Laporan Praktikum Bakteri Tahan Asam



LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH MIKROBIOLOGI
 
BAKTERI TAHAN ASAM

NamaAnggota       :
1.      Dwi Aisanti Permatasari                       G1B014049
2.      Syifa Waras Utami                               G1B014068
3.      Rosiana Nurul Hidayati                        G1B014070
4.      Beta Ana Fajar                                      G1B014089
5.      Hana Nabilah                                        G1B014099
6.      Riyanti Mure                                         G1B014103
7.      Azkia Ikrima                                         G1B014106
8.      Dhiny Afrilia Talantan                          G1B014108
Kelompok              : 7
Rombongan           : 1
Asisten                    : Zahra Rahmawati






LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI








KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2015


I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. Prevalensi TB di Indonesia dan negara-negara sedang berkembang lainnya cukup tinggi. Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun). Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun. Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini.Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB di masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang definitif. (Saptawati, 2004)
WHO (World Health Organization) menyatakan, bahwa sekitar 1,9 milyar manusia, atau sepertiga penduduk dunia, telah terinfeksi tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan dalam dekade mendatang tidak kurang dari 300 juta orang akan terinfeksi oleh tuberkulosis. Setiap tahun, ada 4 juta penderita baru tuberkulosis paru menular di dunia, ditambah lagi dengan penderita yang tidak menular. Artinya, setiap tahun di dunia ini terdapat sekitar 8 juta penderita tuberkulosis paru, dan sekitar 3 juta orang yang meninggal. (Jasaputra, 2005)
Tuberkulosis adalah penyakit yang menular akut maupun kronis yang terutama menyerang paru, yang disebabkan oleh bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat batang gram positif (Mycobacteriumtuberculosis). Etiologi TB paru ialah M. Tuberculosis yang berbentuk batang. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37C dengan pH optimal 6,4-7. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak yang menyebabkan kuman lebih tahan asam dan lebih kuat terhadap gangguan kimia dan fisik. (Buntuan, 2014)
Tuberkulosis telah mengklaim korban yang banyak dikenal sejarah manusia. Itu mencapai proporsi epidemi di Eropa dan Amerika Utara selama berabad-abad 18 dan 19, mendapatkan julukan, "Kapten dari kematian orang-orang." Langkah-langkah kesehatan masyarakat untuk memerangi penyebaran tuberkulosis muncul setelah penemuan penyebabnya bakteri. (Daniel, 2006)
Pemeriksaan mikroskopis BTA dari sputum memegang peran dalam mendiagnosis awal dan pemantauan pengobatan tuberkulosis paru. Rangkaian kegiatan yang baik diperlukan untuk mendapatkan hasil yang akurat, mulai dari cara pengumpulan sputum, pemilihan bahan sputum yang akan diperiksa dan pengolahan sediaan dibawah mikroskop. Teknik pewarnaan yang digunakan adalah Ziehl Neelsen yang dapat mendeteksi BTA dengan menggunakan mikroskop. (Susanti, 2013)
B.     Tujuan
Tujuan dari praktikum ini antara lain mahasiswa dapat mengetahui pengertian Bakteri Tahan Asam (BTA), mahasiswa dapat mengetahui tentang bakteri Mycrobacterium tuberculose dan ciri-cirinya, mahasiswa dapat mengenal macam-macam pewarnaan Bakteri Tahan Asam (BTA) dan menjelaskan fungsi dari masing-masing reagen yang digunakan, mahasiswa mengetahui patogenesis dari bakteri Mycrobacterium tuberculose, mahasiswa mengetahui jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculose.




1.       
II.    MATERI DAN METODE
A.    Materi
Alat yang digunakan dalam pewarnaan bakteri tahan asam asam antara lain: Pipet tetes, Mikroskop, Object glass, Lidi, Pembakar spirtus, Alat Penjepit / pinset,Jarum ose, Sarung tangan, dan Masker, sedangkan bahan yang digunakan dalam diantaranya adalah Sputum (dahak), Alkohol asam 3%, Karbol fuchsia 0,3%, Akuades, dan Methylen blue.
B.     Metode




III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Tabel Hasil Pengamatan Bakteri Mycrobacterium tuberculose dengan sampel Sputum
Kelompok
Interpretasi
1
Negatif
2
Negatif
3
Negatif
4
Negatif
5
Negatif
6
Negatif
7
Negatif
8
Negatif
Interpretasi:
Seseorang dikatakan menderita penyakit Tuberculosis (TBC) apabila hasil dari sputum yang diamati terdapat batang panjang berwarna merah dengan latar berwarna biru.
Hasil pewarnaan BTA menentukan jumlah bakteri, prognosis dan tingkat kemampuan menularkan kuman TB paru dari seorang penderita TB paru ke orang lain.
Penilaian menurut IUAT:
1.      Negatif            : Tidak dijumpai adanya Bakteri Tahan Asam (BTA)
2.      Positif              : Ditemukan adanya 1 - 9 BTA/ 100 Luas Pandang (LP)
3.      Positif 1           : Ditemukan adanya 10 - 90 BTA/ 100 Luas Pandang (LP)
4.      Positif 2           : Ditemukan adanya 1-9 BTA/ 1 Luas Pandang (LP)
5.      Positif 3           : Ditemukan adanya lebih dari 10 BTA/ 100 Luas Pandang (LP)


B.     Pembahasan
Pengertian Bakteri Tahan Asam (BTA)
Bakteri tahan asam (BTA) merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri yaitu berantai karbon (C) yang panjangnya 8 - 95 dan memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat dinding sel. Bakteri yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium tuberculose, Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae, Nocandia meningitidis, dan Nocandia gonorrhoeae. Mycobacterium tuberculose adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit tuberculose, dan bersifat tahan asam sehingga digolongkan sebagai bakteri tahan asam (BTA). Penularan Mycobacterium tuberculose terjadi melalui jalan pernafasan (Syahrurachman, 1994).
Bakteri tahan asam adalah jenis bakteri yang tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan anilin biasa kecuali dengan menggunakan fenol dan dengan pemanasan. Bakteri ini memilki dinding sel berlilin karena mengandung sejumlah besar materi lipoidal oleh karena itu bakteri ini hanya dapat diwarnai dengan pewarnaan BTA (Acid-Fast Stain). Dinding sel hidrofobik dan impermeabel terhadap pewarnaan dan bahan kimia lain pada cairan atau larutan encer. Ketika proses pewarnaan, bakteri tahan asam ini melawan dekolorisasi dengan asam sehingga bakteri tersebut disebut bakteri tahan asam (Ball, 1997).
Contoh dari bakteri tahan asam yaitu dari genus Mycobacterium. Bakteri ini memiliki sejumlah besar zat lipoidal (berlemak) di dalam dinding selnya sehingga menyebabkan dinding sel tersebut relative tidak permeabel terhadap zat-zat warna yang umum sehingga sel-sel bakteri tersebut tidak terwarnai oleh metode pewarnaan biasa, seperti pewarnaan sederhana atau pewarnaan gram (Dwijoseputro, 1989).
Bakteri Mycrobacterium tuberculose dan Ciri-cirinya
Mycobacterium tuberculose berbentuk batang langsing, lurus atau berbentuk filament. Bakteri ini bersifat aerobik, tidak membentuk spora, non motil, tahan asam, dan merupakan bakteri gram positif. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan adalah suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculose dapat bertahan hidup di dalam makrofaga (Thomas, 1999).
Mikobakteria dapat tumbuh lebih cepat pada pH 6 dan 8 dengan pH optimum sekitar 6.5 - 6.8 untuk tipe pathogen. Bakteri ini mempunyai susunan dinding yang melindungi bakteri jika hidup di luar inangnya. Dinding sel mikobakteria menyebabkan penundaan hipersensitivitas dan beberapa diantaranya resisten terhadap infeksi. Sel mikrobakteria dapat menunda reaksi hipersensitifitas pada hewan yang sebelumnya sensitif.Sel mikobakteria terdiri dari tiga lapisan penting yaitu lipid, protein, dan polisakarida (Mudihardi, 2005).
Mikrobakteria merupakan aerobic obligat yang memperoleh energy dari oksidasi beberapa senyawa karbon sederhana. Penambahan  meningkatkan pertumbuhan. Tidak ada aktivitas biokimia yang menandai dan kecepatan pertumbuhan lebih rendah daripada sebagian besar bakteri. Waktu untuk menggandakan basil tuberkel sekitar 18 jam, bentuk saprofit cenderung lebih cepat , poliferasi terjadi pada temperature , untuk menghasilkan pigmen yang lebih banyak dan mengurangi bentuk “cepat asam” daripada bentuk patogenik.(Geo F. Brooks, 2005).
Mycobacterium tuberculosis termasuk gram positif, berbentuk batang panjang atau pendek, tidak berspora, tidak berkapsul, pertumbuhan sangat lambat (2-8 minggu), suhu optimal 37-380C yang merupakan suhu normal manusia.Pertumbuhannya membutuhkan tambahan makanan seperti darah, egg yolk, serum, dan bahan kimia tertentu. Dalam jaringan, basil tuberkel adalah bakteri batang lurus dengan ukuran sekitar 0,4 – 3 μm. Pada media buatan, bentuk kokoid dan filamentous tampak bervariasi dari satu spesies ke spesies lain. Segera setelah diwarnai dengan pencelupan dasar mereka tidak dapat didekolorisasi oleh alkohol, tanpa memperhatikan pengobatan dengan iodine. Basil tuberkel secara umum dapat diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Media untuk membiakan mikobakteria adalah media nonselektif dan media selektif. Media selektif berisi  antibiotik untuk mencegah pertumbuhan kontaminan bakteri dan fungi yang berlebihan. Ada tiga formulasi umum yang dapat digunakan untuk kedua media nonselektif dan selektif, yaitu media agar semisintetik (middlebrook 7H10 dan 7H11), media telur inspisasi (Lowenstein-jensen), media kaldu (broth media) (Jawetz et al., 2001).
Mikrobakteria kaya akan lipid, bahan dari lilin dan fosfatida. Lapisan lilin pada dinding sel ini menyebabkan bakteri ini tahan terhadap keadaan di luar tubuh induk semang. Bakteri dapat tahan berbulan-bulan di luar tubuh induk semang, jika terbungkus eksudat, tinja, dalam cairan atau dalam jaringan organ tubuh yang membusuk. Dalam sel, lipid secara meluas berikatan dengan protein dan polisakarida. Muramil dipeptida (dari peptidoglikan) yang diperkaya dengan asam mikolat dapat menyebabkan nekrosis kaseosa. Lipid pada beberapa perluasan bertanggung jawab terhadap kecepatan asam, yang terganggu pada integritas dinding sel dan kehadiran lipid tertentu. Kecepatan asam juga hilang setelah sonikasi sel mikobakteria (Mudihardi, 2005).
Macam-macam Pewarnaan Bakteri Tahan Asam (BTA)
Bakteri tahan asam dapat diamati dengan teknik pewarnaan Ziehl Neelson, Kinyoun Gabber, dan Fluorochrom. Pengambilan sputum (sekret paru-paru atau ludah) untuk analisis tuberculosis dapat dilakukan setiap saat dikenal ada 3 jenis sputum:
a.       Sputum pagi : sputum yang dikeluarkan oleh penderita pada saat bangun pagi.
b.      Spot sputum : sputum yang dikeluarkan pada saat itu.
c.       Collection sputum: sputum yang keluar dan ditampung selama 24 jam
Sputum yang telah diperoleh dapat disimpan dalam lemari es selama satu minggu.
Teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen, yaitu dengan menggunakan zat warna carbol fuchsin 0,3 %, asam alkohol 3 %, dan methylen blue 0,3%. Pada pemberian warna  pertama, yaitu carbol fuchsin, BTA bersifat mempertahankannya. Carbol fuchsin merupakan fuksin basa yang dilarutkan dalam larutan fenol 5 %. Larutan ini memberikan warna merah pada sediaan dahak. Fenol digunakan sebagai pelarut untuk membantu  pemasukan zat warna ke dalam sel bakteri sewaktu proses pemanasan. Fungsi pemanasan untuk melebarkan pori-pori lemak BTA sehingga carbol fuchsin dapat masuk sewaktu BTA dicuci dengan larutan pemucat, yaitu asam alkohol, maka zat warna pertama tidak mudah dilunturkan. Bakteri kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menutup pori- pori dan menghentikan pemucatan. BTA akan terlihat berwarna merah, sedangkan bakteri yang tidak tahan asam akan melarutkan carbol fuchsin dengan cepat sehingga sel bakteri tidak berwarna. Setelah penambahan zat warna kedua yaitu methylen blue, bakteri tidak tahan asam akan berwarna biru (Lay, 1994).
Pada pewarnaan bakteri dengan metode Ziehl-Neelsen dapat menggolongkan bakteri menjadi dua, yaitu:
1.      Bakteri yang berwarna merah dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen disebut bakteri tahan asam (acid fast).
2.      Bakteri yang berwarna biru dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen disebut bakteri tidak tahan asam (non acid fast).
Metode Ziehl-Neelsen digunakan karena cukup sederhana dan mempunyai sensitivitas serta spesifitas yang cukup tinggi. Spesifitas dan sensitivitas yang tinggi sebenarnya dimiliki oleh metode fluorokrom. Bakteri yang terwarnai menunjukkan warna yang kontras dengan lingkungannya dan tidak membutuhkan perbesaran sampai 1000x sehingga bisa mempercepat waktu. Akan tetapi, alat yang digunakan tidak ada yaitu mikroskop fluorescens (Kurniawati et al., 2005).
Larutan kimia yang digunakan adalah alkohol asam 3%, carbol fuchsin 0,3%, serta methylen blue 0,3% yang masing-masing mempunyai fungsi antara lain asam alkohol digunakan sebagai peluntur, carbol fuchsin mempunyai fungsi membuka lapisan lilin agar menjadi lunak sehingga cat dapat menembus masuk ke dalam sel bakteri M. tuberculosis. Methylen blue berfungsi sebagai cat lawan dan pada pemberian methylen  blue pada bakteri akan tetap berwarna merah dengan latar belakang biru atau hijau (Jutono dkk., 1980).
Patogenesis Mycobacterium tuberculose
Apabila seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit tuberkulosis jaringan yang paling sering diserang adalah paru-paru (95,9 %). Cara penularan melalui ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru (TB Paru).
Mycobacterium tuberkulosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaandingin, atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es.Ini dapat terjadi apabila kuman beradadalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini kuman tuberkulosis suatu saat dimanakeadaan memungkinkan untuk dia berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali. Adapun masa tunas (masa inkubasi) penyakit tuberkulosis paru adalah mulai dari terinfeksi sampai pada lesi primer muncul, sedangkan waktunya berkisar antara 4 - 12 mingguuntuk tuberkulosis paru. Pada pulmonair progressif dan extrapulmonair, tuberkulosis biasanya memakan waktu yang lebih lama, sampai beberapa tahun.(Hiswani,2006)
Perioda potensi penularan, selama basil tuberkel ada pada sputum (dahak). Beberapa kasus tanpa pengobatan atau dengan pengobatan tidak adekwat mungkin akan kumat-kumatan dengan sputum positif selama beberapa tahun. Tingkat atau derajat penularan tergantung kepada banyaknya basil tuberkulosis dalam sputum, virulensi atas basil dan peluang adanyapencemaran udara dari batuk, bersin dan berbicara keras secara umum. Kepekaan untuk terinfeksi penyakit ini adalah semua penduduk, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tua muda, bayi dan balita. Kepekaan tertinggi pada anak kurang dari tiga tahun terendah pada anak akhir usia 12-13 tahun, dan dapat meningkat lagi pada umur remaja dan awal tua. (Hiswani,2006)
Ada dua macam patologi Tuberkulosis, yakni
a.       Tuberkulosis Primer
Infeksi primer ini dahulu biasanya terjadi pada anak-anak, tetapi sering terlihat pada orang dewasa yang sejak kecil belum pernah terinfeksindan oleh karena itu tes tuberkulinnya negative.Pada infeksi primer semua bagian paru-paru dapat terserang tetapi yang paling sering terserang adalah bagian bawah.(Jawetz, 1996).
Bila bakteri menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Bakteri yang bersarang di paru-paru akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer atau afek primer yang dapat terjadi di bagian mana saja di paru. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer, limfangitis lokal, limfadenitis regional akan menghasilkan kompleks primer.
            Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
·         Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
·         Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic, kalsifaksi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon.
·         Berkomplikasi dan menyebar secara:
a.       Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
b.      Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang di sebelahnya. Dapat juga bakteri tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
c.       Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya.
d.      Secara hemotogen, ke organ tubuh lainnya.
b.      Tuberkulosis Post Primer
Bakteri yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa (tuberculosis post primer). Tuberkulosis Post Primer ini diawali dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru-paru.Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiller paru.Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.
Tergantung dari jumlah bakteri, virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini dapat menjadi:
·      Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
·      Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
·      Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, dan menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-kelamaan menebal karena infiltrasi fibroblast dalam jumlah yang besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik. Kavitas dapat:
a.       Meluas kembali dan menimbukan sarang pneumonia baru. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu.
b.      Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma yang dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan menjadi kavitas lagi.
c.       Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri dan menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang, disebut sebagai stellate shaped. (Sudoyono, 1994)
Gambaran klinik tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik. Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan ganguan yang paling sering dikeluhkan. Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar. Jika bronkus belum terkena maka keluhan batuk lebih jarang ditemukan.Selain batuk juga dapat ditemukan nyeri dada dan sesak nafas, sesak nafas terjadi tergantung penyulit yang timbul.
Gejala sistemik yang sering dijumpai adalah demam dan biasanya timbul pada sore dan malam hari selain itu juga sering didapat gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, berat badan menurun serta malaise. Manifestasi radiologi bervariasi tergantung tingkat penyulit yang ditimbulkannya, berdasar pada luas proses yang tampak pada foto thoraks dapat dinyatakan sebagai berikut:
a.       Lesi minimal (minimal lesion) : proses mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari bolume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebrs torakalis V dan tidak dijumpai kavitas.
b.      Lesi sedang (moderately advanced) : proses penyakit lebih luas dari minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru. Atau jumlah seluruh proses yang ada paling banyak seluas satu paru atau bila proses tuberculosis tadi mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal, maka luas proses tidak boleh lebih dari sepertiga luas satu paru dan proses ini dapat/tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas, maka luas semua kavitas (diameter) tidak boleh lebih dari 4 cm.
c.       Lesi luas (far advanced) : kelainan lebih luas dari lesi sedang. (Mulyadi, 2006)
Adapun dua lesi utama yaitu:
1.      Tipe Eksudatif
Terdiri atas reaksi peradangan akut dengan cairan edema, leukosit polimorfonuklir, dan kemudian monosit di sekitar basil tuberkel. Tipe ini terlihat dalam jaringan paru-paru sehingga menyerupai pneumonia bacterial. Tipe ini dapat sembuh dengan resolusi, sehingga seluruh eksudat diabsorpsi atau dapat berkembang menjadi lesi tipe kedua (produktif). Selama fase eksudatif, tes tuberculin menjadi positif.
2.      Tipe Produktif
Bila berkembang maksimal, lesi yang berupa granuloma kronis ini akan terdiri atas tiga daerah, antara lain daerah pusat yang luas dengan sel raksasa berinti banyak yang mengandung basil tuberkel, daerah tengah yang terdiri atas sel-sel epiteloid pucat, dan daerah perifer yang terdiri atas fibroblas, limfosit, dan monosit. Kemudian, terbentuk jaringan fibrosis perifer dan daerah pusat mengalami nekrosis kaseosa. Lesi ini dinamakan tuberkel. Tuberkel kaseosa dapat pecah ke dalam bronkus dan membentuk rongga.Lesi ini dapat sembuh dengan fibrosis atau kalsifikasi. (Jawetz, 1996)
Penyakit Lain Yang Disebabkan Oleh Mycobacterium sp.
1.      Kompleks Mycobacterium avium-intracellulare
Kompleks Mycobacterium avium-intracellulare sering disebut MAI atau MAC (Kompleks Mycobacterium avium). MAI jarang menimbulkan penyakit pada manusia dengan fungsi imun yang baik. Namun, di Amerika Serikat, infeksi MAI yang menyebar merupakan infeksi oportunistik yang paling sering dari bakteri yang berasal dari pasien AIDS. Sedikitnya pada 25% dan barangkali sampai 50% pasien yang terinfeksi HIV terjadi bakteremia MAI dan infeksi yang menyebar selama perjalanan penyakit AIDS. Laboratorium di Amerika Serikat sering kali memiliki lebih banyak biakan positif untuk MAI daripada M. tuberculosis.
Pemaparan lingkungan dapat menimbulkan koloni MAI di saluran pernapasan atau saluran pencernaan.Di paru sering terjadi nodul, infiltrasi yang difus, kavitas, dan lesi endobronkial. Manifestasi lain adalah perikarditis, abses jaringan lunak, lesi kulit, pembesaran kelenjar getah bening, infeksi tulang, dan lesi susunan saraf pusat. Pasien seringkali disertai gejala nonspesifik demam, berkeringat malam, nyeri abdomen, diare, dan berat badan menurun.
Diagnosis dibuat dengan membiakkan MAI dari darah atau jaringan. Pengobatan dengan makrolid baru yaitu klaritromisin atau azitromisin ditambah etambutol. Obat lain yang berguna antara lain rifabutin, klofazimin, fluorokuinolon, dan amikasin. Terapi sebaiknnya diteruskan sepanjang hidup untuk mengurangi jumlah MAI dan gejala klinik yang ditimbulkan.
2.      Mycobacterium kansasii
M. kansasii adalah organism fotokromogen yang membutuhkan perbenihan kompleks untuk pertumbuhan pada suhu 37oC. Bakteri ini dapat menimbulkan penyakit paru-paru dan sistemik yang sulit dibedakan dari tuberculosis.Sebab peka terhadap nfampin, M. kansasii sering diobati dengan kombinasi nfampin, etambutol, dan ioniazid.Sumber infeksinya tidak jelas dan penularannya rendah atau tidak ada.
3.      Mycobacterium scrofulaceum
Bakteri ini termasuk skotokromogen. Kadang-kadang ditemukan dalam air dan sebagai saprofit pada orang dewasa dengan penyakit paru yang kronik. Bakteri ini menyebabkan limfadenitis servikal kronis pada anak kecil dan jarang menyebabkan penyakit granulomatosa lain. Eksisi bedah pada kelenjar getah bening mungkin dapat menyembuhkan dan resistensi terhadap obat antituberkulosis sering ditemukan.
4.      Mycobacterium marinum dan Mycobacterium ulcerans
Organisme ini terdapat dalam air, paling baik tumbuh pada suhu rendah (31oC), dapat menginfeksi ikan, dan dapat menimbulkan lesi kulit superficial (ulkus, granuloma kolam renang) pada manusia. Eksisi bedah, tetrasiklin, rifampin, dan etambutol kadang efektif.
5.      Kompleks Mycobacterium fortuitum-chelonae
Kompleks ini adalah saprofit.Ditemukan pada tanah dan air. Dapat tumbuh cepat (3-6 hari) dalam biakan serta tidak membentuk pigmen. Organisme ini dapat menimbulkan penyakit superficial dan sistemik pada manusia. M.fortuitum dapat mengontaminasi katup babi yang digunakan sebagai prosthesis pada pembedahan jantung manusia. Organisme ini sering resisten pada obat antimikrobakteri tetapi mungkin peka terhadap amikasin, doksisiklin, sefoksitin, eritromisin, atau rifampin.
6.      Mycobacterium leprae
Bakteri ini menyebabkan penyakit lepra yang kasusnya mencapai 10 juta kasus di Asia. Morfologinya tunggal, dalam berkas sejajar, atau dalam massa berbentuk bola. Basil sering ditemukan dalam sel-sel endotel pembuluh darah atau dalam sel berinti satu. Oragnisme ini tidak tumbuh pada pembenihan buatan.
Patologi
Permulaan penyakit lepra muncul secara perlahan-lahan.Lesi menyerang jaringan tubuh seperti kulit, saraf tepi, hidung, faring, laring, mata, dan testis. Gangguan neurologic berupa infiltrasi dan penebalan saraf. Pada kasus yang tidak diobati, perusakan bentuk tubuh karena infiltrasi kulit dan serangan saraf dapat hebat sekali. Penyakit ini dibagi menjadi dua tipe utama. Pada tipe lepromatos, perjalanan penyakit progresif dan ganas dengan lesi-lesi noduler pada kulit, saraf terangsang secara simetris dan lambat, ditemukan banyak basil pada lesi kulit, bakteremia terus menerus, dan tes kulit lepromin negatif. Pada tipe tuberkuloid, perjalanan penyakit jinak dan tidak progresif, dengan lesi makuler pada kulit, saraf terserang secara hebat, mendadak, dan tidak simetris dengan sedikit basil pada lesi, dan tes kulit lepromin negative. Manifestasi sistemik berupa anemia, limfadenopati, kadang ada amiloidosis. Diagnosis dapat dilakukan dengan teknik Ziehl Nelson dan tes-tes serologi.
Epidemiologi dan Pencegahan
Penularan penyakit lepra paling mungkin terjadi bila anak kecil mengalami kontak selama waktu yang lama dengan orang yang banyak mengeluarkan basil. Sekret hidung merupakan bahan paling infeksius untuk kontak keluarga. Tanpa profilaksis, kira-kira 10% anak menderita penyakit ini. Identifikasi dan pengobatan penderita lepra merupakan kunci dari pengendalian.
Pengobatan
Pengobatan dapat diberikan kemoprofilaksis. Beberapa sulfon khusus dan rifampin menekan pertumbuhan M. leprae dan manifestasi kliniknya. Resistensi terhadap sulfo mulai timbul sehingga alternatinya adalah klofazimin.
7.      Mikobakteria Saprofit yang Tidak Berhubungan Dengan Penyakit Manusia
Mycobacterium phlei sering ditemukan pada tanaman, dalam tanah atau dalam air. Mycobacterium gordonae juga serupa. Mycobacterium smegmatis biasa terdapat pada sekresi kelenjar sebasea manusia, dan dapat dikacaukan dengan organisme tahan asam yang pathogen. Mycobacterium paratuberculosis menimbulkan enteritis kronis pada sapi dan mungkin berhubungan dengan penyakit Crohn (enteritis regional) pada manusia.
8.      Spesies Mycobacterium lainnya
Risiko tinggi untuk infeksi mikobakterial pada pasien AIDS menimbulkan kewaspadaan yang meningkat terhadap infeksi bacterial secara umum. Mycobacterium malmoense yang banyak terdapat di Eropa Utara menyebabkan penyakit seperti tuberculosis pulmoner pada orang dewasa dan limfadenitis pada anak-anak. Mycobacterium haemophilum dan Mycobacterium genavense menyebabkan penyakit pada pasien AIDS.
(Jawetz, 1996)
Hasil vs Pustaka
Dari hasil pengamatan terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis yang ada pada sputum penderita penyakit tuberkulosis, diperoleh data bahwa sputum yang diamati tidak ditemukan adanya bakteri Mycobacterium tuberculosis atau negatif. Sputum yang telah dilakukan pewarnaan dengan metode Ziehl Nelson diamati di bawah mikroskop dan tidak dijumpai bakteri yang berwarna merah dengan latar belakang biru yang merupakan interpretasi positif tuberkulosis, tetapi berwarna biru.
Metode yang dipilih dalam pengamatan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang ada pada sputum penderita penyakit tuberkulosis adalah metode Ziehl Nelson karena menurut Kurniawati (2005) metode Ziehl Nelson cukup sederhana dan mempunyai sensitivitas serta spesifitas yang cukup tinggi. Spesifitas dan sensitivitas yang tinggi sebenarnya dimiliki oleh metode fluorokrom. Bakteri yang terwarnai menunjukkan warna yang kontras dengan lingkungannya dan tidak membutuhkan perbesaran sampai 1000x sehingga bisa mempercepat waktu.
Menurut B. W. Lay (1994), Teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen, yaitu dengan menggunakan zat warna carbol fuchsin 0,3 %, asam alkohol 3 %, dan methylen blue 0,3%. Pada pemberian warna pertama, yaitu carbol fuchsin, BTA bersifat mempertahankannya. Carbol fuchsin merupakan fuksin basa yang dilarutkan dalam larutan fenol 5 %. Larutan ini memberikan warna merah pada sediaan sputum. Fenol digunakan sebagai pelarut untuk membantu pemasukan zat warna ke dalam sel bakteri sewaktu proses pemanasan. Fungsi pemanasan untuk melebarkan pori-pori lemak BTA sehingga carbol fuchsin dapat masuk sewaktu BTA dicuci dengan larutan pemucat, yaitu asam alkohol, maka zat warna pertama tidak mudah dilunturkan. Bakteri kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menutup pori-pori dan menghentikan pemucatan. BTA akan terlihat berwarna merah, sedangkan bakteri yang tidak tahan asam akan melarutkan carbol fuchsin dengan cepat sehingga sel bakteri tidak berwarna. Setelah penambahan zat warna kedua yaitu methylen blue, bakteri tidak tahan asam akan berwarna biru
Menurut Entjang (2003), pada pewarnaan bakteri dengan metode Ziehl-Neelsen dapat menggolongkan bakteri menjadi dua, yaitu :
1.      Bakteri yang berwarna merah dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen disebut bakteri tahan asam (acid fast).
2.      Bakteri yang berwarna biru dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen disebut bakteri tidak tahan asam (non acid fast).




IV. PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Bakteri tahan asam (BTA) merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri yaitu berantai karbon (C) yang panjangnya 8 - 95 dan memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat dinding sel.
2.      Bakteri yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium tuberculose, Mycobacterium bovis, Mycobacterium lepra, Nocandia meningitidis, dan Nocandia gonorrhoeae.
3.      Bakteri tahan asam dapat diamati dengan teknik pewarnaan Ziehl Neelson, Kinyoun Gabber, dan Fluorochrom.
4.      Seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian.
5.      Penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium antara lain lepra, limfadenitis sevikal, penyakit Crohn, ulkus granuloma kolam renang, dan tuberculosis pulmoner.
B.     Saran
Pada saat praktikum hendaknya tidak banyak mengobrol agar tidak terjadinya kontaminasi. Saat praktikum keadaan meja kerja, alat dan bahan yang digunakan harus steril; Cara kerja yang aseptis akan sangat membantu dalam mengurangi tingkat kontaminasi mikroba; Mengantisipasikan diri dengan menggunakan masker dan sarung tangan agar terhindar dari kontaminan-kontaminan mikroba.



DAFTAR PUSTAKA
Ball, A.S. 1997. Bacterial Cell Culture : Essential Data. John Wiley & Sons, New York.
Buntuan, Velma. 2014. Gambaran Basil Tahan Asam (BTA) PositifPada Penderita Diagnosa Klinis Tuberkulosis ParuDi Rumah Sakit Islam Sitti Maryam ManadoPeriode Januari 2014 s/d Juni 2014. Jurnal e-Biomedik (eBM).Volume 2, Nomor 2: hlm. 593-596.
Daniel, Thomas M. 2006. The History of Tuberculosis.Respiratory Medicine. Vol.100: 1862–1870.
Dwidjoseputro. 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Malang: Djambatan.
Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah Tenaga Kesehatan Yang Sederajat. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Geo F. Brooks, Janet S. Butel, dan Stephen A. Morse. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika
Hiswani.2006. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat. Medan: USU
Jasaputra, Diana K., dkk. 2005. Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan Teknik PCR menggunakan “Primer X” dibandingkan dengan Pemeriksaan Mikroskopik (BTA) dan Kultur Sputum Penderita dengan Gejala Tuberkulosis Paru. JKM.Vol. 5, No1: 7-14.
Jawetz, Ernest. 1996. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Jakarta: EGC.
Jawetz, Melnick, Adelberg’s. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika.
Jutono, dkk. 1980. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM.
Kurniawati et al., 2005.Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen, dan fluorokrom sebagai Metode Pewarnaan Basil Tahan Asam untuk Pemeriksaan Mikroskopis Sputum. Makara Kesehatan. Vol 9, June 2005 : 29-33.
Kusharyati, Dra. Dyah Fitri. MP, dkk. 2015. Diktat Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Purwokerto : Kesehatan Masyarakat UNSOED
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raga Grafindo Persada.
Mudihardi, Paul dan Sainsbury, Diana. 2005. Dictionary of Microbiology and Molecular Biology MonRuw.
Mulyadi. 2006. Penatalaksanaan Tuberkulosis. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Volume 6 Nomor 3:155-161.
Saptawati, Leli, dkk. 2014. Evaluasi MetodeFastPlaqueTBTMUntuk Mendeteksi Mycobacteriumtuberculosis Pada Sputum Di Beberapa Unit Pelayanan Kesehatan Di Jakarta-Indonesia.Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Vol.8 Hlm.1-6
Sudoyono, Aru W, dkk. 1994. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Susanti, Diana. 2013.Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) Pada Sputum Penderita Batuk ≥ 2 Minggu Di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP. Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Jurnal e-CliniC (eCl). Volume 1, Nomor 1.
Syahrurachman, dkk. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: UI Press.
Thomas Dormandy (1999). The White Death: A History of Tuberculosis. ISBN 0-8147-1927-9 HB - ISBN 1-85285-332-8 PB

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 comments:

Post a Comment