedangkan corpus cavernosum diliputi oleh otot Ischiocavernosus (El-Sakka and Lue, 2004; Kirby, 2005)
Ada 3 peran dalam proses ereksi:
1.         Peran Vaskuler (Pembuluh Darah)
Ereksi sebenarnya sangat terkait dengan darah dan pembuluh darah. Tingkat ereksi tergantung pada keseimbangan antara aliran darah arteri menuju penis dan aliran darah vena keluar dari penis. Ketika aliran darah arteri rendah atau sedikit maka penis dalam kondisi flaksid, sedangkan bila aliran arteri meningkat dan aliran darah vena keluar rendah, maka terjadilah ereksi.
2.         Peran Otot Polos
Otot polos terdapat pada dinding pembuluh darah dan jaringan erektil. Apabila otot polos pembuluh darah berkontraksi, maka pembuluh darah menyempit (vasokontriksi) yang menyebabkan aliran darah berkurang. Sebaliknya bila otot polos pembuluh darah melebar (vasodilatasi) maka aliran darah akan bertambah. Begitu pula dengan otot polos jaringan erektil. Bila kontriksi maka akan susah mengembang terisi darah sehingga penis flaksid. Bila relaksasi, tahanan jaringan erektil berkurang sehingga mudah terisi darah dan mengembang (ereksi). Otot polos ini bersifat tidak disadari, dan di bawah pengaruh saraf otonom.
3.    Peran Saraf
Ereksi adalah proses yang otonom atau tidak bisa dikontrol karena melibatkan otot polos pembuluh darah dan jaringan erektil. Pada saat kondisi flaksid, saraf otonom yang dominan adalah saraf simpatis. Hal ini menyebabkan vasokonstriksi arteri dan kontraksi otot polos jaringan erektil (corpus cavernosum dan spongiosa) akibatnya aliran ke penis akan rendah. Sebaliknya pada saat kondisi ereksi, stimulasi parasimpatis dominan. Parasimpatis menyebabkan vasodilatasi arteri dan relaksasi otot polos jaringan erektil sehingga aliran darah ke penis meningkat.
Secara ringkas, struktur diatas bertanggung jawab atas tiga jenis ereksi:
1.Ereksi psikogenik diawali secara sentral sebagai respon terhadap rangsang audiovisual atau imajinasi. Impuls dari otak memodulasi pusat ereksi di tulang belakang(T10-L2 dan S2-S4) untuk mengaktifkan proses ereksi.
2.Ereksi reflexogenik terjadi akibat pacuan pada reseptor sensoris pada penis, yang dengan interaksi spinal, menyebabkan aksi saraf somatis dan parasimpatis.
3.Ereksi nokturnal sebagian besar terjadi selama rapid-eye-gerakan tidur (REM). Mekanisme ini belum diketahui (EI-Sakka and Lue, 2004).
2. Proses Ejakulasi
Ejakulasi adalah proses keluarnya sperma dari penisdan biasanya disertai dengan orgasme. Waktu ketegangan seksual memuncak, orificiumurethra eksternum dibasahi oleh sekresi gl.Bulbourethralis. (Christyanni, 2010)
Proses ejakulasi terdiri dari fase emission(pemancaran) dan expulsion (pengeluaran) dua refleks persarafan sequential yang jelas berbeda namun dikoordinasi dan distimulasi oleh input saraf sensoris. Serabut saraf sensorik n. pudendus di glans penis mengirim informasi menuju sacral cord dan bagian otak korteks serebral sensoris. Refleks ejakulasi dimodulasi oleh otak dan medula spinalis; seseorang dapat berejakulasi dengan stimulasi getaran penis. Neurotransmiter 5-hidroksitriptamin (5-HT, serotonin) terlibat pada pengendalian ejakulasi. Efek “perlambatan” (retarding effect) 5-HT pada ejakulasi dikarenakan aktivasi sentral (yaitu: spinal dan supraspinal) reseptor 5-HT1B dan 5-HT2C, sedangkan rangsangan reseptor 5-HT1A menimbulkan ejakulasi. (Anurogo, D. 2012)
Sperma bergerak dari tubulus seminiferus menuju epididimis, dan tinggal di sini sekitar tiga minggu sampai sperma matang. Selanjutnya, sperma memasuki saluran vas deferens hingga ujung saluran dan bercampur dengan tiga macam sekret hasil sekresi kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar Cowper. Ketiga sekret tersebut bersifat basa yang berguna agar sperma tetap hidup dan bergerak lincah dalam uretra dan saluran genitalia wanita yang bersifat asam. Sperma yang telah bercampur dengan sekret tersebut dinamakan semen. Selanjutnya, semen keluar dari ujung vas deferens, menuju saluran ejakulatorius dan uretra yang juga merupakan saluran kencing.
Keluarnya semen dari dalam tubuh disebut ejakulasi. Saat ejakulasi, tempat keluar urine tertutup otot disekitarnya sehingga semen dan urine tidak tercampur. Volume semen yang dikeluarkan dalam sekali ejakulasi pada umumnya sekitar 2-5 ml yang mengandung sekitar 50 juta sperma. Jika jumlah sperma yang dikeluarkan kurang dari 20 juta, kecil kemungkinan terjadi pembuahan.
  1. Kelainan anatomis dan fisiologis organ – organ dalam system reproduksi
1.            Hipogonadisme
Hipogonadisme adalah penurunan fungsi testis yang disebabkan oleh gangguan interaksi hormon, seperti hormon androgen dan testoteron. Gangguan ini menyebabkan infertilitas, impotensi dan tidak adanya tanda-tanda kepriaan. Penanganan dapat dilakukan dengan terapi hormon.
2.            Kriptorkidisme
Kriptorkidisme adalah kegagalan dari satu atau kedua testis untuk turun dari rongga abdomen ke dalam skrotum pada waktu bayi. Hal tersebut dapat ditangani dengan pemberian hormon human chorionic gonadotropin untuk merangsang terstoteron. Jika belum turun juga, dilakukan pembedahan.
3.            Uretritis
Uretritis adalah peradangan uretra dengan gejala rasa gatal pada penis dan sering buang air kecil. Organisme yang paling sering menyebabkan uretritis adalah Chlamydia trachomatisUreplasma urealyticum atau virus herpes.
4.            Prostatitis
Prostatitis adalah peradangan prostat yang sering disertai dengan peradangan pada uretra. Gejalanya berupa pembengkakan yang dapat menghambat uretra sehingga timbul rasa nyeri bila buang air kecil. Penyebabnya dapat berupa bakteri, seperti Escherichia coli maupun bukan bakteri.
5.            Epididimitis
Epididimitis adalah infeksi yang sering terjadi pada saluran reproduksi pria. Organisme penyebab epididimitis adalah E. coli dan Chlamydia.\
6.            Orkitis
Orkitis adalah peradangan pada testis yang disebabkan oleh virus parotitis. Jika terjadi pada pria dewasa dapat menyebabkan infertilitas.
7.            Anorkidisme
Anorkidisme adalah penyakit dimana testis hanya bejumlah satu atau tidak ada sama sekali.
8.            Hyperthropic prostat
Hyperthropic prostat adalah pembesaran kelenjar prostat yang biasanya terjadi pada usia-usia lebih dari 50 tahun. Penyebabnya belum jelas diketahui.
9.            Hernia inguinalis
Hernia merupakan protusi/penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan.
10.        Kanker prostat
Gejala kanker prostat mirip dengan hyperthropic prostat. Menimbulkan banyak kematian pada pria usia lanjut.
11.        Kanker testis
Kanker testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum (kantung zakar).
12.        Impotensi
Impotensi yaitu ketidakmampuan ereksi ataupun mempertahankan ereksi penis pada pada hubungan kelamin yang normal.
13.        Infertilitas (kemandulan)
Yaitu ketidakmampuan menghasilkan ketururan. Infertilitas dapat disebabkan faktor di pihak pria maupun pihak wanita. Pada pria infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan mengfertilisasi ovum. Hal ini dapat disebabkan oleh:
-   Gangguan spermatogenesis, misalnya karena testis terkena sinar radio aktif, terkena racun, infeksi, atau gangguan hormon
-       Tersumbatnya saluran sperma
-       Jumlah sperma yang disalurkan terlalu sedikit

Kanker Prostat
1. Kasus
Jumlah orang yang didiagnosa menderita kanker prostat di Queensland naik tiga kali lipat dalam 30 tahun terakhir. Meski demikian, jumlah penderita yang bertahan hidup lebih lama juga meningkat. Angka tersebut merupakan hasil dari populasi yang menua dan meningkat, tapi sekaligus deteksi yang lebih baik dan faktor-faktor resiko yang berubah, seperti obesitas karena penderita tidak banyak bergerak. Pencegahan kanker prostat dapat dilakukan dengan mengubah pola makan, gaya hidup sehat, berolahraga cukup, pastikan memiliki berat badan yang pas.
Data yang dirilis oleh pusat penelitian Dewan Kanker, menunjukkan, kanker prostat adalah kanker yang paling sering terdiagnosa pada tahun 2012, mengambil porsi 16% dari semua kasus kanker. Namun 92% dari semua pria yang terdiagnosa kanker tersebut mampu bertahan hidup selama lebih dari lima tahun. Data tersebut juga menunjukkan, sebanyak 85.140 warga Queensland yang didiagnosa menderita kanker pada lima tahun sebelum 2012, ternyata mampu bertahan hidup hingga tahun 2012. Makin banyak penderita kanker yang mampu bertahan hidup tetapi hal itu justru menciptakan tantangan baru dalam membantu kehidupan mereka agar kembali normal, dan dalam memenuhi kebutuhan fisik serta emosional mereka.

            2. Analisis
Pengertian
Karsinoma prostat merupakan keganasan yang terbanyak diantara keganasan sistem urogenitalia pria. Tumor ini menyerang pasien yang berusia di atas 50 tahun, diantaranya 30% menyerang pria berusia 70-80 tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun. Kanker ini jarang menyerang pria berusia sebelum usia 45 tahun. (Yudha, 2014)

Penyebab
Sementara kita belajar lebih banyak tentang faktor risiko prostat kanker, masih ada banyak kita tidak yakin tentang hal tersebut, misalnya cara untuk mengurangi risiko kanker prostat. Faktor risiko yang penting, terlepas dari usia, sejarah keluarga Anda.
Kita tahu bahwa persentase penderita kanker prostat berbeda di seluruh dunia. Misalnya, pria Afrika-Amerika memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi dari kanker prostat daripada pria Jepang. Beberapa penelitian menyarankan bahwa makan banyak lemak, khususnya
lemak hewan, dapat meningkatkan kesempatan Anda untuk kanker prostat. Selain riwayat keluarga dan makanan, obesitas juga berperan serta dalam memicu munculnya kanker prostat. (Cancer Council Australia, 2010)

Epidemiologi
Kanker prostat merupakan tumor yang paling sering terjadi pada pria di Amerika Serikat. Sekitar 200.000 kasus baru didiagnosis setiap tahunnya. Kanker prostat menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi pada populasi pria di Amerika. Secara khusus kanker prostat ternyata lebih banyak diderita oleh bangsa Afro-Amerika yang berkulit hitam daripada bangsa kulit putih. Hal tersebut ditunjukkan dengan perbandingan bahwa 1 dari 9 pada kulit hitam di Amerika Utara akan menderita kanker prostate, sedangkan pada kulit putih di Amerika Utara hanya 1 dari 11 orang akan mengidap kanker prostate. Sedangkan di Asia sendiri masih terhitung rendah. Di Indonesia data di bagian Sub bagian Urologi, Bagian bedah FKUI, selama periode 1995-1998 ditemukan data-data 17 kasus per tahun. Data dari 13 Fakultas Kedokteran Negeri di Indonesia kanker prostat termasuk dalam 10 penyakit keganasan tersering pada pria dan menduduki peringkat ke 2 setelah kanker buli-buli. (Yudha, 2014)
Diagnosis dan Pengobatan
Sejak diperkenalkan pada akhir tahun 80-an, prostate spesifik antigen (PSA) merupakan salah satu alat bantu untuk diagnosis kanker prostat, dikombinasikan dengan pemeriksaan colok dubur dan biopsy prostat dengan bimbingan Transrectal Ultrasonography (TRUS). Biopsi prostat dilakukan apabila ditemukan kecurigaan kanker prostat pada pemeriksaan colok dubur yaitu adanya konsistensi prostat yang keras, adanya nodul, atau pembesaran
prostat yang tidak simetris. Biopsi juga akan dikerjakan bila ditemukan lesi hypoechoic atau hiperechoic pada pemeriksaan TRUS. Selain itu juga dikerjakan bila nilai PSA >10 ng/ml atau PSA density (PSAD) >0,15 pada penderita dengan nilai PSA antara 4 – 10 ng/ml walaupun tidak ada kecurigaan pada pemeriksaan colok dubur maupun pemeriksaan TRUS.
Pilihan perawatan medis untuk mengobati kanker prostat tidak sama untuk semua kanker prostat. Pemilihan pengobatan tergantung pada usia, kondisi medis umum, harapan hidup, seberapa cepat tumbuh dan berapa banyak kanker telah menyebar, dan manfaat serta kemungkinan efek samping pengobatan. Sebuah rencana perawatan harus individual pada setiap pasien dan tergantung pada dokter untuk menentukan terapi serta kemungkinan efek samping terapi. (Yudha, 2014)

Pencegahan
Di sisi lain, nutrisi dalam makanan seperti selenium (rendah dalam beberapa tanah Australia) dan lycopene (ditemukan di dimasak tomat) telah terbukti mengurangi risiko prostat kanker dalam beberapa studi. Vitamin D telah terbukti untuk melindungi terhadap pertumbuhan prostat sel di laboratorium, namun populasi studi, terutama di Amerika dan Scandinavia, telah menunjukkan hasil yang beragam pada Asosiasi antara Vitamin D dan kanker prostat pada manusia. Gaya diet Mediterania, dengan kandungan tinggi matang tomat, dianggap menjadi pelindung. Makan diet rendah lemak hewan dan tinggi dalam buah, sayuran dan kacang-kacangan (kacang) dapat menawarkan beberapa perlindungan terhadap kanker prostat. Untuk saat ini, tidak ada rekomendasi yang pasti tentang apa yang harus dan tidak boleh makan. Namun, memiliki asupan tinggi pabrik makanan, termasuk kacang-kacangan, tinggi serat dan rendah lemak dan rendah hewan lemak akan membuatpengaruh. (Cancer Council Australia, 2010)
Daftar Pustaka

Staff UI. 2000. Modul Reproduksi. Jakarta: UI Press.

Anurogo, Dito. 2012. Ejakulasi Dini. CDK-199/ vol. 39 no. 11.

Cancer Council Australia. 2010. Localised Prostate Cancer A guide for men and their families. Victoria: Australian Prostate Cancer Collaboration Fourth.
Christyanni, Yuyun. 2010. Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Manusia. Kotim: Akper Pemkab Kotim.
El-Sakka, Ahmad and Lue. 2004. Traumatic arteriogenic erectile dysfunction: a rat model. Int J Impot Res. Page  162-71.
Kirby, M.G. 2005. Heart disease and erectile dysfunction. British Journal of Clinical Pharmacology. Volume 59, Issue 3, page 375.

Lowe, Franklin C. 2005. Treatment of lower urinary tract symptoms suggestive of benign prostatic hyperplasia: sexual function. BJU International. Volume 95, Issue Supplement s4, pages 12–18.

Sumiati. 2013. Sistem Reproduksi Manusia. Jurnal Biologi, Vol. 2 No. 2, Halaman 1-13
Taher, Muhammad. 2014. Makalah Sistem Reproduksi Pria. Banten: STIKES Banten.
W, David Andy. 2009. Pemeriksaan Mikrodelesi. Jakarta: FKUI.
Yudha, Anantyo Kusuma. 2014. Management of Prostate Cancer. Medula Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Volume 2, Nomor 3.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 comments:

Post a Comment