Laporan Pemeriksaan Telur Cacing pada Feses (Metode Apung dan Modifikasi Harada Mori)



LAPORAN PRAKTIKUM
 MATA KULIAH PARASITOLOGI



Disusun oleh
SYIFA WARAS UTAMI
G1B014068

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2015
Pemeriksaan Telur Cacing Parasit pada Feses (Metode Apung dengan dan Tanpa Disentrifugasi serta Metode Modifikasi Harada Mori)

A. PENDAHULUAN

1.            Latar Belakang
            Salah satu masalah kesehatan penduduk di Indonesia yang berkaitan dengan masalah status social ekonomi penduduk yang insidennya masih tinggi adalah penyakit infeksi cacingan (Rehulina, 2005). Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan 800 juta – 1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700-900 juta terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi Trichuris. Prevalensi tertinggi ditemukan di negara-negara yang sedang berkembang. Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected diseases).
Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected diseases memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia anak dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian. (Sumanto, 2010)
Infeksi cacing yang prevalensinya ditentukan wilayah geografis yang bervariasi dapat juga sebagai penyebab penting defisiensi besi pada wanita usia reproduktif.Jumlah parasit yang besar dikaitkan dengan status besi pada ibu yang kurang dan pertumbuhan janin yang terhambat akibat kurangnya zat besi pada ibu. Walaupun cacingan diyakini jarang di sebagian populasi, kelompok-kelompok tertentu masih pada risiko yang tinggi, misalnya kelompok dengan rendahnya kebersihan pribadi dan rendahnya sanitasi lingkungan. (Brentlinger, dkk. 2003)
            Penyakit usus yang ditularkan melalui tanah atau sering disebut Soil Transmitted Helminths sering dijumpai pada anak sekolah dasar dimana pada usia ini anak masih sering kontak dengan tanah. (Depkes, 2001)
Penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi Soil Transmitted Helminth merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Infeksi kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena adanya kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia. Prevalensi infeksi kecacingan di Indonesia masih relatif tinggipada tahun 2006, yaitu sebesar 32,6 %, terutama pada golongan penduduk yangkurang mampu dari sisi ekonomi. Kelompok ekonomi lemah ini mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit kecacingan karena kurang adanya kemampuandalam menjaga higiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggalnya. (Sumanto, 2010)
            Infeksi kecacingan tergolong penyakit neglected disease yaitu infeksi yang kurang diperhatikan dan penyakitnya bersifat kronis tanpa menimbulkan gejala klinis yang jelas dan dampak yang ditimbulkannya baru terlihat dalam jangka panjang seperti kekurangan gizi, gangguan tumbuh kembang dan gangguan kognitif pada anak.1 Penyebabnya adalah Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Trichuris trichiura dan Strongyloides stercoralis. Selain itu infeksi kecacingan dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit penting lainnya seperti malaria, TBC, diare dan anemia (Winita, dkk, 2012).
   Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan. Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada gejala klinik kurang dapat dipastikan (Gandahusada, dkk, 2000).

2.       Tujuan Praktikum
1.      Mengetahui pemeriksaan feses dengan metode apung dengan disentrifugasi, metode apung tanpa disentrifugasi, serta metode modifikasi Harada Mori.
2.      Mengetahui adanya telur dan larva cacing parasit dalam sampel feses.
3.      Mendiagnosa infeksi cacing parasit dalam tubuh orang yang diperiksa fesesnya.      


B. METODE

1.       Metode Pemeriksaan
Metode Pemeriksaan yang digunakan sebagai berikut :
a.    Metode apung dengan dan tanpa disentrifugasi
b.    Metode harada mori

2.       Alat dan Bahan
1.    Pemeriksaan Dengan Metode Apung
a.    Tanpa Disentrifugasi
Alat     :
1.    Objek glass
2.    Cover glass
3.    Beker glass
4.    Mikroskop
5.    Tabung reaksi
6.    Rak tabung reaksi
7.    Jarum ose
8.    Penyaring the
9.    Lidi
Bahan :
1.         10 gram tinja
2.         200 ml larutan NaCl jenuh (33%)

b.    Dengan Disentrifugasi
Alat     :
1.      Objek glass
2.      Cover glass
3.      Mikroskop
4.      Tabung sentrifugasi
5.      Sentrifugator
6.      Beker glass
7.      Jarum Ose
8.      Penyaring teh
9.      Tabung reaksi
10.  Pengaduk
Bahan :
1.         10 gr tinja
2.         200 ml larutan NaCl jenuh (33%)

2.    Pemeriksaan Dengan Metode Harada Mori
Alat     :
1.      Tabung reaksi ukuran 18x180 mm atau 20x200 mm / kantung plastic ukuran 30x200 ml
2.      Mikroskop
3.      Kertas saring ukuran 3X15 cm
4.      Penjepit
5.      Lidi bamboo
6.      Rak tabung reaksi / tempat menggantung plastik
7.      Pensil berwarna/ Spidol
Bahan :
1.      Tinja
2.      Aquades steril

3.       Cara Kerja
1.      Pemeriksaan Dengan Metode Apung
a.    Tanpa Disentrifugasi
1.    10 gr tinja atau feses diambil lalu dicampur dengan 200 ml larutan NaCl jenuh (33%) kemudian diaduk sehingga larut. Bila terdapat serat – serat selulosa disaring terlebih dahulu dengan penyaring teh.
2.    Didiamkan selama 5-10 menit, kemudian dengan lidi diambil larutan permukaan dan diletakkan di atas gelas objek, kemudian ditutup dengan cover glass. Diperiksa di bawah mikroskop.
3.    Dituangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh, yaitu rata dengan permukaan tabung, didiamkan selama 5-10 menit dan ditutup/diletakkan gelas objek dan segera angkat. Selanjutnya diletakkan di atas gelas preparat dengan cairan berada di antara gelas preparat dan gelas penutup, kemudian diperiksa di bawah mikroskop.

b.    Dengan Disentrifugasi
1.    Campuran tinja dan NaCl jenuh seperti diatas kemudian disaring dengan penyaring teh dan dituangkan ke dalam tabung sentrifugasi.
2.    Tabung tersebut diputar pada alat sentrifugasi selama 5 menit dengan putaran 10 X tiap menit.
3.    Dengan ose atau cover glass, diambil larutan bagian permukaan dan ditaruh pada objek, ditutup dengan gelas  penutup kemudian diperiksa dibawah mikroskop.

2.      Pemeriksaan Dengan Metode Harada Mori
1.      Tabung reaksi/plastik diisi aquades steril ± 5 ml.
2.      Dengan lidi tinja dioleskan pada kertas saring sampai mengisi sepertiga bagian tengahnya.
3.      Kemudian kertas saring dimasukkan dalam tabung reaksi/plastik tersebut diatas. Caranya dilipat membujur dengan ujung kertas menyentuh permukaan aquades dan tinja jangan sampai tercelup aquades lalu tutup plastik dengan penjepit.
4.      Nama penderita, tanggal penamaan dan kelompok ditulis.
5.      Disimpan pada suhu kamar selama 3 – 7 hari.

C. HASIL
1.            Hasil
Pada pemeriksaan feses ini, sebelumnya telah diambil sampel feses dari anak dengan identitas sebagai berikut:
nama responden   : Luna Puteri Kirana
umur responden   : 8 tahun
nama ayah/ibu      : Bamungkas Dwi Purnomo
kelas                     : 3
sekolah                 : SDN 1 Karangwangkal
alamat rumah        : Desa Karangwangkal RT 02/02 Kel. Karangwangkal, Kec. Purwokerto Utara
Metode
Hasil Pengamatan
Nama Cacing
Telur (+/-)
Apung dengan sentrifugasi
Ascaris lumbricoides
-
Trichuris trichiura
-
Cacing tambang
-
Strongyloides stercoralis
-
Apung tanpa sentrifugasi
Ascaris lumbricoides
-
Trichuris trichiura
-
Cacing tambang
-
Strongyloides stercoralis
-
Harada Mori
Trichuris trichiura
-
Cacing tambang
-
Strongyloides stercoralis
-
Dari percobaan dengan menggunakan metode apung dengan dan tanpa sentrifugasi seperti pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan di bawah mikroskop menunjukkan hasil negatif. Hal ini berdasarkan pengamatan di bawah mikroskop yang tidak ditemukan adanya telur cacing pada feses yang telah diperiksa. Hasil dari kuesioner perilaku anak yang diperiksa fesesnya menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat sehingga kemungkinan terjadi infeksi cacing pada anak tersebut kecil.
   Sedangkan dari percobaan dengan menggunakan metode Harada Mori dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan di bawah mikroskop juga menunjukkan hasil negatif. Hal ini berdasarkan pengamatan di bawah mikroskop yang tidak ditemukan adanya larva cacing pada feses yang telah diperiksa. Hasil dari kuesioner perilaku anak yang diperiksa fesesnya menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat sehingga kemungkinan terjadi infeksi cacing pada anak tersebut kecil. Hal lain yang mempengaruhi sampel feses negatif adalah kertas saring yang terlalu masuk ke air, sehingga air terlalu banyak terserap oleh kertas saring dan menyebabkan sampel yang diamati tidak cukup.



D. PEMBAHASAN

            Pada praktikum ini, pemeriksaan cacing pada sampel feses menggunakan teknik sebagai berikut:
1.    Pemeriksaan dengan metode apung
Pemeriksaan telur cacing dengan metode apung, ada 2 cara yaitu metode apung dengan disentrifugasi dan tanpa disentrifugasi. Pemeriksaan dengan menggunakan metode ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi tinja yang mempunyai sedikit telur. Cara identifikasinya yaitu dengan membedakan berat jenis telur dengan kotoran pada tinja. Pada dasarnya penggunaan NaCl jenuh (33 %) dimaksudkan agar telur – telur cacing dapat terapung ke permukaan larutan karena berat jenis telur lebih ringan dari kotoran yang lainnya.
            a. Metode apung dengan disentrifugasi
·         Tujuan dari metode apung dengan disentrifugasi adalah mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi ringan.
·         Kelebihan dari metode apung dengan disentrifugasi adalah dapat di gunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terlihat jelas.
·         Kekurangan dari metode apung dengan disentrifugasi adalah memerlukan waktu yang lama, memerlukan ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi.
            b. Metode apung tanpa disentrifugasi
·         Tujuan dari metode apung tanpa disentrifugasi adalah mengetahui adanya telur cacing parasit usus Nematoda, Schistosoma, Dibothriocephalus, telur yang berpori-pori dari famili Tainidae, telur-telur Acanthocephala ataupun telur Ascaris yang infertil untuk infeksi ringan.
·         Kelebihan dari metode apung tanpa disentrifugasi adalah Dapat di gunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terlihat jelas.
·         Kekurangan dari metode apung tanpa disentrifugasi adalah Penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu yang lama, perlu ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi.
2. Metode Modifikasi Harada Mori
Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan larva cacing A. Duodenale, N americanus, Strongyloides stercoralis dan Trichostrongylus yang didapatkan dari feses penderita. Pemeriksaan dengan menggunakan metode ini yaitu untuk mengidentifikasi larva cacing parasit, telur yang dieramkan selama ± 7 hari, akan memungkinkan terjadinya penetasan terhadap telur tersebut. Penggunaan media aquades disini berfungsi untuk menciptakan suatu suasana yang lembab, sehingga pada daerah atau suasana tersebut telur cacing akan menetas dan larva (larva infektif) ini akan teridentifikasi pada aquades di bawahnya.
·         Tujuan dari metode modifikasi Harada Mori adalah mengidentifikasi larva jenis cacing tambang yaitu : Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Strongyloides stercolaris
·         Kelebihan dari metode modifikasi Harada Mori adalah lebih mudah diamati karena hanya untuk mengidentifikasi larva infektif mengingat bentuk larva jauh lebih besar di bandingkan dengan telur.
·         Kekurangan dari metode modifikasi Harada Mori adalah dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing tambang, waktu yang dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang banyak.
Faktor faktor yang menyebabkan masih tingginya infeksi cacing adalah rendahnya tingkat sanitasi pribadi (perilaku hidup bersih sehat) seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar (BAB), kebersihan kuku, perilaku jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol, perilaku BAB tidak di WC yang menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh feses yang mengandung telur cacing serta ketersediaan sumber air bersih. (Winita, 2012)
Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorpsi), dan metabolisme makanan. Secara kumulatif infeksi cacinganan dapat menimbulkan kurangan gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak. Khusus anak usia sekolah, keadaan ini akan berakibat buruk pada kemampuannya dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Sehubungan dengan tingginya angka prevalensi infeksi cacingan, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi, yaitu pada daerah iklim tropik, yang merupakan tempat ideal bagi perkembangan telur cacing, perilaku yang kurang sehat seperti buang air besar di sembarang tempat, bermain tanpa menggunakan alas kaki, sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, mencuci tangan, kebersihan kuku, pendidikan dan perilaku individu, sanitasi makanan dan sanitasi sumber air (Andrauni dkk, 2012).
   Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap responden, responden mempunyai kebiasaan personal hygiene yang baik. Kebiasaan personal hygiene yang dilakukan responden antara lain responden memakai alas kaki ketika beraktivitas di luar rumah, responden selalu membersihkan diri setelah bermain di luar rumah, responden selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, responden tidak suka memakan lalapan atau sayuran mentah, responden selalu mencuci tangan setelah buang air besar, responden rutin mengonsumsi obat cacing 6 bulan sekali, responden tidak suka mengambil kembali makanan yang sudah terjatuh, responden tidak sering bermain tanah. Menurut pendapat (Sajimin, 2000) penyebaran penyakit cacingan paling banyak ditemukan di daerah dengan kelembaban tinggi yaitu pada kelompok yang personal hygienenya kurang baik. Sedangkan menurut (Staf Pengajar UI, 2009) pada manusia, penyakit cacingan dapat dihindari dengan melaksanakan prinsip-prinsip kesehatan lingkungan yang baik, seperti menjaga kebersihan pribadi (personal hygiene), mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, tidak mengonsumsi daging yang kurang matang dan sayuran mentah, mengonsumsi obat cacing dengan rutin, menghindari kontak dengan tanah, dll.
Faktor sanitasi lingkungan juga mempunyai peranan dalam hal penularan penyakit cacingan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap responden, responden mempunyai sanitasi lingkungan yang baik. Hal ini ditunjukkan observasi lingkungan tempat responden tinggal dengan diperoleh data bahwa responden mempunyai WC di dalam rumah, di lingkungan tempat responden tinggal tidak terdapat hewan ternak, responden mempunyai sabun cuci tangan di rumah, lantai rumah responden terbuat daru keramik, dan responden mempunyai ketersediaan air bersih. Menurut (Entjang, 2003) penyebaran telur cacing yang keluar bersama feses penderita tidak hanya berkaitan dengan cuaca, suhu, dan kelembaban udara, tetapi juga berkaitan dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Peningkatan penyebaran penyakit cacingan diakibatkan oleh penggunaan pupuk dengan feses, rendahnya tingkat sanitasi lingkungan, dan buruknya persediaan air di rumah.



E. KESIMPULAN

1.      Metode yang digunakan dalam pemeriksaan telur cacing dan larva cacing pada tinja yaitu dengan metode apung dengan disentrifugasi dan tanpa disentrifugasi serta metode harada mori.
2.      Setiap metode pemeriksaan telur cacing dan larva cacing memiliki tujuan, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.
3.      Hasil pemeriksaan dengan metode apung dengan disentrifugasi dan tanpa disentrifugasi  adalah negatif karena tidak ditemukan adanya telur cacing.
4.      Hasil pemeriksaan dengan metode Harada Mori adalah negatif karena tidak ditemukan larva cacing.


Daftar Pustaka

Andrauni, Adisti., dkk. 2012. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Infeksi Cacingan pada Anak di SDN 01 Pasirlangu Cisarua. Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran dan Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Brentlinger, P.E, Capps, L, Denson, M. 2003. Hookworm Infection and Anemia in Adult Women in Rural Chiapas Mexico. Salud pública de méxico, vol.45, no.2.
Departemen Kesehatan RI. 2001. Indonesia Sehat 2010. http://www.perpustakaan.depkes.go.id (diakses pada 10 Juni 2015)
Entjang, Indah. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Gandahusada,S.W .Pribadi dan D.I. Heryy.2000. Parasitologi Kedokteran. Fakultas kedokteran UI : Jakarta
Rehulina. 2005. Infeksi Parasit Cacingan. http://pdpersi.co.id (diakses pada 10 Juni 2015)
Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sajimin, T. 2000. Gambaran Epidemiologi Kejadian Kecacingan Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Jurnal Epidemiologi Indonesia. Vol 4, hal 1-26.
Sumanto, Didik. 2010. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak Sekolah. Semarang: Universitas Diponegoro.
WHO. 2006. Soil Transmitted Helminths. http://www.who.int/intestinal_worms/en/ (diakses pada 11 Juni 2015)
Winita, Rawina, dkk. 2012. Upaya Pemberantasan  Kecacingan Di Sekolah  Dasar. Makara, Kesehatan, Vol. 16, NO. 2: 65-7.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 comments:

Post a Comment