TUGAS
TERSTRUKTUR
MATA
KULIAH DASAR EPIDEMIOLOGI
IMUNISASI
Disusun
oleh :
ENGGAR
PURBANDARI G1B014058
SYIFA
WARAS UTAMI G1B014068
ROSIANA
NURUL H G1B014070
NISA
KHOIRULLISANI G1B014100
Kelompok
6
Kelas
A
KEMENTERIAN
RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN
KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2015
TUJUAN
Tujuan dari
makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui konsep imunitas
2. Untuk
mengetahui mekanisme pertahanan tubuh
3. Untuk
mengetahui sistem kerja imun
5. Untuk
mengetahui pengertian dan tujuan imunisasi
6. Untuk
mengetahui imunisasi yang diharuskan dan dianjurkan di Indonesia
7. Untuk
mengetahui tata cara pemberian imunisasi
8. Untuk
mengetahui reaksi KIPI
9. Untuk
mengetahui jadwal imunisasi
10. Untuk
mengetahui pemantauan imunisasi
1.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Konsep
imunitas
Imunitas merupakan jawaban reaksi tubuh terhadap
bahan asing secara molekuler maupun seluler. Immunitas berasal dari kata latin
yaitu immunitas. Secara umum sistem kekebalan tubuh atau sistem imun
adalah sistem perlindungan dari pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel
dan organ khusus pada suatu organisme sehingga tidak mudah terkena penyakit (Rantam,
2003).
Jika
sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh
terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat
asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi
tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga
telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker (Wijaya,
2007).
Sistem
Imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan keutuhan
tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai
bahan dalam lingkungan hidup. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme
pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis
luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen
serta sel tumor.
Imunitas atau sistem imun tubuh manusia terdiri dari imunitas alami atau sistem
imunnon spesifik dan imunitas adaptif atau sistem imun spesifik (Brunner,
2001).
B.
Mekanisme
pertahanan tubuh
Sistem
pertahanan tubuh berfungsi untuk melindungi tubuh dari serangan benda asing
yang masuk ke dalam tubuh yang berupa mikroorganisme penyebab penyakit sistem
pertahanan tubuh memiliki dua jenis yaitu spesifik dan non-spesifik.
1.
Sistem
pertahanan tubuh spesifik
Sistem
pertahanan tubuh spesifik merupakan pertahanan tubuh terhadap patogen yang
masuk ke dalam tubuh. Sistem pertahanan hospes spesifik terutama tergantung
pada sel-sel limfoid. Ada dua populasi utama sel limfoid, yaitu sel T dan sel
B. Limfosit berkembang pada organ limfoid primer. Sel T berkembang di timus,
sedangkan sel B di hepar janin atau sumsum tulang. Kedua jenis sel tersebut
kemudian akan bermigrasi ke jaringan limfoid sekunder, tempatnya merespons
antigen (Wahab, 2002).
Antibodi
merupakan suatu protein (immunoglobin) yang dibuat oleh tubuh sebagai respon
terhadap masuknya antigen, dapat mengenali dan mengikat antigen secara
spesifik. Imuoglobulin terdiri dari 5 kelas utama yaitu IgG, IgM, IgA, IgD, dan
IgE (Radji, 2010).
Berikut ini
perbedaan dari 5 kelas imunoglobin menurut Krisnawati (2008):
No
|
Tipe
Antibodi
|
Karakteristik
|
1
|
IgM
|
Jumlahnya sekitar 10 persen dari seluruh antibodi
dan merupakan antibodi utama yang terbentuk pada masa pertumbuhan. IgM
beroperasi dalam aliran darah dan merupakan perlindungan awal terhadap bibit
penyakit.
|
2
|
IgG
|
Antibodi ini banyak terdapat di dalam darah dan
diproduksi saat terjadi infeksi kedua (respon kekebalan sekunder). IgG juga
mengalir melalui plasenta dan memberi kekebalan pasif dari ibu dan janin.
|
3
|
IgA
|
Antibodi IgA dapat ditemukan didalam air mata, air
ludah, keringat dan membran mukosa. IgA berfungsi untuk mencegah infeksi pada
permukaan epithelium.
|
4
|
IgD
|
Antibodi ini ditemukan pada permukaan limfosit B
sebagai reseptor dan berfungsi merangsang pembentukkan antibodi oleh sel B
plasma.
|
5
|
IgE
|
Antibodi ini terlibat dalam terjadinya reaksi alergi
yang mendorong mast sel (sel berukuran besar yang terdapat pada jaringan
penghubung) melepaskan histamin (substansi yang menimbulkan reaksi alergi).
IgE memicu terjadinya peradangan untuk melindungi tubuh dari parasit.
|
2.
Sistem pertahanan tubuh non spesifik
Sistempertahanantubuh nonspesifikadalahsistemkekebalanlinipertama.Jikapertahanan
non-spesifikinitidakmampumenahanmasuknyamikroorganismemakasel-selpertahanantubuhlainnyaakansegerabekerjadengancepatuntukmengatasinya.
Pertahanan
non spesifik diantaranya adalah kulit dan membran mukosa, sel-sel fagosit,
komplemen, lisozim, interferon, dan berbagai faktor humoral lain.
Semua
pertahanan ini merupakan bawaan (innate) artinya pertahanan tersebut
secara alamiah ada dan tidak adanya dipengaruhi secara instrinsik.Sistempertahanantubuh
non-spesifikpadaumumnyadapatlangsungdansegeramengatasiadanya proses
infeksidalamtubuh. Sistem pertahanantubuhinijugatidakbersifat antigen
spesifikdandapatbereaksidenganbaikterhadapberbagaijenisorganisme,
selainitupertahanantubuh non-spesifiktidakmenunjukanadanyaimmunological memoryterhadap suatuorganismeasing yang masukdalamtubuh (Radji,
2010).
C.
Sistem
Kerja Imun
Tubuh
manusia sebenarnya telah mempunyai sistem kekebalan sebagai mekanisme
pertahanan dalam mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi. Mekanisme
pertahanan ini terdiri dari dua kelompok fungsional, yaitu pertahanan non
spesifik dan spesifik yang saling bekerja sama.
Oleh
kontak dengan agen infeksi sebelumnya. Mekanisme pertahanan spesifik meliputi
sistem produksi antibodi oleh sel B dan sistem imunitas seluler oleh sel T.
Sistem pertahanan ini bersifat adaptif dan didapat, yaitu menghasilkan reaksi
spesifik pada setiap agen infeksi yang dikenali karena telah terjadi pemaparan
terhadap mikroba atau determinan antigenik tersebut sebelumnya. Sistem
pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas infeksi serta mengingat agen
infeksi tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di kemudian hari.
Hal inilah yang menjadi dasar imunisasi (Wahab, 2002).
Bila
ada antigen masuk tubuh, maka tubuh akan berusaha menolaknya dengan membuat zat
anti. Reaksi tubuh pertama kali terhadap antigen, berlangsung lambat dan lemah,
sehingga tidak cukup banyak antibodi terbentuk. Pada reaksi atau respon kedua,
ketiga dan selanjutnya tubuh sudah mengenal antigen jenis tersebut. Tubuh sudah
pandai membuat zat anti, sehingga dalam waktu singkat akan dibentuk zat anti
yang lebih banyak. Setelah beberapa lama, jumlah zat anti dalam tubuh akan
berkurang. Untuk mempertahankan agar tubuh tetap kebal, perlu diberikan
antigen/suntikan/imunisasi ulang sebagai rangsangan tubuh untuk membuat zat
anti kembali (Markum, 1997).
D.
Jenis
Kekebalan
Kekebalan
terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi dua, yakni:
1. Kekebalan
tidak spesifik (no-specific resistance)
Yang dimaksud dengan
faktor-faktor non-khusus adalah pertahanan tubuh pada manusia yang secara
alamiah dapat melindungi badan dari suatu penyakit, misalnya, kulit, air mata,
cairan-cairan khusus yang keluar dari perut (usus), adanya reflek-reflek
tertentu misalnya batuk, bersin, dan sebagainya.
2. Kekebalan
spesifik (specific resistance)
Kekebalan ini dapat
diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang bersangkutan. Kekebalan dapat
bersifat aktif, dapat bersifat pasif (Notoatmodjo, 2011).
a. Kekebalan
aktif
Kekebalan aktif adalah
kekebalan yang di buat sendiri oleh tubuh untuk menolak terhadap suatu panyakit
tertentu dimana prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama. Kekebalan aktif
dapat terjadi apabila terjadi stimulus system imunitas yang menghasilkan
antibodi dan kekebalan seluler dan bertahan lebih lama dibanding kekebalan
pasif. (Depkes,2000).
Kekebalan aktif ada 2
macam:
1) Naturally Acquired
(kekebalan yang di dapat secara alami). Misalnya pada anak yang terkena difteri/poliomyelitis
dengan proses anak terkena infeksi kemudian terjadisilent abortive, sembuh selanjutnya kebal terhadap penyakit
tersebut. Hal ini karena paparan penyakit terhadap sistem kekebalan (sel
limfosit) tersebut akan beredar dalam darah darah dan apabila suatu ketika
terpapar lagi dengan antigen yang sam, sel limfosit akan memproduksi antibodi
untuk mengembalikan kekuatan imunitas terhadap penyakit tersebut.
2) Kekebalan
aktif buatan, merupakan kekebalan yang dibuat tubuh setelah pemberian vaksin.
Dikenal dengan imunisasi dasar dan booster. Misalnya pemberian vaksin (cacar
dan polio) yang kumannya masih hidup, tetapi sudah dilemahkan (virus, kolera,
tipus, pertusis, toksoid (toksis)) (Budisma, 2014).
b. Kekebalan
pasif
Kekebalan pasif
merupakanpemberian suntikan atau antibodi/immunoglobin kepada resipien,
dimaksudkan untuk pengobatan atau pencegahan terhadap infeksi. Transfer
imunitasmemberikan proteksi segera terhadap patogen, akan tetapi bersifat
sementara selama antibodi masih aktif di dalam tubuh resipien. Imunitas pasif
disisi lain, tidak memerlukan sistem imunitas tubuh yang sehat yang disebabkan
antibodi yang sudah terbentuk dilepaskan langsung ke dalam sirkulasi atau
bidang yang terkait erat dengan lokasi yang terkena (Budisma, 2014).
a. Kekebalan
pasif yang diturunkan (Congenital
immunity)
Yaitu kekebalan pada
bayi, karena mendapatkan zat anti yang diturunkan dari ibunya, ketika iamasih
berada di dalam kandungan. Antibodi dari darah ibu, melalui placenta, masuk
kedalamdarah si ibu.Macam dan jumlah zat anti yang didapatkannya tergantung
pada macam dan jumlah zat antiyang dimiliki ibunya.Macam kekebalan yang
diturunkan antara lain: terhadap tetanus, diptheri, pertussis, typhus.Imunitas
pasif disediakan ketika seseorang diberikan antibodi (melalui suntikan, obat,
atau tablet) untuk suatu penyakit daripada memproduksinya melalui sistem kekebalan
sendiri (Alistigna, 2015).
b. Kekebalan
pasif yang disengaja (Artificially
induced passive immunity)
Yaitu kekebalan yang
diperoleh seseorang karena orang itu diberi zat anti dari luar.Pemberian zat
anti dapat berupa pengobatan (therapeutika) maupun sebagai usaha pencegahan
(Omegawati, 2015).
E.
Pengertian
Imunisasi
Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 42 Tahun 2013, imunisasi adalah suatu upaya
untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan
sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Imunisasi
berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten
terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit lain (Notoatmodjo,
2003).
Imunisasi
adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan
sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah
atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti
kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari
penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Umar, 2006).
Imunisasi
adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin
ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti bodi untuk mencegah terhadap
penyakit tertentu (Hidayat, 2008).
F.
Tujuan
Imunisasi
Menurut
Matondang (2005), tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit
tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok
masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia. Sedangkan
menurut Proverawati (2010), program imunisasi bertujuan untuk memberikan
kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak
yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Lestari, 2012).
Tujuan
program imunisasi adalah menurunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian
bayi akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD31). Jenis- jenis
penyakit PD31 yang masuk ke dalam program imunisasi adalah tuberculosis,
difteri, pertusis, polio, campak, tetanus dan hepatitis B (Ngadarodjatun, 2013).
G.
Jenis
– jenis imunisasi
Menurut Proverawati (2010) imunisasi
dibagi menjadi dua, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif:
1. Imunisasi Aktif (Active Immunization)
Imunikasi
aktif merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahakan (vaksin)
agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan
terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan
meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak.
Imunisasi aktif dibedakan menjadi:
a.
Imunisasi aktif alamiah
adalah dimana kekebalan akan dibuat sendiri oleh tubuh setelah mengalami atau
sembuh dari suatu penyakit, misalnya campak, jika pernah sakit campak, maka
tidak akan terserang kembali.
b.
Imunisasi aktif buatan
adalah dimana kekebalan dibuat oleh tubuh setelah mendapat vaksin yaitu
hepatitis B, BCG, DPT/Hep B kombo, dan polio. Pencegahan terhadap penyakit
dengan imunisasi harus dilaksanakan secara lengkap mulai dari Bacillus Calmette
Guerin (BCG), polio, hepatitis B, Difteri Pertusis Tetanus (DPT), campak dan
harus diberikan tepat waktu pada anak (Ni’mah, 2013).
Dalam
imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu:
a. Vaksin
dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang
didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti
polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen
organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian
dari organisme yang dijadikan vaksin.
b. Pengawet,
stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap
dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba.
Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa dan antibiotik yang biasa
digunakan.
c. Cairan
pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang
digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya antigen telur, protein serum,
dan bahan kultur sel.
d. Adjuvan,
terdiri dari garam alumunium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari
antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan
perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi
peningkatan antibodi tubuh (Hidayat, 2005).
2. Imunisasi
pasif
Merupakan
suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat
imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang
dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui
plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang
sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Dengan kata lain, tubuh tidak membuat
zat antibody secara aktif, tetapi kekebalan tersebut diperoleh dari luar
(Proverawati, 2010).
Imunisasi pasif dibagi menjadi dua
macam:
a. Imunisasi
pasif alamiah atau bawaan, yaitu terdapat pada bayi baru lahir sampai berumur 5
bulan. Bayi mendapatkan zat antibodi dari ibu sewaktu didalam kandungan, yaitu
melalui jalan darah menembus plasenta, yaitu campak.
b. Imunisasi
pasif buatan, yaitu dimana kekebalan ini diperoleh setelah mendapatkan suntikan
zat penolakan, misalnya ATS (Endif, 2007).
H.
Imunisasi
yang Diharuskan dan Dianjurkan di Indonesia
Menurut
Depkes (2013), berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan
menjadi imunisasi wajib dan imunisasi pilihan.
1. Imunisasi
Wajib
Imunisasi
wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang
sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan
masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib terdiri
atas:
a. Imunisasi rutin adalah kegiatan
imunisasi yang secara rutin dan terus menerus harus dilakukan pada periode
waktu yang telah ditentukan (Proverawati, 2010). Imunisasi rutin terdiri atas
imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi
sebelum berusia satu tahun terdiri atas:
1) Bacillus
Calmette Guerin (BCG);
2) Diphtheria
Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau
Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib);
3) Hepatitis
B pada bayi baru lahir;
4) Polio;
dan
5) Campak
b. Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi
ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa
perlindungan yang diberikan pada:
1)
anak
usia bawah tiga tahun (Batita), berupa Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis
B (DPT-HB) dan campak
2)
anak
usia sekolah dasar, berupa Diphtheria Tetanus (DT), Campak, dan Tetanus
diphteria (Td).
3)
wanita
usia subur, berupa Tetanus Toxoid (TT).
c.
Imunisasi
tambahan, merupakan imunisasi yang diberikan pada kelompok umur tertentu yang
paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu
tertentu. Yang termasuk imunisasi tambahan adalah:
1)
Backlog Fighting, yaitu upaya aktif
melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur 1-3 tahun pada desa non UCI
setiap dua tahun sekali.
2)
Crash Program, yaitu kegiatan yang
ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat karena masalah
khusus seperti angka kematian bayi dan angka PD3I yang tinggi, infrakstur
kurang,untuk memberikan kekebalan kepada kelompok sasaran yang belum
mendapatkan imunisasi rutin (Depkes, 2005).
d.
Imunisasi
khusus, merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu misalnya persiapan
keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju negara
endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar biasa.
2.
Imunisasi
Pilihan
Imunisasi
pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan
kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular
tertentu. Jenis imunisasi pilihan dapat berupa imunisasi Haemophillus
influenza tipe b (Hib), Pneumokokus, Rotavirus, Influenza, Varisela, Measles
Mumps Rubella, Demam Tifoid, Hepatitis A, Human Papilloma Virus (HPV),
dan Japanese Encephalitis (Wahab, 2002).
I.
Tata
Cara Pemberian Imunisasi
Tata cara pemberian
imunisasi adalah sebagai berikut:
1. Memberitahukan
secara rinci tentang resiko vaksinasi dan resiko apabila tidak divaksinasi.
2. Periksa
kembali persiapan untuk melakukan pelayanan bila terjadi reaksi ikutan yang
tidak diharapkan.
3. Baca tentang
teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan, jangan lupa
mengenai persetujuan yang telah diberikan.
4. Melakukan
tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
5. Tinjau
kembali apakah ada kontra indikasi terhadap vaksin yang akan diberikan.
6. Periksa
identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.
7. Periksa
jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik.
8. Periksa
vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan, periksa tanggal
kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya perubahan warna menunjukan
adanya kerusakan.
9. Yakin bahwa
vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk
imunisasi tertinggal bila diperlukan.
10. Berikan
vaksin dengan teknik yang benar yaitu mengenai pemilihan jarum suntik, sudut
arah jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi penerima vaksin (Ranuh, 2011).
Setelah pemberian vaksin
1. Berilah
petunjuk kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam
kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.
2. Catat
imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.
3. Periksa
status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar
ketinggalan bila diperlukan.
4. Dalam
situasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pengaturan secara rinci bervariasi,
namun rekomendasi tetap seperti diatas dan berpegang pada prinsip-prinsip
higienis, surat persetujuan yang valid dan pemeriksaan/ penilaian sebelum
imunisasi harus dikerjakan (Depkes, 2000).
J.
Reaksi
KIPI
Kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah penerima
imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. Untuk mengetahui hubungan
antara pemberian imunisasi dengan KIPI diperlukan pelaporan dan pencatatan
semua reaksi yang tidak diinginkan yang timbul setelah pemberian imunisasi
(Hadinegoro,2000).
Menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999) ada 5 penyebab
reaksi KIPI, yaitu:
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic
errors).Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program
dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan,
pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin.
2. Kesalahan
pada berbagai tindakan prosedur imunisasi :
a. Dosis
antigen (terlalu banyak) lokasi dan cara menyuntik
b. Strerilisasi
semprit dan jarum suntik
c. Jarum
bekas pakai
d. Tindakan
aseptik dan antiseptik
e. Reaksi
suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi
akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus
dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit,
bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak
langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.
Beberapa contoh KIPI setelah imunisasi BCG yaitu setelah 1-2 hari
akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi
pustule (bintil), kemudian pecah menjadi luka. Luka ini tidak perlu pengobatan
secara khusus karena luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara spontan
(Mulyani & Rinawati, 2013).
Menurut penelitian Ismail (2004)
mengenai angka kejadian KIPI pada bayi yang telah mendapatkan imunisasi DPT di
Provinsi Jambi menggambarkan bahwa 83,6% dari 128 bayi yang mendapatkan
imunisasi DPT mengalami KIPI dengan tiga bentuk kejadian utama. Bentuk KIPI
tersebut adalah demam, perubahan perilaku serta gejala lokal.
3.
Induksi
vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI
yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu
karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan.
Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi
anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah
teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis
oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai
tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat
atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik
oleh pelaksana imunisasi (Proverawati, 2010).
4.
Faktor
kebetulan (koinsiden)
Seperti
telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadisecara kebetulan
saja setelah diimunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan
ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi
setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
5.
Penyebab
tidak diketahui
Bila
kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam salah
satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil
menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut
akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.
Masalah KIPI
perlu mendapatkan perhatian yang serius. Jika tidak diperhatikan dan
ditanggulangi dengan baik, KIPI dapat merugikan program seperti
ketidakpercayaan masyarakat, cakupan imunisasi yang menurun, dan peningkatan
kasus PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) (Rizky, 2010).
K.
Jadwal
Imunisasi
Menurut Proverawati
(2010) program imunisasi di Indonesia meliputi imunisasi wajib (BCG, Polio,
Hepatitis B, DPT, dan Campak) dan imunisasi anjuran (Hib, Pneumokokkus,
Influenza, MMR, Tifoid, Hepatitis A, Varisela dan HPV). Berikut ini Program
Pengembangan imunisasi (PPI) :
Jenis Vaksin
|
Umur Pemberian
Vaksinasi
|
||||||||||||||||||
Bulan
|
Tahun
|
||||||||||||||||||
LHR
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
9
|
12
|
15
|
18
|
24
|
3
|
5
|
6
|
7
|
10
|
12
|
18
|
|
B C G
|
1 Kali
|
||||||||||||||||||
Hepatitis B
|
1
|
2
|
|||||||||||||||||
Polio
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||||||||||||||
D P T
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6 (td)
|
7 (td)
|
||||||||||||
Campak
|
1
|
5
|
|||||||||||||||||
Hib
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|||||||||||||||
Pneumokokus
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|||||||||||||||
Influenza
|
Diberikan 1 kali dalam 1 tahun
|
||||||||||||||||||
Varisela
|
1 kali
|
||||||||||||||||||
M M R
|
1
|
2
|
|||||||||||||||||
Tifoid
|
Setiap 3 tahun
|
||||||||||||||||||
Hepatitis A
|
2 kali - interval 6-12 bulan
|
||||||||||||||||||
H P V
|
3 kali
|
Keterangan:
1.
Imunisasi BCG: Ditujukan untuk
memberikan kekebalan bayi terhadap bakteri tuberkolosis (TBC).
2.
Imunisasi DPT: Memberikan kekebalan
bagi bayi terhadapat penyakit Dipteri, Pertusis (batuk rejan) dan tetanus.
3.
Imunisasi Polio: Memberikan
kekebalan bagi bayi terhadap penyakit polio (kelumpuhan).
4.
Imunisasi Hib: Mencegah bayi terkena
infeksi Haemophils influenza tipe b yang dapat menyebabkan penyakit meningitis,
infeksi tenggorokan dan pnemonia. Imunisasi Hib ini sangat mahal, maka belum di
wajibkan.
5.
Imunisasi Pneumokokus: melindung
bayi dari bakteri penyebab infeksi pada telinga. Selain itu bakteri ini bisa
menimbulkan permasalah serius seperti meningits dan infeksi pada darah
(bakteremia) (Ranuh, 2011).
L.
Pemantauan
imunisasi
Pemantauan
harus dilakukan oleh semua petugas baik pimpinan program, supervisior, dan
petugas vaksinasi. Tujuan pemantauan untuk mengetahui:
1. Sampai
dimana keberhasilan program imunisasi.
2. Mengetahui
permasalahan yang ada.
3. Hal-hal
yang perlu dilakukan untuk memperbaiki program.
4. Bantuan
yang diharapkan oleh petugas tingkat bawah (Notoatmodjo, 2003).
Hal-hal
yang perlu dilakukan pemantauan (dimonitor)
adalah sebagai berikut :
1. Coverage
dan drop out (cakupan dan drop out imunisasi)
2. Pengelolaan
vaksin dan cold chain
3. Pengamatan
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Sarwono, 1998).
Dilihat dari waktu,
maka pemantauan dapat dilakukan dalam:
1. Pemantauan
ringan
Pemantauan ringan
memantau hal-hal sebagai berikut:
a. Apakah
pelaksanaan memantau sesuai dengan jadwal
b. Apakah
vaksin cukup
c. Penegcekan
lemari es setiap hari dan dicatat temperaturnya
d. Melihat
apakah suhu lemari es normal
e. Hasil
imunisasi dibandingkan dengan sasaran yang telah ditentukan
f.
Peralatan yang cukup
untuk penyuntikan yang aman dan steril
g. Adakah
diantara 6 penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dijumpai dalam seminggu
(Sarwono, 1998).
2. Pemantauan
bulanan
a. Jumlah
bayi yang seharusnya diimunisasi setiap bulan:
Target 1 bulan =
b. Persentasi
bayi yang mendapat imunisasi setiap bulan, minimal DPT 1
x 100% bayi yang telah diimunisasi.
c. Dihitung
persentasi bayi yang telah mendapat imunisasi lengkap (BCG 1x, DPT 3x, Campak
1x).
d. Keadaan
stok vaksin bulan lalu, apa sesuai dengan kebutuhan.
e. Adakah
anak di wilayah kerja yang menderita penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (Notoatmodjo, 2011).
Cara
menghitung target per bulan dari penduduk, misal jumlah kelahiran per tahun 3,1
% dari jumlah penduduk.
=
Target bayi per tahun
Untuk target per bulan
=
Cara
memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain:
a. Cakupan
dari bulan ke bulan dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan
masing-masing bulan atau dengan cara kumulatif.
b. Hasil
cakupan per triwulan untuk masing-masing desa.
Untuk mengetahui keberhasilan program dapat
dengan melihat hal-hal sebagai berikut:
a. Bila
garis pencapaian dalam a tahun terlihat antara 75%-100% dari target, berarti
program sangat berhasil.
b. Bila
garis pencapaian dalam a tahun terlihat antara 50%-75% drai target, berarti
program cukup berhasil.
c. Bila
garis pencapaian dalam a tahun terlohat dibawah 50% dari target, berarti
program belum berhasil (Notoatmodjo, 2003).
DAFTAR
PUSTAKA
Alistigna. 2015. Pengertian
Imunitas Aktif dan Imunitas Pasif. http://idpengertian.com/2015/05/pengertian-imunitas-aktif-dan-imunitas-pasif.html.Diakses
pada 10 Oktober 2015.
Anwar,Tetty. 2009. Diktat Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas XI. Jakarta: Ganesha Exact.
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Budisma.
2014. Perbedaan Imunitas Aktif dan
Imunitas Pasif. http://budisma.net/2014/10/perbedaan-imunitas-aktif-dan-imunitas-pasif.html.Diakses
pada 10 0ktober 2015.
Depkes.
2000. Pedoman Operasional Pelayanan
Imunisasi. Jakarta.
Depkes.
2005. Pedoman Tata Laksana Medik KIPI
Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: KN PP KIPI Depkes.
Depkes. 2007. Modul Latihan Petugas Imunisasi Edisi ke 7.
Jakarta.
Depkes.
2013. Penyelenggaraan Imunisasi.
Jakarta.
Endif. 2007. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Hadinegoro,S.R.S.
2000 .”Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi”. Sari
Pediatri. Vol.2(1):2-10.
Hidayat, A.Aziz Alimul.2008.PengantarIlmuKesehatanAnakuntukPendidikanKebidanan. Jakarta:SalembaMedika.
Hidayat,A.
Aziz. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak
1. Jakarta: Salemba Medika.
Ismail,Iswizal.
2004.“Gambaran Kejadian Ikutan Paska
Imunisasi (KIPI) pada Bayi di Provinsi Jambi tahun 2004”.Skripsi.FakultasKedokteranJurusanKesehatanMasyarakatUniversitasAndalasPadang.
Krisnawati, Inti.2008.
Healing Food for Kids. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Lestari, R.I dan
Masruroh. 2012. “Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Dasar Lengakap
dengan Praktik Imunisasi Dasar Lengkap Bayinya di Wilayah Kerja Puskesmas
Pegandon Kec. Pegandon Kab. Kendal”. Jurnal
Ilmu Kesehatan.Akbid Uniska Kendal Edisi Kedua.
Matondang.2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi Kedua Tahun 2005. Jakarta:
Badan Penerbit Pengurus Pusat IDAI.
Mulyani, N.S. dan Rinawati, Mega.
2013. Imunisasi Untuk Anak.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Ngadarodjatun. 2013. “Determinan
Kinerja Petugas Imunisasi di Puskesmas Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi
Tengah”. Jurnal AKK. Vol. 2 (2):
42-47.
Ni’mah. 2013. “Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang Efek Samping Imunisasi BCG dengan Sikap Ibu Tentang Imunisasi
Dasar Lengkap di Puskesmas Ngesrep Semarang”. Jurnal Unimus. Vol. 2 (1): 67-71.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Omegawati,
Wigata, dkk. Detik-detik Biologi
2014/2015. 2015. Klaten: Intan Pariwara.
Proverawati,
Atikah dan Andhini, C.S.D. 2010.Imunisasi
dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Radji, M. dan
Biomed, M. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta:
ISFI Penerbitan.
Rantam,
F.A. 2003. Metode Imunologi. Surabaya: Airlangga University Press.
Ranuh, Gde, dkk.
2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Rizky,
Rr.A.U. 2010. “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi (KIPI) Difteri Pertusis Tetanus (DPT) di Kelurahan Bandar Buat
Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Padang”.Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
Sarwono.1998. Psikologi
Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Umar, 2006. ImunisasiMengapaPerlu?.Jakarta: PT.
Kompas Media Nusantara.
Wahab, A.S. dan
Julia, M. 2002. Sistem Imun, Imunisasi,
dan Penyakit Imun. Jakarta: Widya Medika.
Wijaya. 2007. Aktif Biologi SMA Kelas 2. Jakarta:
Erlangga.
ABOUT THE AUTHOR
Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
0 comments:
Post a Comment