TUGAS
TERSTRUKTUR
MATA
KULIAH HUKUM DAN ETIKA KESEHATAN
PEMBENTUKAN
KELUARGA SAKINAH PADA PASUTRI
Disusun oleh:
Kelas : A
Kelompok : 6
Anggota : 1. Mayassisca G1B014048
2. Dwi Aisanti P. G1B014049
3. Anissaa Latifaa Nur Jannah G1B014050
4. Irma Khairunnisa G1B014065
5. Syifa Waras Utami G1B014068
KEMENTERIAN
RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
JURUSAN
KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2015
Kata
Pengantar
Segala puji
bagi Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan
rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas ini.
Dalam penyusunan tugas atau
materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan
bimbingan Allah swt, dosen mata kuliah Hukum dan Etika Kesehatan, orang tua,
dan teman-teman sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi.
Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Hukum dan Etika Kesehatan dan agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang pembentukan keluarga sakinah pada pasutri yang telah
disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, dan referensi.
Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada
pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada dosen mata kuliah Hukum dan Etika
Kesehatan, kami meminta masukan demi perbaikan
pembuatan makalah di masa yang akan datang
dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Purwokerto, 20 Mei 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagai
makhluk biologis manusia memiliki kebutuhan vital untuk makan, minum, istirahat
dan seks yang tidak dapat ditinggalkan. Untuk pemenuhan ini manusia memiliki
kemampuan untuk memilih. Manusia bertingkah laku untuk memenuhi kebutuhan
biologisnya, karena merupakan faktor pendorong yang penting dalam kehidupan
perkawinan seperti keinginan untuk memiliki keturunan, dan memenuhi kebutuhan
seksualnya. Dalam perkawinan selain memenuhi kebutuhan
biologisnya manusia juga membutuhkan kasih sayang dari orang lain, sehingga
dalam memenuhi kebutuhanya tersebut manusia harus berinteraksi dengan sesama
manusia lain..
Cinta sangat memerlukan
keterbukaan diri antar pasangan, apalagi pasangan suami-istri yang yang
mengarungi perkawinan dengan komitmen. Noller dan Fitz Pattrick (1993)
mengaitkan keterbukaan diri dengan hubungan suami-istri, bahwa keterbukaan diri
adalah bagian dari kemesraan hubungan antara suami dan istri karena dalam
hubungan yang mesra pasangan dapat menerima pengakuan diri pasanganya dan
memberikan tanggapan yang hangat dan simpatik pada pasanganya. Keterbukaan diri
tidak hanya terbuka pada perasaan-perasaan positif saja tetapi juga perasaan
negatif. Permasalahannya di sini adalah dalam perkawinan tidak semua pasangan
suami-istri memiliki komitmen yang kuat. Akibatnya akan menimbulkan persoalan
atau konflik dalam kehidupan pasangan tersebut bahkan lebih parah akan
menimbulkan perceraian.
Cinta
dan segala apapun yang mendasari utuhnya hidup rumah tangga tidak lagi
hanya mawaddah tapi juga selalu diiringi rasa rahmah yang
jalannya searah dengan pencarian ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
penyempurnaan agama yang separuhnya sudah dipenuhi karena terjalinnya sebuah
pernikahan antara kedua insan. Oleh karena itu,
keluarga sakinah diperlukan untuk menghidupkan suasana yang
lama terasa hambar dalam pernikahan, membangkitkan cinta yang tadinya sudah
layu, membasahi hati yang sudah menjadi kering, menuai keharmonisan demi
keharmonisan di tiap atmosfer para penghuni rumah tangganya.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dirumuskan dalam
pembahasan Pembentukan Keluarga Sakinah pada Pasutri antara lain:
1.
Apa konsep dasar Perkawinan/Pernikahan?
2. Apa dasar hukum perkawinan?
3. Apa tujuan
perkawinan?
4. Apa manfaat
perkawinan?
5.
Apa pengertian dari keluarga?
6. Apa pengertian dari
sakinah?
7. Bagaimana
kriteria umum keluarga sakinah?
8. Apa saja ciri-ciri
keluarga sakinah?
9. Bagaimana
faktor-faktor pembentukan
keluarga sakinah?
10. Bagaimana kiat-kiat membangun keluarga
sakinah?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembahasan Pembentukan
Keluarga Sakinah pada Pasutri antara lain:
1. Mengetahui konsep
dasar perkawinan/pernikahan.
2. Mengetahui dasar hukum
perkawinan.
3. Mengetahui tujuan
perkawinan.
4. Mengetahui manfaat
perkawinan.
5. Mengetahui pengertian
dari keluarga.
6. Mengetahui pengertian
dari sakinah.
7. Mengetahui kriteria
umum keluarga sakinah.
8.
Mengetahui ciri-ciri keluarga sakinah
9.
Mengetahui faktor-faktor pembentukan
keluarga sakinah
10. Mengetahui kiat-kiat membangun keluarga sakinah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Perkawinan/Pernikahan
Hukum
keluarga dalam masyarakat muslim kontemporer, baik di negara-negara muslim
maupun negara-negara yang penduduknya beragama Islam, sangat menarik untuk
dikaji, sebab, di dalam hukum keluarga Islam terdapat jiwa wahyu Ilahi dan
sunnah Rasulullah atau dalam qanun (perundang-undangan)-Nya senantiasa
dilandaskan pada firman Allah SWT. (Al-Qur’an) dan sabda Rasulullah (Hadits).
Keluarga
sakinah merupakan dambaan sekaligus harapan bahkan tujuan insan, baik yang akan
ataupun yang tengah membangun rumah tangga. Sehingga tidaklah mengherankan,
jika di kota-kota besar pada sekarang ini membincangkan konsep keluarga sakinah
merupakan kajian yang menarik dan banyak diminati oleh masyarakat. Sehingga
penyajiannya pun beragam bentuk; mulai dari sebuah diskusi kecil, seminar, dan
lokakarya hingga privat. Terlepas apakah masalah keluarga sakinah ini menarik
atau tidak menarik untuk dikaji, namun yang pasti membentuk keluarga sakinah
sangat penting dan bahkan merupakan tujuan yang dicapai bagi setiap orang yang
akan membina rumah tangga, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat
21: Islam menginginkan pasangan suami isteri yang telah atau akan membina suatu
rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng. Terjalin
keharmonisan di antara suami isteri yang saling mengasihi dan menyayangi itu
sehingga masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangganya. Ada tiga kunci
yang disampaikan Allah SWT dalam ayat tersebut, dikaitkan dengan kehidupan
rumah tangga yang ideal menurut Islam, yaitu: 1) Sakinah (as-sakinah),
2) Mawadah (al-mawaddah), dan 3) Rahmah (ar-rahmah).
Sehingga
ungkapan Rasulullah SAW “Baitii jannatii”, rumahku adalah surgaku,
merupakan ungkapan tepat tentang bangunan rumah tangga atau keluarga ideal.
Dimana dalam pembangunannya mesti dilandasi fondasi kokoh berupa Iman,
kelengkapan bangunan dengan Islam, dan pengisian ruang kehidupannya dengan
Ihsan, tanpa mengurangi kehirauan kepada tuntutan kebutuhan hidup sebagaimana layaknya
manusia tak lepas dari hajat keduniaan, baik yang bersifat kebendaan maupun
bukan.
2.2
Dasar Hukum Perkawinan
1. UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Pasal
1
Perkawinan
ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
Pasal
2
(1).
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu.
(2).
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
3
(1). Pada
azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang
isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
(2).
Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.
Pasal
4
(1). Dalam
hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam
Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada
Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2).
Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada
seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
a. isteri
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri
mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri
tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal
5
(1). Untuk
dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. adanya
persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya
kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri
dan anak-anak mereka;
c. adanya
jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak
mereka.
(2).
Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi
seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai
persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila
tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau
karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.
2.
Al-Quran Surat An Nur Ayat
32
وَ أَنْكِحُوا
الْأَيامى مِنْكُمْ وَ الصَّالِحينَ مِنْ عِبادِكُمْ وَ إِمائِكُمْ إِنْ
يَكُونُوا فُقَراءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَ اللهُ واسِعٌ عَليمٌ
(32) Dan kawinlah laki-laki dan perempuan yang janda di antara kamu, dan budak-budak laki-laki dan perempuan yang patut buat berkawin. Walaupun mereka miskin, namun Allah akan memampukan dengan kurniaNya karena Tuhan Allah itu adalah Maha Luas pemberianNya, lagi Maha Mengetahui (akan nasib dan kehendak hambaNya).
(32) Dan kawinlah laki-laki dan perempuan yang janda di antara kamu, dan budak-budak laki-laki dan perempuan yang patut buat berkawin. Walaupun mereka miskin, namun Allah akan memampukan dengan kurniaNya karena Tuhan Allah itu adalah Maha Luas pemberianNya, lagi Maha Mengetahui (akan nasib dan kehendak hambaNya).
Sebagaimana
telah diketahui sejak dari permulaan Surat an-Nur ini, nyatalah bahwa peraturan
yang tertera di dalamnya hendak membentuk suatu masyarakat Islam yang gemah
ripah, adil dan makmur, loh jinawi. Keamanan dalam rohani clan jasmani dan
dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga ada peraturan memasuki rumah, ada
peraturan memakai pakaian yang bersumber dari kesopanan iman. Maka di dalam
ayat yang selanjutnya ini terdapat pula peraturan yang amat penting dalam
rnasyarakat Islam, yaitu yang dijelaskan dalam ayat 32 tersebut di atas.
Hendaklah laki-laki yang tidak beristeri dan perempuan yang tidak bersuami,
baik masih bujangan dan gadis ataupun telah duda dan janda, karena bercerai
atau karena kematian salah satu suami atau isteri, hendaklah segera dicarikan
jodohnya.
Apabila kita renungkan ayat ini baik-baik jelaslah bahwa soal mengawinkan yang belum beristeri atau bersuami bukanlah lagi semata-mata urusan peribadi dari yang bersangkutan, atau urusan "rumahtangga" dari orang tua kedua orang yang bersangkutan saja, tetapi menjadi urusan pula dari jamaah Islamiah, tegasnya masyarakat Islam yang mengelilingi orang itu.
Apabila kita renungkan ayat ini baik-baik jelaslah bahwa soal mengawinkan yang belum beristeri atau bersuami bukanlah lagi semata-mata urusan peribadi dari yang bersangkutan, atau urusan "rumahtangga" dari orang tua kedua orang yang bersangkutan saja, tetapi menjadi urusan pula dari jamaah Islamiah, tegasnya masyarakat Islam yang mengelilingi orang itu.
3. Al-Quran Surat Ar Rum Ayat 21
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (21)
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS.
30:21)
Manusia mengetahui bahwa mereka mempunyai perasaan-perasaan tertentu terhadap jenis yang lain. Perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran itu ditimbulkan oleh daya tarik yang ada pada masing-masing mereka, yang menjadikan yang satu tertarik kepada yang lain, sehingga antara kedua jenis pria dan wanita itu terjalin hubungan yang wajar. Mereka melangkah maju dan bergiat agar perasaan-perasaan itu dan kecenderungan-kecenderungan antara laki-laki dan wanita itu tercapai. Puncak dari semuanya itu ialah terjadinya perkaw nan antara laki-laki dan perempuan itu. Dalam keadaan demikian bagi laki-laki hanya istrinya itulah wanita yang paling cantik dan baik, sedang bagi wanita itu, hanya suaminyalah laki-laki yang menarik hatinya. Masing-masing mereka merasa tenteram hatinya dengan ada pihak yang lain itu. Semuanya ini merupakan modal yang paling berharga dalam membina rumah tangga bahagia.
Dengan adanya rumah tangga yang
berbahagia jiwa dan pikiran menjadi tenteram, tubuh dan hati mereka menjadi
tenang serta kehidupan dan penghidupan menjadi mantap, kegairahan hidup akan
timbul, dan ketenteraman bagi laki-laki dan wanita secara menyeluruh akan
tercapai. Khusus mengenai kata-kata "mawaddah"
(rasa kasih) dan "rahmah" (sayang), Mujahid dan Ikrimah berpendapat
bahwa yang pertama adalah sebagai ganti dari kata "nikah"
(bersetubuh, bersenggama) dan yang kedua sebagai kata ganti "anak".
Jadi menurut Mujahid dan Ikrimah, maksud perkataan Tuhan: "Bahwa Dia
menjadikan antara suami dan istri rasa kasih sayang ialah adanya perkawinan
sebagai yang disyariatkan Tuhan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita
dari jenisnya sendiri, yaitu jenis manusia, akan terjadilah persenggamaan yang
menyebabkan adanya anak-anak dan keturunan. Persenggamaan adalah merupakan
suatu keharusan dalam kehidupan manusia, sebegaimana adanya anak-anak adalah
merupakan suatu keharusan yang umum pula. Ada yang berpendapat bahwa:
"mawaddah" bagi anak muda, dan "rahmah" bagi orang tua.
Sehubungan dengan mawaddah itu Allah mengutuk kaum Lut yang melampiaskan
nafsunya dengan melakukan homosex, dan meninggalkan istri-istri mereka yang
seharusnya kepada istri-istri itulah mereka melimpahkan rasa kasih sayang dan
dengan merekalah seharusnya bersenggama.
2.3
Tujuan Perkawinan
Tujuan dilakukannya perkawinan antara lain:
- Untuk Membentengi Akhlak Yang Mulia
- Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
- Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
- Untuk Meningkatkan Ibadah kepada Allah.
- Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
2.4 Manfaat Perkawinan
- Dapat menundukkan pandangan.
- Akan terjaga kehormatan
- Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
- Akan ditolong dan dimudahkan oleh Allah.
- Dapat menjaga syahwat, yang merupakan salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam surga.
- Mendatangkan ketenangan dalam hidup.
- Akan mendapatkan keturunan yang shalih.
- Menikah dapat menjadi sebab peningkatan jumlah ummat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
- Akan terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
2.5
Pengertian Keluarga
Berbagai definisi mengenai keluarga telah dikemukakan oleh para
ilmuwan maupun lembaga, yang memberikan gambaran betapa pentingnya arti sebuah
keluarga.
Duvall dan Logan ( 1986 ) mendefinisikan Keluarga dengan sekumpulan orangdengan ikatan perkawinan,
kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap
anggota keluarga.
Bailon dan Maglaya ( 1978 ) mendefinisan Keluarga dengan pengertian dua atau
lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya
hubungan darah,perkawinan,
atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran
masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. DepartemenKesehatan RI ( 1988 )
mendefinisikan Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat di tarik suatu
kesimpulan, bahwa yang disebut keluarga adalah berkumpulnya dua individu atau
lebih yang diikat oleh tali pernikahan dalam upaya melestarikan kehidupan. Adapun karakteristik-karakteristik dari
sebuah keluarga adalah sebagai berikut:
1. Terdiri dari dua atau lebih individu
yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi;
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama
atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain;
3. Anggota keluarga berinteraksi satu
sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial antara lain suami, istri, anak, kakak dan adik;
4. Mempunyai tujuan yaitumenciptakan dan mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
2.6
Pengertian Sakinah
Secara
harfiyah (etimologi) sakinah diartikan ketenangan, ketentraman dan kedamaian jiwa.
Kata ini dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak enam kali dalam ayat-ayat tersebut
dijelaskan bahwa sakinah itu didatangkan Allah SWT ke dalam hati para nabi dan
orang-orang yang beriman. Ali bin Muhammad Al-Jurjani mendefinisikan sakinah
adalah adanya ketentraman dalam hati pada saat datangnya sesuatu yang tidak
terduga, dibarengi satu nur (cahaya) dalam hati yang memberi ketenangan dan
ketentraman. Adapun menurut Muhammad Rasyid Ridha bahwa sakinah adalah sikap
jiwa yang timbul dari suasana ketenangan dan merupakan lawan dari kegoncangan
bathin dan ketakutan.
Ulama
tafsir menyatakan bahwa sakinah dalam ayat tersebut adalah suasana damai yang
melingkupi rumah tangga dimana masing-masing pihak (suami-isteri) menjalankan
perintah Allah SWT dengan tekun, saling menghormati, dan saling toleransi. Dari
suasana as-sakinah tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan menyayangi
(al-mawaddah), sehingga rasa bertanggung jawab kedua belah pihak semakin
tinggi.
Pengambilan kata sakinah yang ditujukan
pada tujuan pernikahan di dalam islam, diambil dari ayat ke 21 dari al-Qur’an
Surat al-Rum yang artinya:
”dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.”
Dalam ayat tersebut di atas ada kalimat “
litaskunuu ilaiha”., yang dalam terjemah bahasa Indonesia lebih diartikan
dengan “ supaya kamu cenderung dan tentram kepadanya”. Kalimat “litaskunuu” ini
lah, yang kemudian membentuk kata sakinah.
Di dalam bahasa Arab, kata-kata sakinah
berasal dari kata-kata “ sakana – yaskunu – sukunun – sakinatun “, dimana di
dalamnya terkandung makna “ tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap
dan memperoleh pembelaan.
Dari dua definisi di atas yakni tentang
keluarga dan sakinah, maka dapatlah kita definisikan bahwa keluarga sakinah itu
adalah berkumpulnya dua
individu atau lebih yang diikat oleh tali pernikahan dalam upaya melestarikan
kehidupan dimana dalamnya terdapat interaksi yang melahirkan ketenangan, rasa
aman, kemantapan baik ekonomi, fisik, maupun psikis, saling menghormati, saling
mengasihi dan menyayangi, serta saling membela satu sama lain.
Keluarga sakinah merupakan kondisi keluarga
yang sangat ideal dalam menjalani kehidupannya, dimana keluarga yang ideal
seperti ini sangat jarang adanya. Namun sekalipun sangat jarang keberadaannya,
bukan berarti tidak dapat diwujudkan, hanya saja dalam upaya mewujudkannya
diperlukan pengorbanan yang sangat besar dan sangat panjang, baik pengorbanan
waktu, materi, ilmu dan lain-lain.
2.7 Kriteria Umum Keluarga Sakinah
Dalam
Program Pembinaan Gerakan keluarga sakinah disusun kriteria-kriteria umum
keluarga sakinah yang terdiri dari Keluarga Pra Sakinah, Keluarga Sakinah I,
Keluarga Sakinah II, Keluarga Sakinah III, dan Keluarga Sakinah III Plus yang
dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Uraian
masing-masing kriteria sebagai berikut :
1.
Keluarga Pra Sakinah : yaitu keluarga-keluarga yang dibentuk bukan melalui
ketentuan perkawinan yang syah, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar spiritual
dan material (basic need) secara minimal, seperti keimanan, shalat, zakat
fitrah, puasa, sandang, pangan, papan dan kesehatan.
2.
Keluarga Sakinah I : yaitu keluarga- keluarga yang dibangun atas perkawinan
yang syah dan telah dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan material secara
minimal tetapi masih belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya
seperti kebutuhan akan pendidikan, bimbingan keagamaan dan keluarganya,
mengikuti interaksi sosial keagamaan dengan lingkungannya.
3.
Keluarga Sakinah II : yaitu keluarga-keluarga yang dibangun atas perkawinan yang
syah dan di samping telah dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya juga telah
mampu memahami pentingnya pelaksanaan ajaran agama serta bimbingan keagamaan
dalam keluarga serta mampu mengadakan interaksi sosial keagamaan dengan
lingkungannya, tetapi belum mampu menghayati serta mengembangkan nilai-nilai
keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah, infaq, zakat, amal jariyah menabung
dan sebagainya.
4.
Keluarga Sakinah III : yaitu keluarga-keluarga yang dapat memenuhi seluruh
kebutuhan keimanan, ketaqwaan, akhlakul karimah sosial psikologis, dan
pengembangan keluarganya tetapi belum mampu menjadi suri tauladan bagi
lingkungannya.
5.
Keluarga Sakinah III Plus : yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi
seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah secara sempurna,
kebutuhan sosial psikologis, dan pengembangannya serta dapat menjadi suri
tauladan bagi lingkungannya.
Untuk
mengukur keberhasilan program keluarga sakinah tersebut ditentukan tolok ukur
umum masing-masing tingkatan . Tolok ukur ini juga dapat dikembangkan sesuai
situasi dan kondisi di sekitarnya. Adapun tolok ukur umum tersebut adalah
sebagai berikut :
I.
Keluarga Pra Sakinah
a.
Keluarga yang dibentuk melalui perkawinan yang tidak syah
b.
Tidak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
c.
Tidak memiliki dasar keimanan
d.
Tidak melakukan shalat wajib
e.
Tidak mengeluarkan zakat fitrah
f.
Tidak menjalankan puasa wajib
g.
Tidak tamat SD, dan tidak dapat baca tulis
h.
Termasuk kategori fakir dan atau miskin
i.
Berbuat asusila
j.
Terlibat perkara-perkara criminal
II.
Keluarga Sakinah I
a. Perkawinan sesuai dengan peraturan
syariat dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
b. Keluarga memiliki surat nikah atau
bukti lain, sebagai bukti perkawinan yang syah
c. Mempunyai Perangkat shalat, sebagai
bukti melaksanakan shalat wajib dan dasar keimanan
d. Terpenuhi kebutuhan makanan pokok,
sebagai tanda bukan tergolong fakir dan miskin
e. Masih sering meninggalkan shalat
f. Jika sakit sering pergi ke dukun
g. Percaya terhadap takhayul
h. Tidak datang di pengajian atau
majelis taklim
i. Rata-rata keluarga tamat atau
memiliki ijazah SD
III.
Keluarga Sakinah II
Selain
memiliki kriteria Keluarga Sakinah I, keluarga tersebut hendaknya :
a. Tidak terjadi perceraian, kecuali
sebab kematian atau hal sejenis lainnya yang mengharuskan terjadinya perceraian
itu
b. Penghasilan keluarga melebihi
kebutuhan pokok, sehingga bisa menabung
c. Rata-rata keluarga memiliki ijazah
SLTP
d. Memiliki rumah sendiri meskipun
sederhana
e. Keluarga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan
dan sosial keagamaan
f. Mampu memenuhi standar makanan yang
sehat serta memenuhi empat sehat lima sempurna
g. Tidak terlibat perkara kriminal,
judi, mabuk, prostitusi dan perbuatan amoral lainnya.
IV.
Keluarga Sakinah III
a. Aktif dalam upaya meningkatkan
kegiatan dan gairah keagamaan di masjid-masjid maupun dalam keluarga
b. Keluarga aktif dalam pengurus
kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan
c. Aktif memberikan dorongan dan
motifasi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta kesehatan masyarakat
pada umumnya
d. Rata-rata keluarga memiliki ijazah
SMA ke atas
e. Mengeluarkan zakat, infaq, shadaqah,
dan wakaf senantiasa menigkat
f. Meningkatkan pengeluaran qurban
g. Melaksanakan ibadah haji secara baik
dan benar, sesuai tuntunan agama dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
V.
Keluarga Sakinah III Plus
a. Keluarga yang telah melaksanakan
ibadah haji dan dapat memenuhi kriteria haji yang mabrur
b. Menjadi tokoh agama, tokoh masyaraat
dan tokoh organisasi yang dicintai oleh masyarakat dan keluarganya
c. Mengeluarkan zakat, infaq, shadaqah,
jariyah, wakaf meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif
d. Meningkatkan kemampuan keluarga dan
masyarakat sekelilingnya dalam memenuhi ajaran agama e. Keluarga mampu
mengembangkan ajaran agama
f. Rata-rata anggota keluarga memiliki
ijazah sarjana
g. Nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan
akhlakul karimah tertanam dalam kehidupan pribadi dan keluarganya
h. Tumbuh berkembang perasaan cinta
kasih sayang secara selaras, serasi dan seimbang dalam anggota keluarga dan
lingkungannya
i. Mampu menjadi suri tauladan
masyarakat sekitarnya
2.8
Ciri-Ciri Keluarga Sakinah
1. Menurut
hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada lima, yaitu:
a. Memiliki
kecenderungan kepada agama.
b. Yang
muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda.
c. Sederhana
dalam belanja.
d. Santun
dalam bergaul.
e. Selalu
introspeksi.
Dalam hadis Nabi juga
disebutkan bahwa: ada “empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan
kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mar’i)”, yakni:
a. Suami/isteri
yang setia (saleh/salehah).
b. Anak-anak
yang berbakti.
c. Lingkungan
sosial yang sehat.
d. Dekat
rizkinya.
2. Hubungan
antara suami-isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan
yang dipakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187).
Fungsi pakaian ada tiga, yaitu:
a) Menutup
aurat.
b) Melindungi
diri dari panas-dingin.
c) Perhiasan.
Suami terhadap isteri dan
sebaliknya harus memfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri
mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain,
begitu juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau
membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil
membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan
terbalik jika saat keluar rumah istri atau suami tampil menarik agar dilihat
orang banyak. Sedangkan giliran ada di rumah suami atau istri berpakaian seadanya,
tidak menarik, awut-awutan, sehingga pasangannya tidak menaruh simpati
sedikitpun padanya. Suami-isteri saling menjaga penampilan pada masing-masing
pasangannya.
3. Suami
isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma`ruf),
tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19).
Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan
nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami-isteri yang
berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya.
4 Suami istri secara
tulus menjalankan masing-masing kewajibannya dengan didasari keyakinan bahwa
menjalankan kewajiban itu merupakan perintah Allah SWT yang dalam
menjalankannya harus tulus ikhlas. Suami menjaga hak istri dan istri menjaga
hak-hak suami. Dari sini muncul saling menghargai, mempercayai, setia, dan
keduanya terjalin kerjasama untuk mencapai kebaikan di dunia ini
sebanyak-banyaknya melalui ikatan rumah tangga. Suami menunaikan kewajiabannya
sebagai suami karena mengharap ridho Allah. Dengan menjalankan kewajiban inilah
suami berharap agar amalnya menjadi berpahala di sisi Allah SWT. Sedangkan
isteri, menunaikan kewajiban sebagai isteri seperti melayani suami, mendidik
anak-anak, dan lain sebagainya juga berniat semata-mata karena Allah SWT.
Kewajiban yang dilakukannya itu diyakini sebagai perintah Allah, tidak
memandang karena cintanya kepada suami semata, tetapi di balik itu dia niat
agar mendapatkan pahala di sisi Allah melalui pengorbanan dia dengan
menjalankan kewajibannya sebagai istri.
5. Semua anggota
keluarganya seperti anak-anaknya, isteri dan suaminya beriman dan bertaqwa
kepada Allah dan rasul-Nya (shaleh-shalehah). Artinya hukum-hukum Allah dan
agama Allah terimplementasi dalam pergaulan rumah tangganya.
6. Rizkinya
selalu bersih dari yang diharamkan Allah SWT. Penghasilan suami sebagai tonggak
berdirinya keluarga itu selalu menjaga rizki yang halal. Suami menjaga agar
anak dan istrinya tidak berpakaian, makan, bertempat tinggal, memakai
kendaraan, dan semua pemenuhan kebutuhan dari harta haram. Dia berjuang untuk
mendapatkan rizki halal saja.
7. Anggota
keluarga selalu ridho terhadap anugrah Allah SWT yang diberikan kepada mereka.
Jika diberi lebih mereka bersyukur dan berbagi dengan fakir miskin. Jika
kekurangan mereka sabar dan terus berikhtiar. Mereka keluarga yang selalu
berusaha untuk memperbaiki semua aspek kehidupan mereka dengan wajib menuntut
ilmu-ilmu agama Allah SWT.
2.9
Faktor-faktor Pembentuk Keluarga Sakinah
A. Faktor
utama
Untuk
membentuk keluarga sakinah, dimulai dari pranikah, pernikahan, dan berkeluarga.
Dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu difahami, antara lain:
1. Memahami
hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami
a. Menjadikannya
sebagai Qowwam (yang bertanggung jawab)
Suami merupakan pemimpin yang Allah
pilihkan. Suami wajib ditaati dan dipatuhi dalam setiap keadaan kecuali yang
bertentangan dengan syariat Islam.
b. Menjaga
kehormatan diri
Menjaga akhlak dalam pergaulan. Menjaga
izzah suami dalam segala hal. Tidak memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa
seizin suami
c. Berkhidmat
kepada suami
Menyiapkan dan melayani kebutuhan lahir
batin suami. Menyiapkan keberangkatan. Mengantarkan kepergian. Suara istri
tidak melebihi suara suami. Istri menghargai dan berterima kasih terhadap
perlakuan dan pemberian suami.
2. Memahami
hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri
a. Istri
berhak mendapat mahar
b. Mendapat
perhatian dan pemenuhan kebutuhan lahir batin
Mendapat
nafkah: sandang, pangan, papan. Mendapat pengajaran Diinul Islam. Suami
memberikan waktu untuk memberikan pelajaran. Memberi izin atau menyempatkan
istrinya untuk belajar kepada seseorang atau lembaga dan mengikuti perkembangan
istrinya. Suami memberi sarana untuk belajar. Suami mengajak istri untuk
menghadiri majlis ta’lim, seminar atau ceramah agama.
c. Mendapat
perlakuan baik, lembut dan penuh kasih sayang
Berbicara dan memperlakukan istri dengan
penuh kelembutan lebih-lebih ketika haid, hamil dan paska lahir. Sekali-kali
bercanda tanpa berlebihan. Mendapat kabar perkiraan waktu kepulangan.
Memperhatikan adab kembali ke rumah.
B. Faktor
penunjang
Diantara faktor-faktor penunjang dalam pembentukan keluarga
sakinah adalah sebagai berikut :
1. Bersikap realistis
Bersikaf realistis di sini adalah menerima
kenyataan dari pasangan hidup yang merupakan pilihan kita sendiri. Suami harus
menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada istrinya, pun sebaliknya.
Selain itu dimaksudkan dengan realistis ini adalah memanfaatkan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi intinya adalah adanya keridhoan atas
karunia Allah yang telah dilimpahkan dan berusaha semaksimal mungkin
memanfaatkan karunia tersebut.
2. Peningkatan pengetahuan
Bukan hanya pengetahuan ajgama yang dibutuhkan dalam menjalani
kehidupan keluarga, namun pengetahuan umum lainnya pun dibutuhkan.Pengetuan
umum yang banyak dibutuhkan dalam mendukung terbentuknya keluarga sakinah
adalah pengethuan tentang memasak, mengelola keuangan, tatacara berbusana, ilmu
kecantikan dan lain-lain.Semua ilmu tersebut dipergunakan untuk memelihara
keutuhan keluarga.
3. Silaturrahmi
Silaturrahmi merupakan salah satu faktor penunjang bagi
pembentukan keluarga sakinah. Silaturrahmi di sini dimaksudkan silaturrahmi
antara suami-istri dengan keluarganya (ibu dan bapaknya), dengan
saudara-saudaranya, termasuk di dalamnya dengan saudara-saudara dari kedua
orang tunanya. Pemeliharaan hubungan silaturrahnmi ini, akan sangat membantu
dalam menjaga keutuhan keluarga, sehingga tatakala ada sebuah permasalahan yang
menghinggapinya, keluarga yang lain akan membantunya.
C. Faktor
pemeliharaan
a. Keseimbangan
(Sekufu
Antara
memilih dan dipilih. Begitulah sesungguhnya hidup ini. Hal ini dikarenakan kehidupan
manusia di dunia ini sering diwarnai sebuah proses pilihan hidup yang saling
susul-menyusul, yang selalu hadir dalam dua buah kondisi:Memilih ataukah
dipilih! Dan salah satu kenyataan hidup yang tak dapat kita hindari
adalah keniscayaan untuk memilih calon suami atau istri sebagai pendamping
hidupnya di dunia bahkan hingga di akhirat.
Masalah pertama yang harus diperhatikan
Dalam
membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, pemilihan pasangan
hidup merupakan pintu gerbang pertama yang harus dilewati secara benar sebelum
masuk kepada lembaga keluarga Islami yang sesungguhnya, sehingga perjalanan
selanjutnya menjadi lebih mudah dan indah untuk dilalui. Tujuannya
agar lelaki yang shalih akan mendapatkan wanita yang shalihah, demikian pula
sebaliknya. Allah berfirman:
"Wanita-wanita
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah
untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untk
laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula)” (QS. An Nuur: 26).
Mengapa kita harus selektif?
Kecermatan
memilih pasangan hidup sangat menentukan keberhasilan perjalanan seorang hamba
di dunia dan akhirat. Apalagi mengingat pernikahan merupakan bentuk penyatuan dari
dua lawan jenis yang berbeda dalam banyak hal, keduanya tentu memiliki kebaikan
dan keburukan yang tingkatannya juga berbeda satu sama lain.
Akibat salah memilih
Akibat
salah dalam memilih pasangan hidup, banyak pasangan suami istri yang menghadapi
kesulitan dan hidupnya malah tidak bahagia, bahkan perceraian dan gonta-ganti
pasangan menjadi sesuatu yang sudah biasa dilakukan. Dewasa ini, begitu banyak
kasus pertikaian di dalam sebuah keluarga, dari sekedar konflik yang berbentuk
pertengkaran mulut sampai dengan penganiayaan fisik bahkan pembunuhan, yang
disebabkan oleh kesalahan langkah awal dalam membentuk rumah tangga. Camkanlah
nasehat Luqman Al Hakim berikut ini:
“Wahai
anakku, takutlah terhadap wanita jahat karena dia membuat engkau beruban sebelum
masanya. Dan takutlah wanita yang tidak baik karena mereka mengajak kamu kepada
yang tidak baik, dan hendaklah kamu berhati-hati mencari yang baik dari
mereka.” (Begitu pula untuk Wanita berhati-hatilah dalam mencari
pasangan).
Siapa yang harus kita pilih?
Islam
telah mengajarkan dengan cermat atas dasar apa kita harus memilih pasangan
hidup kita:
“Dinikahi
wanita atas dasar empat perkara: karena hartanya, karena kecantikannya, karena
keturunannya, dan karena agamanya. Barangsiapa yang memilih agamanya, maka
beruntunglah ia.” (HR. al Bukhari dan Muslim).
Maka
jelaslah bagi kita bahwa ada empat dasar dalam menentukan siapa yang layak
untuk kita pilih menjadi pasangan hidup kita, yakhi kekayaan, keelokan,
keturunan serta akhlak dan agama. Dan di antara semuanya, maka akhlak dan agama
menjadi jaminan kedamaian dan kebahagiaan, sebaliknya pengabaian bahkan
pengingkaran terhadap masalah ini akan menyebabkan fitnah dan kerusakan yang
besar bagi para pelakunya. Alangkah indahnya memang bila kesemuanya terkumpul
pada diri seseorang hamba Allah.
Pilih
yang taqwa, baru yang lain
1. Kekayaan
Hal
ini memang utama, bahkan Rasulullah SAW adalah seorang dermawan yang paling
banyak sedekahnya, tetapi pernikahan bukanlah sekedar transaksi perdagangan
semata, bahkan Allah mengancam mereka yang menikah semata-mata karena
mengharapkan kekayaan dengan kefakiran: “Barangsiapa yang menikahi wanita
karena hartanya, Allah tidak akan menambahkannya kecuali kefakiran..”(HR.
Ibnu Hibban).
2. Keelokan
Hal
ini juga memang boleh-boleh saja dan menyukai keelokan memang fitrah manusia,
bahkan Allah sendiri indah dan menyukai keindahan, tetapi pernikahan pun bukan
sekedar kesenangan mata belaka. Sesungguhnya keelokan merupakan karunia Allah
kepada hamba-Nya, yang kelak pasti akan diambil-Nya secara perlahan dengan
bertambahnya usia sang hamba. Karena memang tidak ada keelokan yang berkekalan
di dunia yang fana ini. “Janganlah kamu menikahi wanita karena
kecantikannya, sebab kecantikan itu akan lenyap dan janganlah kamu menikahi
mereka karena hartanya, sebab harta itu akan membuat dia sombong. Akan tetapi
nikahilah mereka karena agamanya, sebab seorang budak wanita yang hitam dan
beragama itu lebih utama.” (HR. Ibnu Majah).
3. Keturunan
Demikian
pula hal ini juga sesuatu yang utama, tetapi pernikahan pun bukan sekedar
kebanggaan silsilah yang justru bisa membawa kepada penyakit (ashobiyah).
Bahkan Allah mengancam mereka yang menikahi seseorang hanya untuk mengejar
keturunan, dengan memberikan kerendahan bukan kemuliaan. “Barangsiapa yang menikahi
wanita karena keturunannya, Allah tidak akan menambahkan kecuali kerendahan…”(HR.
Ibnu Hibban).
4. Akhlak
dan Agama
Inilah
faktor yang paling utama, yang tidak boleh tidak, harus ada pada calon pasangan
hidup kita. Semakin baik akhlak dan agama seseorang, maka seakan-akan semakin
jelaslah kebahagiaan sebuah rumah tangga telah terbentang di hadapan kita.
Akhlak dan agama di sini bukanlah sebatas ilmu dan retorika atau banyaknya
hafalan di kepala, melainkan mencakup ucapan dan perbuatan sebagai cerminan
dari hati seseorang yang telah melekat dalam kepribadiannya, dan inilah TAQWA
yang sebenarnya!
Mempersempit pilihan untuk keutamaan
1. Pilihan
yang sekufu
“Pilihlah
wanita-wanita yang akan melahirkan anak-anakmu dan nikahilah wanita yang sekufu
(sederajat) dan nikahlah dengan mereka.” (HR. Ibnu Majah, Al Hakim,
dan Al Baihaqi).
Al
Kafa’ah merupakan masalah kesesuaian dan kesamaan antara pasangan pernikahan
yang dianggap paling mendekati, seperti pertimbangan akan masalah: usia, garis
keturunan, kehormatan, profesi, atau tingkat pendidikan. Para ulama menyarankan
agar laki-laki idealnya menikah dengan wanita yang setingkat dengannya atau di
bawahnya, sedangkan seorang wanita sebaiknya menikah dengan laki-laki yang
mempunyai tingkatan yang sama atau di atasnya.
2. Memilih
yang penuh kasih sayang dan subur
“Nikahilah
wanita-wanita yang penuh kasih dan banyak memberikan keturunan (subur) sebab
aku akan bangga dengan banyaknya ummat di hari kiamat kelak” (HR.
Ahmad).
Hamba
yang penuh kasih dan mengasihi adalah hamba yang memiliki nada perasaan (afek)
yang halus serta emosi yang terkendali. Kita dapat mengenali apakah seseorang
termasuk kriteria ini melalui ucapan, perbuatan ataupun tatapan mata, baik di
kala ia gembira maupun kecewa, yang kesemuanya itu dapat memberikan gambaran
tentang bagaimana kepribadian dan isi hati yang dimilikinya. Apakah dipenuhi
kelembutan dan kasih sayang? Ataukah dipenuhi kekasaran, kebencian dan
kepalsuan?
3. Memilih
kerabat yang jauh
Nasihat
Rasulullah SAW: “Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, sebab dapat
berakibat melahirkan keturunan yang lemah akal dan fisik.” Dan selain untuk
menjaga kualitas keturunan dari penyakit bawaan, menikahi mereka yang berasal
jauh dari keluarga kita akan menambah ikatan kekerabatan dengan orang lain,
serta memberikan kebahagiaan sendiri bila harus berpergian jauh untuk saling
silaturahim.
4. Memilih
para gadis
“Nikahilah
para gadis sebab ia lebih lembut mulutnya, lebih lengkap rahimnya, dan tidak
berfikir untuk menyeleweng, serta rela dengan apa yang ada di tanganmu.”(HR.
Ibnu Majah. Al Baihaqi dari Uwaimir bin Saidah).
Pernikahan
dengan yang masih gadis lebih utama daripada janda, karena dapat membuat
hubungan lebih erat dan menyatu, mereka lebih mudah digoda dan bercanda serta
bersenang-senang, lebih setia dan menerima, serta lebih sedikit beban mental
dan psikologisnya bagi kita. Semua ini mempunyai kesan dan kenikmatan
tersendiri di dalam menambah keindahan rumah tangga.
b. Cinta
Kasih
Suatu
hal yang tidak boleh dilupakan dalam memilih calon istri adalah hendaknya dia
adalah wanita yang dicintai dan menerima cinta atau mencintai calon suami.
Karena wanita yang dicintai inilah tentunya yang paling ideal dan paling
disenangi oleh calon suami. Sebagaimana Allah SWT sendiri memerintahkan agar
kita menikah dengan wanita yang menyenangkan atau yang kita senangi.
Firmannya: “...Maka menikahlah dengan wanita yang menyenangkan hati
kalian!...” (QS an-Nisa ayat 3).
Pada
dasarnya, cinta adalah hal yang amat misteri dan amat suci. Kadang-kadang kita
sendiri kesulitan mendeteksi dari mana asalnya cinta, yang tiba-tiba telah
tumbuh dalam diri kita. Tanpa diduga sebelumnya, tiba-tiba muncul dan jatuh
pada seseorang (lawan jenis). Padahal mungkin secara nalar tidak masuk akal.
Bisa saja pemuda tampan justru jatuh cinta kepada gadis yang buruk rupa. Tidak
mustahil gadis bangsawan nan rupawan justru tergila-gila kepada pemuda desa
yang tidak tergolong tampan. Tidak sedikit pengusaha muda yang sukses justru
cintanya tertambat pada karyaatinya yang rendah jabatanya, dan seterusnya.
Jika
menurut berbagai pertimbangan, wanita itu benar-benar ideal, dan hasil dari
konfirmasi terhadap Allah (shalat istikharah) pun menunjukan tanda-tanda
positif, maka langkah berikutnya ialah menjajagi perihal wanita tersebut untuk
kemudian meminang dan menikahinya.
c. Komitmen
Perkawinan
Penting
untuk memahami arti sebuah komitmen perkawinan. Selama ini komitmen perkawinan
dipahami sebatas tingkat keinginan seseorang untuk bertahan dalam
perkawinannya. Padahal menurut Michael P. Johnson, penggagas teori komitmen
perkawinan dari The Pennsylvania State University, komitmen
perkawinan perlu dipahami dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Komitmen
personal, yaitu keinginan untuk bertahan karena cinta terhadap pasangan dan
perasaan puas terhadap hubungan itu sendiri.
2. Komitmen
moral, yaitu rasa bertanggung jawab secara moral baik terhadap pasangan
maupun janji perkawinan.
3. Komitmen
struktural yang berbicara mengenai komitmen untuk bertahan dalam suatu
hubungan karena alasan-alasan struktural seperti yang disebutkan di atas.
Kedua
komitmen tersebut hanya menurunkan probabilitas terpilihnya perceraian sebagai
suatu solusi. Orang yang memiliki keduanya tetapi tidak memiliki komitmen
personal, akan mengeluhkan betapa kering perkawinan mereka. Perkawinan ini juga
lebih rawan akan konflik. Ditambah dengan tidak adanya lagi rasa tertarik
terhadap hubungan dan pasangan, masing-masing dapat kehilangan minat untuk
menyelesaikan konflik tersebut. Akhirnya pasangan ini menjadi rentan terhadap
perselingkuhan.
Dengan
demikian, komitmen personal tentunya perlu dijaga untuk membangun perkawinan
yang bebas affair. Menjaga komitmen personal berarti menjaga
kepuasan hubungan. Kepuasan bersifat subjektif dan tergantung dari
masing-masing pasangan. Oleh karena itu kita butuh memahami keinginan pasangan
dan menyesuaikan diri satu sama lain. Untuk itu perlu menjalin komunikasi dua
arah, mendiskusikan perbedaan, dan mendengarkan penuh empati. Disertai dengan
respek satu sama lain, dan dilengkapi dengan rasa percaya.
d. Komunikasi
Efektif
Penyelesaian
yang baik dan rasional adalah dengan berbicara agar keutuhan rumah tangga bisa
dipertahankan. Banyak kasus ketika bicara baik-baik itu penting. Misalnya,
ketika seorang istri yang sebelumnya tidak bekerja, kemudian ingin bekerja
karena merasa anak-anak sudah cukup dewasa. Ketika suami memutuskan untuk
bekerja ke luar negeri, sementara istri tidak menginginkan suaminya
meninggalkan keluarga. Ketika istri menginginkan agar ibunya tinggal serumah
dengannya, padahal adik-adiknya masih ada dan, menurut suami, merekalah yang
berhak untuk mengurusnya. Ketika suami ingin menikah lagi dan istri melihat itu
akan berdampak buruk terhadap kehidupannya. Dan masih banyak contoh lainnya.
Menyiapkan diri sebelum membicarakan
persoalan rumah tangga dengan pasangannya:
1. Mempersiapkan
apa saja yang akan dibicarakan dan cara yang bagaimana yang bisa memuaskan
pasangannya.
2. Tidak
terlalu menuntut merupakan hal yang penting untuk mewujudkan pembicaraan yang
berhasil, tetapi bukan semua tuntutannya terpenuhi.
3. Berbicara terkadang
mengharuskan membuka kembali kenangan lama agar bisa sampai kepada
penyelesaiannya, karena salah satu pihak akan rugi demi seimbangnya kembali
hubungan suami-isteri. Contohnya: ketika suami mengizinkan isteri bekerja, maka
suami pun harus rela menanggung beban tugas rumah tangga lebih besar daripada
sebelumnya. Dalam hal ini penting sekali untuk menimbang secara matang
memberikan prioritasnya.
2.10 Kiat-kiat Membangun Keluarga Sakinah
1. Pilih pasangan
yang shaleh atau shalehah yang taat menjalankan perintah Allah dan sunnah
Rasulullah SWT.
2. Pilihlah
pasangan dengan mengutamakan keimanan dan ketaqwaannya dari pada kecantikannya,
kekayaannya, kedudukannya.
3. Pilihlah
pasangan keturunan keluarga yang terjaga kehormatan dan nasabnya.
4. Niatkan saat
menikah untuk beribadah kepada Allah SWT dan untuk menghidari hubungan yang
dilaran Allah SWT
5. Suami berusaha
menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami dengan dorongan iman, cinta, dan
ibadah. Seperti memberi nafkah, memberi keamanan, memberikan didikan islami
pada anak istrinya, memberikan sandang pangan, papan yang halal, menjadi
pemimpin keluarga yang mampu mengajak anggota keluaganya menuju ridha Allah dan
surga -Nya serta dapat menyelamatkan anggota keluarganya dario siksa api
neraka.
6. Istri berusaha
menjalankan kewajibann ya sebagai istri dengan dorongan ibadah dan berharap
ridha Allah semata. Seperti melayani suami, mendidik putra-putrinya tentan
agama islam dan ilmu pengetahuan, mendidik mereka dengan akhlak yang mulia,
menjaga kehormatan keluarga, memelihara harta suaminya, dan membahagiakan
suaminya.
7. Suami istri
saling mengenali kekurangan dan kelebihan pasangannya, saling menghargai,
merasa saling membutuhkan dan melengkapi, menghormati, mencintai, saling
mempercai kesetiaan masing-masing, saling keterbukaan dengan merajut komunikasi
yang intens.
8. Berkomitmen
menempuh perjalanan rumah tangga untuk selalu bersama dalam mengarungi badai
dan gelombang kehidupan.
9. Suami mengajak
anak dan istrinya untuk shalat berjamaah atau ibadah bersama-sama, seperti
suami mengajak anak istrinya bersedekah pada fakir miskin, dengan tujuan suami
mendidik anaknya agar gemar bersedekah, mendidik istrinya agar lebih banyak
bersukur kepada Allah SWT, berzikir bersama-sama, mengajak anak istri membaca
al-qur’an, berziarah qubur, menuntut ilmu bersama, bertamasya untuk melihat
keagungan ciptaan Allah SWT. Dan lain-lain.
10.Suami istri
selalu meomoh kepada Allah agar diberikan keluarga yang sakinah mawaddah wa
rohmah.
11. Suami secara
berkala mengajak istri dan anaknya melakukan instropeksi diri untuk melakukan
perbaikan dimasa yang akan datang. Misalkan, suami istri, dan anak-anaknya
saling meminta maaf pada anggota keluarga itu pada setiap hari kamis malam
jum’at. Tujuannya hubungan masing-masing keluarga menjadi harmonis, terbuka,
plong, tanpa beban kesalahan pada pasangannnya, dan untuk menjaga kesetiaan
masing-masing anggota keluarga.
12. Saat
menghadapi musibah dan kesusahan, selalu mengadakan musyawarah keluarga. Dan
ketika terjadi perselisihan, maka anggota keluarga cepat-cepat memohon
perlindungan kepada Allah dari keburukan nafsu amarahnya.
Hak Suami Yang
Harus Dipenuhi Istri :
- Ketaatan Istri Kepada Suaminya
- Isteri Harus Banyak Bersyukur Dan Tidak Banyak Menuntut
- Isteri Wajib Berbuat Baik Kepada Suaminya
- Istri Wajib Mendidik Anak dengan Baik
Hak Suami Yang
Harus Dipenuhi Istri :
- Engkau memberinya makan apabila engkau makan.
- Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian.
- Janganlah engkau memukul wajahnya,dan
- Janganlah engkau menjelek-jelekannya, dan
- Janganlah engkau tinggalkan dia melainkan di dalam rumah (jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah).
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Keluarga
adalah berkumpulnya dua individu atau lebih yang diikat oleh tali pernikahan dalam
upaya melestarikan kehidupan. Sakinah adalah suasana
damai yang melingkupi rumah tangga dimana masing-masing pihak (suami-isteri)
menjalankan perintah Allah SWT dengan tekun, saling menghormati, dan saling
toleransi.
Cara membentuk keluarga yang sakinah antara lain selalu berpikir objektif dan berpikir jernih, jangan melihat masa lalu,kfokus pada kelebihan pasangan, saling percaya, hindari pihak ketiga, menjaga romantisme, selalu
utamakan komunikasi, jaga spiritualitas rumah tangga, melaksanakan hak dan kewajiban suami istri. Selain itu, pasangan suami istri
juga harus memperdalam ilmu dan penerapan agam dalam kehidupan pernikahan
karena agama memiliki peran penting dalam
membentuk keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah sangat penting, karena agama
merupakan ketentuan-ketentuan Allah Swt yang membimbing dan mengarahkan manusia
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
3.2
Saran
Untuk menuju keluarga
sakinah, perlu perjuangan yang cukup berat. Dan yang paling berat adalah
menjaga konsistensinya supaya keutuhan sebuah keluarga tidak tergoyahkan. Oleh
karena itu, dimulai dari sejak dini, perlu ditanamkan pada anak-anak bahwa
penting sekali menjaga stabilitas keluarga dengan cara memberika tauladan yang
baik kepada generasi penerus kita, sebab mereka (anak-anak/remaja) adalah calon
pemimpin masa depan yang akan menentukan ke arah mana mereka akan membawa
masyarakatnya.
ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
0 comments:
Post a Comment