LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH PARASITOLOGI
Disusun
oleh
SYIFA WARAS UTAMI
G1B014068
KEMENTRIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN
KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2015
Pemeriksaan Cacing Trematoda pada Keong
A. PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Trematoda disebut juga
cacing daun yaitu cacing yang termasuk kelas Trematoda kelas Platyhelminthes
dan hidup sebagai parasit. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit kecuali
cacing Schistosoma. Spesies yang termasuk parasit pada manusia termasuk
subkelas Digenea, yang hidup sebagai endoparasit. Pada beberapa spesies
trematoda, telur matang menetas bila ditelan keong (hospes perantara) dan
keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong; atau telur dapat
langsung menetas dan mirasidium berenang di air; dalam waktu 24 jam mirasidium
harus sudah menemukan keong air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong
air di sini berfungsi sebagai hosper perantara pertama (HP 1). Dalam keong air
tersebut, mirasiudium berkembang menjadi spoorokista yaitu kantung yang berisi
embrio lalu berkembang lagi menjadi redia yang siap dikeluarkan dari tubuh
keong. (Staf Pengajar FKUI, 2009)
Pada umumnya cacing
trematoda yang hidup pada siput ditemukan pada beberapa Negara seperti di RRC,
Korea, Jepang, Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India dan Afrika. Beberapa
spesies juga ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski di
Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan Sulawesi, Heterophydae di Jakarta
dan Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah (Irmawati, 2013)
Secara umum gastropoda memberi manfaat kepada manusia, baik dagingnya
sebagai bahan makanan yang berprotein tinggi sehingga dapat dikonsumsi oleh
penduduk, juga sebagai pakan ternak unggas dan cangkangnya dapat dibuat
berbagai macam lukisan, cendramata dan bunga-bungaan. Akan tetapi, selain
memiliki berbagai macam manfaat tersebut, siput juga dapat merugikan yaitu
sebagai hama yang merupakan ancaman bagi manusia karena memakan tanaman muda misalnya
padi, serta beberapa jenis diantaranya ternyata dapat berpotensi sebagai inang
perantara parasit cacing trematoda, yang stadium dewasanya berparasit pada
manusia (Sutrisnawati, 2001).
2. Tujuan
a. Dapat
mengetahui cara pemeriksaan infeksi dari trematoda.
b. Mengetahui ada tidaknya infeksi larva cacing trematoda pada sampel keong yang diperiksa.
B. METODE
1.
Metode
Pemeriksaan
Maksud dari
dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui berbagai macam stadium
dalam kelas Trematoda dalam hati siput yang diperiksa dalam laboratorium. Dasar
teorinya yaitu siput dikatakan sebagai hospes perantara dari berbagi jenis
Trematoda karena di dalam hati siput ditemukan stadium sporokista, redia, dan
sercaria. Hati siput terletak pada lingkaran atau sutura ketiga dari ujungnya.
Ditemukannya stadium sporokista, redia dan serkaria pada tubuh siput
menunjukkan bahwa siput terinfeksi cacing trematoda.
Metode
pemeriksaan serkaria pada keong mas
dan kraca yaitu
dengan
memotong pada segmen ketiga dari ujung yang merupakan lokasi perkembangbiakan trematoda secara aseksual berada pada hospes perantara
yaitu tubuh siput yang berlokasi di hati.
2.
Alat
dan Bahan
Alat
1. Objek
glass
2. Cover
glass
3. Mikroskop
elektrik
4. Talenan
5. Pisau
6. Tisu
Bahan
1. Keong
mas
2. Kraca
Cara kerja
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sampel keong diletakkan di atas talenan.
3. Tiga segmen dari ujung spesimen keong dipotong menggunakan pisau.
4. Lendir yang didapat dari ujung spesimen yang telah dipotong
diulaskan pada objek glass.
5. Objek glass ditutup dengan
cover glass.
6. Amati
di bawah
mikroskop.
C. HASIL
Sampel
|
Hasil
|
Keong mas
|
Negatif
|
Kraca
|
Negatif
|
Dari percobaan mengenai pemeriksaan infeksi larva
trematoda yang melibatkan tiga macam sampel antara lain keong mas dan kraca
dapat diketahui bahwa hasil menunjukkan negatif karena tidak ditemukan adanya
infeksi larva cacing trematoda yang terdapat pada ketiga macam spesimen
tersebut setelah dilakukan pengamatan di bawah mikroskop.
D.
PEMBAHASAN
Metode
pemeriksaan serkaria pada keong mas
dan kraca adalah dengan memotong pada segmen ketiga dari
ujung yang merupakan lokasi perkembangbiakan
trematoda secara aseksual berada pada hospes perantara yaitu tubuh siput yang berlokasi di hati.
1. Tujuan dari metode ini adalah untuk
mengetahui ada tidaknya infeksi larva cacing trematoda pada sampel siput yang diperiksa.
2. Kelebihannnya
adalah cara kerjanya mudah dan alat yang digunakan tidak banyak.
3. Kerugiannya
adalah harus menjaga spesimen agar tetap hidup dan menentukan tiga segmen dari ujung siput untuk dipotong.
Hasil yang
didapatkan dari pemeriksaan keong, kraca dan sumpil yaitu negatif karena tidak sitemukan adanya infeksi larva cacing
trematoda yang terdapat pada ketiga macam sampel tersebut setelah dilakukan
pengamatan di bawah mikroskop. Hal ini disebabkan oleh:
1. Air
yang mengaliri sawah bersih dan tidak terkontaminasi oleh suatu apapun karena
air tersebut selalu dijaga kebersihannya oleh para petani yang berada disawah
tersebut.
2.
Sawah tempat
pengambilan sampel siput sudah dibajak menggunakan traktor, bukan kerbau. Penggunaan
traktor saat membajak sawah membuat sawah tidak terkontaminasi karena kotoran
kerbau dan membuat siput tidak terinfeksi penyakit apapun yang ditimbulkan oleh
kerbau tersebut.
3.
Pemotongan cangkang
tidak pas pada organ hati siput yaitu bukan pada lingkaran segmen yang ketiga dari ujung siput
4.
Saat melakukan
identifikasi praktikan kurang teliti dan tidak mengikuti prosedur yang ada
sehingga pada beberapa siput tidak ditemukan stadium perkembangan cacing
trematoda.
5.
Siput memang belum
terinfeksi cacing Trematoda.
6.
Daerah ditemukannya
siput belum tercemar sehingga cacing Trematodanya tidak ada.
Pomacea sp. adalah keong air tawar
yang morfologinya cukup menarik. Keong ini berbentuk bulat mengerucut dan
berwarna kuning keemasan sehingga dikenal dengan nama keong mas. Berdasarkan dagingnya,
terdapat dua macam keong mas yakni yang berdaging kuning dan berdaging hitam. Lingkaran (ubin) cangkang terdiri
dari lima sampai enam buah dipisahkan dengan kedalaman yang disebut suture,
bukaan cangkang (aperture) berbentuk panjang dan hampir bulat. Keong mas
jantan memiliki aperture lebih bulat dari betina. Ukuran cangkang bervariasi
dengan lebar 4-6 cm dan tinggi 4,5-7,5 cm. Operculum (tutup cangkang) umumnya
tebal dan strukturnya berpusat di pusat cangkang. Keong mas memiliki sifat yang
sangat rakus sehingga memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai pemberantas gulma
air di sawah dan menjadi sumber protein hewani. (Riani, 2011)
Keong
sawah (Pilla ampullaceal) adalah jenis siput air yang mudah dijumpai di
perairan tawar Asia tropis, seperti di sawah, aliran parit, dan danau. Hewan
bercangkang ini dikenal pula sebagai kraca, keong gondang, siput sawah, siput
air, atau tutut. Bentuknya agak menyerupai siput murbai, tetapi keong sawah
memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam. Sebagaimana anggota
Ampullariidae lainnya, ia memiliki operculum , semacam penutup/
pelindung tubuhnya yang lunakketika menyembungikan diri di dalam cangkangnya
(Muchsin dkk, 2010).
Parasit
Trematoda mempunyai hubungan yang erat dengan hospes perantara Gastropoda yang
berperan sebagai kendaraan untuk perkembangan dan transmisi Trematoda.
Mereka menghadirkan beban ekonomi dan medis di Negara
berkembang. Laboratorium meningkatkan system dan kultur sel in vitro siput
dengan trematoda. Keseimbangan dinamis hubungan ini dimana parasit mempengaruhi
secara kuat fisiologi hospes sangat spesifik dan mendorong kospesiasi.
(Lockyer, dkk, 2004)
Menurut
Onggowaluyo (2002), trematoda berasal dari kata trematos, artinya berlubang dan
berlekuk, yaitu cacing yang tubuhnya terdapat satu atau lebih bagian yang
berlekuk untuk menempel pada hospesnya. Trematoda yang hidup sebagai pada
manusia memiliki organ pencernaan, genital, dan beberapa bagian lainnya
mengalami kemunduran. Spesies yang hidup pada manusia disebut sebagai
endoparasit karena hidup di dalam organ visceral, misalnya dalam sistem
pembuluh darah. Trematoda dewasa tidak bersegmen, berbentuk pipih dorsoventral
bilateral simetris, memanjang seperti daun. Cacing ini menempel pada hospes
dengan dua batil isap (sucker), yaitu di bagian kepala (oral sucker) dan di
bagian perut (ventral sucker). Cacing ini tidak mempunyai soelom dan system
sirkulasi darah. Faring berbentuk bulat dan berotot, ususnya bercabang
menyerupai huruf Y, sistem ekskresi terdiri dari sel api (flame cell), dan
bersifat hermaprodit. Bentuk, ukuran, dan warna telur berbeda-beda. Ujung kulit
telur umumnya tidak mempunyai operculum, tetapi mempunyai duri (spina).
Menurut Irianto (2013), daur hidup trematoda meliputi:
1.
Keluarnya telur
dari feses hospes. Telur ini menetas dalam air dan menjadi mirasidium.
2.
Mirasidium
menembus jaringan keong sebagai hospes perantara pertama. Di dalam keong,
mirasidium mengalami metamorphosis yaitu sporokista lalu redia yang siap
dikeluarkan.
3.
Redia menjadi
serkaria yang berenang bebas di air dan memasuki hospes perantara kedua.
4.
Serkaria menjadi
metaserkaria.
5.
Hospes perantara
kedua dikonsumsi hospes definitif dan menginfeksi hospes definitif.
Menurut
Staf Pengajar FKUI (2009), kelainan yang disebabkkan oleh cacing Trematoda tergantung
dari lokalisasi cacing, pengaruh rangsangan setempat, dan zat toksin yang
dikeluarkan oleh cacing. Cacing pada usus menimbulkan gejala ringan seperti
mual, muntah, dan diare. Cacing pada paru menimbulkan gejala batuk, sesak
napas, dan batuk darah (hemoptisis). Cacing pada saluran empedu hati
menimbulkan peradangan saluran empedu, penyumbatan aliran empedu, dan gejala
ikterus, serta hepatomegali.
Menurut
Entjang (2003), berkecamuknya penyakit Trematoda di suatu daerah ditentukan
oleh adanya mollusca sebagai host intermediate di wilayah tersebut, sedangkan
hospes kedua relatif kurang berperan karena larva trematoda hanya akan
melanjutkan perjalanan bila bertemu hospes perantara kedua. Namun, terhadap
mollusca tidak terlalu memilih. Kebiasaan masyarakat di daerah menentukan
terjadinya infeksi dan penyebaran. Kebiasaan, mandi, mencuci, berbasah-basah di
sungai, kolam, atau sawah berisiko untuk terinfeksi cacing ini. Selain itu,
memakan sayuran, udang, ikan yang kurang matang, pembuangan kotoran yang tidak
benar juga menimbulkan penularan. Pencegahan terhadap penyakit Trematoda ini
dapat dilakukan dengan:
1.
Pengobatan semua
penderita untuk menghilangkan sumber penularan.
2.
Pembuangan
kotoran sesuai aturan kesehatan.
3.
Pemberantasan
siput air tawar.
4.
Mengonsumsi
sayuran, ikan, udang, keong yang benar-benar matang.
5.
Pendidikan
kesehatan kepada masyarakat.
E. KESIMPULAN
1. Metode
pemeriksaan serkaria pada keong mas
dan kraca yaitu dengan memotong pada segmen ketiga dari
ujung yang merupakan lokasi perkembangbiakan
trematoda secara aseksual berada pada hospes perantara yaitu tubuh siput yang berlokasi di hati
2. Ada berbagai macam jenis keong yang
merupakan hospes perantara dari cacing trematoda. Diantaranya adalah keong mas (Pomacea canaliculata) dan kraca (Pila ampullaceae).
3. Hasil yang didapat dari pemeriksaan
potongan segmen keong mas, kraca, dan sumpil adalah negatif, karena tidak
terdapat larva cacing trematoda (serkaria) pada keong mas dan kraca.
Daftar
Pustaka
Entjang, Indah.
2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk
Akademi Keperawatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Lockyer,Anne
E, dkk. 2004. Trematodes
and snails: an intimate association. Canadian
Journal of Zoology. 82(2): 251-269, 10.1139/z03-215
Irmawati,
dkk. 2013. Prevalensi
Larva Echinostomatidae pada Berbagai Jenis Gastropoda Air Tawar di Kecamatan
Dolo Kabupaten Sigi. e-Jipbiol Vol.
2: 1-6.
Irianto, Koes.
2013. Parasitologi Medis. Bandung:
Alphabeta.
Muchsin, dkk. 2010. Kepadatan Keong Pila ampullaceal di Areal Persawahan Pondok Hijau. Laporan
Praktikum Ekologi Hewan.
Onggowaluyo,
Jangkung. 2002. Parasitologi Medik I
Helmintologi: Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis, dan Klinik.
Jakarta: EGC.
Riani, Etty. 2011. Kemampuan Reproduksi Keong Mas
(Pomacea sp.) Daging Kuning dan Daging Hitam. Jurnal Moluska
Indonesia. Volume 2(1):9-13.
Sutrisnawati. (2001). Beberapa Aspek Biologi
Gastropoda Air Tawar Serta Potensinya Sebagai Inang Perantara Parasit Cacing
Trematoda Pada Manusia di Daerah Lembah Napu Sulawesi Tengah. [Thesis].
Bandung: Universitas Padjadjaran.
Staf
Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
0 comments:
Post a Comment