EKOLOGI KESEHATAN IBU DAN ANAK


Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Kesehatan Ibu dan Anak



Disusun Oleh:
KELOMPOK 8

Nanda Eka Putri                                 G1B014011
Dwi Kurniati                                       G1B014032
Syifa Waras Utami                             G1B014068
Beta Ana Fajar                                   G1B014070



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2016
 BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kematian maternal dan neonatal merupakan masalah besar khususnya di negara yang sedang berkembang. Sekitar 98-99% kematian maternal dan neonatal terjadi di negara berkembang, sedangkan dinegara maju hanya 1-2%. Sebenarnya sebagian besar kematian tersebut masih dapat dicegah apabila mendapat pertolongan pertama yang adekuat ( Manuaba, 2008).
Penyebab kematian ibu yang paling tinggi berasal dari kasus obstetri, yaitu penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lain yakni sebesar 47,3%, kemudian diikuti oleh kehamilan yang berakhir abortus sebesar 31,5%. Selain itu, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, serta akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian ibu (Depkes RI, 2007).
Terdapat lima masalah penting dalam kesehatan reproduksi, yaitu masalah gizi, masalah pendidikan, masalah lingkungan, masalah seks dan seksualitas, serta masalah perkawinan dan kehamilan dini (Wijono, 2001).
Menurut UNICEF (2008) Pernikahan di usia muda disebut juga dengan child marriage, merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak dan hak asasi manusia, yaitu hak penuh untuk bebas menentukan pernikahan. Lebih lanjut UNICEF mendefinisikan early marriage (pernikahan dini) sebagai pernikahan yang dilakukan pada usia kurang dari 18 tahun. Batasan pernikahan dini di Indonesia masih sulit untuk ditentukan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kebijakan mengenai usia pernikahan yang tidak kunjung menemui kata sepakat. Lebih lanjut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menyatakan usia minimal pernikahan bagi perempuan adalah 16 tahun, sedangkan untuk pria adalah 19 tahun sementara BKKBN memberikan standar usia minimal seseorang menikah adalah 20 tahun.
Wanita yang menikah pada usia dini memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang menikah pada usia yang lebih dewasa. Pernikahan dini berkaitan erat dengan kehamilan dan kelahiran pada usia muda. Wanita yang menikah di usia muda mempunyai waktu yang lebih panjang terhadap risiko kehamilan. Semakin rendah usia seseorang wanita menjadi hamil, semakin besar risiko kesehatannya, risiko kematian akibat kehamilan dua kali lebih tinggi pada remaja perempuan usia 15–19 tahun dibandingkan dengan perempuan usia 20–24 tahun (WHO, 2011). Seorang wanita yang melahirkan sebelum berusia 15 tahun berisiko 5 kali lebih tinggi meninggal saat melahirkan dibandingkan dengan perempuan yang berusia 20 tahun ke atas (UNICEF, 2008).
Di seluruh provinsi di Indonesia masih terdapat pernikahan pada usia dini, dengan persentase yang sangat bervariasi. Pernikahan dini pada remaja merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi remaja. Dibandingkan dengan implikasi positif, pernikahan dini memiliki lebih banyak implikasi negatif terhadap kelangsungan hidup remaja yang mengalaminya. Implikasi negatif tersebut diantaranya risiko kematian ibu dan bayi, meningkatkan kerentanan terhadap HIV dan penyakit menular seksual lainnya, berat bayi lahir rendah (BBLR), bayi lahir prematur, menderita gangguan pertumbuhan atau kecacatan, pendidikan yang rendah, hingga tidak dapat memiliki akses yang cukup terhadap dukungan sosial.
B. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana masalah kesehatan ibu dan anak di Indonesia
2.      Apa yang dimaksud dengan ekologi
3.      Bagaimana konsep ekologi kesehatan ibu dan anak
4.      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekologi kesehatan ibu dan anak
C. TUJUAN
1.      Mengetahui masalah kesehatan ibu dan anak di Indonesia
2.      Mengetahui pengertian ekologi
3.      Mengetahui konsep ekologi kesehatan ibu dan anak
4.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ekologi kesehatan ibu dan anak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. MASALAH KESEHATAN IBU DAN ANAK
Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi yang ada di Indonesia. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN dengan jumlah kematian ibu tiap tahunnya mencapai 450 per seratus ribu kelahiran hidup yang jauh diatas angka kematian ibu di Filipina yang mencapai 170 per seratus ribu kelahiran hidup, Thailand 44 per seratus ribu kelahiran hidup (Kemenkes, 2010). Masalah tersebut antara lain:
1. Masalah Pada Ibu
a. Aborsi
Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin bisa hidup di luar kandungan. Abortus merupakan gejala yang sejak zaman dahulu kala dikenal pada seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia. Bila seorang wanita menjadi hamil tidak diinginkannya maka ia akan melakukan segala macam usaha untuk menggugurkan kandungannya. Tindakan aborsi dapat menyebabkan seorang wanita merasa bersalah, depresi, rasa kehilangan, pendarahan, rusaknya rahim, kanker, dan kematian. (Asmarawati, 2010)
b. Anemia
Ibu hamil aterm cenderung menderita ADB karena pada masa tersebut  janin menimbun cadangan besi untuk dirinya dalam rangka persediaan segera setelah lahir (Sinsin, 2008). Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan penyaluran oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang mempengaruhi fungsi plasenta. Fungsi plasenta yang menurun dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin, abortus, partus lama, sepsis puerperalis, kematian ibu dan janin (Cunningham et al., 2005).
c. Tertular IMS
Infeksi menular seksual (IMS) adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Menurut The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) terdapat sekitar 20 juta kasus baru IMS dilaporkan per-tahun. Pada wanita hamil terjadi perubahan anatomi, penurunan reaksi imunologis dan perubahan flora serviko-vaginal. Perubahan fisiologis pada wanita hamil akan berdampak pada perjalanan dan manifestasi klinis IMS. Beberapa infeksi menular seksual tersering adalah sifilis, gonore, chlamydia trachomatis, vaginosis bakterial, trikomoniasis, kondiloma, dan kandidiasis. (Agustini, dkk, 2013)
d. Komplikasi Obstetri
Komplikasi persalinan merupakan komplikasi yang terjadi pada saat persalinan, dapat berupa perdarahan postpartum, retensio plasenta, dan ruptura uteri. Setiap ibu hamil menghadapi risiko beban fisik, mental, dan bahaya komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas dengan risiko kematian, kecacatan, ketidakpuasan, dan ketidaknyamanan. Berbagai omplikasi obstetric tersebut terjadi mendadak dan tidak terduga sebelumnya dan tida dapat dihindari. (Huda, 2007)
e. Persalinan Tidak Ditolong oleh Petugas Kesehatan
Di daerah pedesaan misalnya masih kebanyakan ibu hamil lebih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya penolakan pengobatan modren yang disebabkan prinsip pengobatan modren yang tidak cocok dengan pemahaman mereka tentang pertolongan persalinan. Dukun bayi masih menggunakan cara-cara tradisional sehingga banyak merugikan dan membahayakan keselamatan ibu dan bayi baru lahir. Di beberapa daerah, keberadaan dukun bayi sebagai orang kepercayaan dalam menolong persalinan, sosok yang dihormati dan berpengalaman, sangat dibutuhkan oleh masyarakat keberadaannya. (Kemenkes, 2011).
2. Masalah Pada Bayi
a. Asfiksia
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2pada udara respirasi, yang ditandai dengan:
1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia ensefalopati)
4. Gangguan multiorgan sistem. (Prambudi, 2013).
b. Hiperbilirubin
Peningkatan kadar bilirubin merupakan salah satu temuan tersering pada bayi baru lahir, umumnya merupakan transisi fisiologis yang lazim pada 60%-70% bayi aterm dan hampir semua bayi preterm. Pada kadar bilirubin >5 mg/dL, secara klinis tampak pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus. Pada sebagian besar kasus, kadar bilirubin yang menyebabkan ikterus tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Namun pada beberapa kasus hiperbilirubinemia berhubungan dengan beberapa penyakit, seperti penyakit hemolitik, kelainan hati, infeksi, kelainan metabolik, dan endokrin. (Rahardjani, 2008)
c. Infeksi Neonatal
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup, dan mencapai 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat <1500gram. Angka kematian 13-50%, terutama pada bayi premature (5-10 kali kejadian pada neonatus cukup bulan) dan neonatus dengan penyakit berat dini. Infeksi nosokomial pada bayi berat lahir sangat rendah,  merupakan penyebab utama tingginya kematian pada umur setelah 5 hari kehidupan. (Pusponegoro, 2000)
d. Kesulitan Menyusu
Masalah pada bayi umumnya berkaitan dengan manajemen laktasi, sehingga bayi sering menjadi “bingung puting” atau sering menangis, yang sering diinterprestasikan oleh ibu dan keluarga bahwa ASI tidak tepat untuk bayinya. (Suradi, 2004).
e. Hipotermi
Hipotermia pada bayi baru lahir disebabkan belum sempurnanya pengaturan suhu tubuh bayi, maupun pengetahuan yang kurang tentang pengelolaan bayi baru lahir yang benar. Hipotermia pada bayi baru lahir mempengaruhi metabolisme tubuh dan dapat mengakibatkan komplikasi hipoglikemia, asidosis metabolik, distres pernapasan, dan infeksi. Kesalahan penanganan sesudah lahir dapat menyebabkan bayi baru lahir kehilangan panas melalui evaporasi, konduksi, radiasi, dan konveksi. (Puspita, 2007)
f. Hipoglikemi
Hipoglikemi  adalah  keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L). Timbul bila kadar glukosa serum lebih rendah daripada kisaran bayi normal sesuai usia pasca lahir. Bayi atterm dengan memiliki BB 2500 gr gula darah <30 mg/dl, 72 jam, selanjutnya 40mg/dl. Sedangkan BBLR memiliki gula darah  <25 mg/dl. Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.
g. Kejang
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. (ILAE, 1983)
h. BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction). (Pudjiadi, dkk., 2010)
Selain itu, menurut UNICEF (2012), masalah kesehatan ibu dan anak antara lain:
a. Kematian Ibu dan Anak
Rasio kematian ibu, yang diperkirakan sekitar 228 per 100.000 kelahiran hidup, tetap tinggi di atas 200 selama dekade terakhir, meskipun telah dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu. Selain itu, Sebagian besar kematian anak di Indonesia saat ini terjadi pada masa baru lahir (neonatal), bulan pertama kehidupan. Kemungkinan anak meninggal pada usia yang berbeda adalah 19 per seribu selama masa neonatal, 15 per seribu dari usia 2 hingga 11 bulan dan 10 per seribu dari usia satu sampai lima tahun. sebuah studi menunjukkan bahwa angka kematian di perdesaan mengalami penurunan lebih cepat daripada angka kematian di perkotaan, dan bahwa kematian di perkotaan bahkan telah mengalami peningkatan pada masa neonatal. Tren ini tampaknya terkait dengan pertumbuhan urbanisasi yang cepat, sehingga menyebabkan kepadatan penduduk yang berlebihan, kondisi sanitasi yang buruk, dan juga adanya perubahan dalam masyarakat.
b. Kesenjangan Pelayanan Kesehatan
Proporsi persalinan di fasilitas kesehatan masih rendah, yaitu sebesar 55 persen. Lebih dari setengah perempuan di 20 provinsi tidak mampu atau tidak mau menggunakan jenis fasilitas kesehatan apapun, sebagai penggantinya mereka melahirkan di rumah mereka sendiri. Kebanyakan perempuan hamil (72 persen) di Indonesia melakukan kunjungan pertama, tetapi putus sebelum empat kunjungan yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan. Kurang lebih 16 persen perempuan (25 persen dari perdesaan dan 8 persen perempuan perkotaan) tidak pernah mendapatkan pelayanan antenatal selama kehamilan terakhir mereka. Di antara pelayanan kesehatan yang tersedia bagi ibu, persalinan di fasilitas kesehatan menunjukkan kesenjangan terbesar .
c. Hambatan lain
Buruknya kualitas pelayanan kesehatan antenatal, persalinan, dan pascapersalinan merupakan hambatan utama untuk menurunkan kematian ibu dan anak. Untuk seluruh kelompok penduduk, cakupan tentang indikator yang berkaitan dengan kualitas pelayanan (misalnya, pelayanan antenatal yang berkualitas) secara konsisten lebih rendah daripada cakupan yang berkaitan dengan kuantitas atau akses (misalnya empat kunjungan antenatal). Studi 2002 menunjukkan bahwa buruknya kualitas pelayanan merupakan faktor penyebab 60 persen dari 130 kematian ibu yang dikaji.P erilaku yang tidak tepat dan kurangnya pengetahuan berkontribusi terhadap kematian anak:
1.        Para ibu dan petugas kesehatan masyarakat tidak memiliki pengetahuan tentang penanggulangan atau pengobatan penyakit-penyakit umum anak.
2.        Para ibu tidak menyadari pentingnya pemberian ASI.
3.        Praktek-praktek sanitasi dan kebersihan yang buruk sangat umum.

B. PENGERTIAN EKOLOGI
    Ekologi merupakan salah satu cabang biologi, yaitu ilmu pengetahuan tentang hubungan antara organisme dan lingkungannya atau ilmu yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadap jasad hidup. Ada juga yang mengatakan bahwa ekologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara tumbuhan , hewan dan manusia beserta lingkungannya dimana mereka hidup, bagaimana kehidupannya dan mengapa mereka ada di tempat tersebut. Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu” Oikos “ yang mana artinya adalah rumah atau tempat hidup  atau habitat dan “logos “ yang berarti ilmu . Secara harfiah ekologi adalah pengkajian hubungan organisme-organisme atau  kelompok organisme terhadap lingkungannya . 
      Menurut Miller dalam Darsono (1995), ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme dan sesamanya serta dengan lingkungan tempat tinggalnya. Menurut Odum (1971), ekologi adalah kajian struktur dan fungsi alam, tentang struktur dan interaksi antara sesame organism dengan lingkungannya dan ekologi adalah kajian tentang rumah tangga bumi termasuk flora, fauna, mikroorganisme dan manusia yang hidup bersama saling tergantung satu sama lain.
C. KONSEP EKOLOGI KESEHATAN
     Ekologi Kesehatan adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia, lingkungan biologis, lingkungan fisik, lingkungan sosial di dalam suatu daerah dan waktu tertentu yang mempunyai pengaruh pada status kesehatan. Lingkungan atau ekologi sangat berpengaruh besar dalam status kesehatan manusia, lingkungan yang bersih sudah pasti ditempati oleh masyarakat yang sehat, sedangkan lingkungan yang tidak bersih atau kotor atau kumuh sudah pasti ditempati oleh masyarakat yang sering terserang penyakit. dari kebersihan bahkan bisa dikatan kumuh, banyak faktor dan berbagai hal yang menyebabkan itu terjadi, maka mereka yang hidup jauh dari kebersihan akan sangat banyak diserang penyakit.
Hubungan manusia dengan lingkungan, dengan tingkah lakunya, dengan penyakitnya dan cara-cara dimana tingkah lakunya dan penyakitnya mempengaruhi evolusi dan kebudayaannya selalu melalui proses umpan balik. Pendekatan ekologis merupakan dasar bagi studi tentang masalah-masalah epidemiologi, cara-cara dimana tingkah laku individu dan kelompok menentukan derajat kesehatan dan timbulnya penyakit yang berbeda-beda dalam populasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh pada penyakit malaria ditemukan pada daerah berikilim tropis dan subtropis sedangkan pada daerah beriklim dingin tidak ditemukan penyakit ini, juga pada daerah diatas 1700 meter diatas permukaan laut malaria tidak bisa berkembang. Contoh lain yaitu: semakin maju suatu bangsa, penyakit yang diderita pun berbeda dengan bangsa yang baru berkembang. Penyakit-penyakit infeksi seperti malaria, demam berdarah, TBC, dll pada umumnya terdapat pada Negara-negara berkembang, sedangkan penyakit-penyakit noninfeksi seperti stress, depresi, kanker, hipertensi umumnya terdapat pada negara-negara maju. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang berbeda pada kedua kelompok tersebut.

D. FAKTOR-FAKTOR EKOLOGI KESEHATAN IBU DAN ANAK
1.      Lingkungan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan pengertian lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan merupakan salah satu peran penting dan berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan masyarakat. Lingkungan juga merupakan determinan dalam menularkan dan munculnya suatu penyakit, baik menular maupun tidak menular (Notoatmodjo,2003).

a. Lingkungan Fisik
Kondisi faktor lingkungan fisik seperti adanya perubahan iklim, pencahayaan yang kurang, kelembaban yang tinggi, kondisi lingkungan disekitar rumah yang buruk menyebabkan perkembangbiakan vektor semakin meningkat (Anies, 2006). Sebagai contoh, kelembaban yang tinggi dapat memicu perkembangbiakan jamur candida albicans. Candida albicans merupakan flora normal pada beberapa area tubuh manusia serta memiliki sifat opportunis sehingga apabila kondisi mendukung, akan dapat berubah menjadi patogen (Ramali dan Werdani, 2001). Jamur ini apabila pertumbuhannya tidak normal dapat menyebabkan penyakit kandidias pada vagina. Kandidiasis adalah salah satu penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut, disebabkan oleh jamur genus Candida yang dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru (Kuswadji, 2002)
b. Lingkungan Biologi
Menurut Supardi (2003), lingkungan biologi terdiri dari segala makhluk hidup yang ada di sekitar individu baik manusia, hewan dan tumbuhan. Selain itu, Linkungan biologis merupakan lingkungan yang terdiri atas flora dan fauna, yang berfungsi sebagai sumber sandang,  pangan, papan dan kestabilan ekosistemnya. Selain faktor yang menguntungkan, di dalam lungkungan ini terdapat juga berbagi faktor yang membahayakan kesehatan, seperti mikroba yang patogen, vektor penyakit, reservoir penyakit dan hewan serta tumbuhan beracun dan secara fisik membahayakan.
Sebagai contoh, jika lingkungan biologi tidak seimbang maka akan menimbulkan masalah kesehatan misalnya diare pada balita. Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak- lebih dari biasanya (tiga kali dalam sehari). Menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (2002) di Indonesia penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, dimana insidens diare pada tahun 2000 yaitu sebesar 301 per 1000 penduduk, secara proporsional 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan episode diare balita sebesar 1,0 – 1,5 kali per tahun.
Di samping itu, adanya virus HIV yang meningkat juga dapat menyebabkan penyakit HIV/AIDS. Penularan HIV melalui jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti alat tindik yang terkontaminasi, biasanya terjadi akibat penyalahgunaan obat-obat terlarang dengan menggunakan pemakaian jarum suntik yang terkontaminasi secara bergantian (Zein, 2006). Seorang ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini dapat menularkan penyakit ini secara langsung kepada bayinya. Menurut Jawetz (2001) dalam Mariam (2010), penularan dari ibu ke bayi bisa terinfeksi di dalam rahim, selama proses persalinan, atau melalui Air Susu Ibu (ASI). Sekitar 30% dari infeksi terjadi di dalam rahim dan 70% saat kelahiran. Data menunjukkan bahwa sepertiga sampai separuh infeksi HIV perinatal di Afrika disebabkan oleh ASI. Penularan selama menyusui biasanya terjadi pada 6 bulan pertama setelah kelahiran.
c. Lingkungan Sosial
Lingkungan Sosial adalah semua kondisi dalam dunia yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku seseorang, termasuk pertumbuhan dan perkembangan atau life process, yang dapat pula dipandang sebagai penyiapan lingkungan (to provide environment) bagi generasi yang lain.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan sosial merupakan wadah atau sarana untuk berinteraksi dengan orang lain dan membentuk sebuah pribadi serta mempengaruhi tingkahlaku seseorang. Oleh karena itu lingkungan sosial yang baik akan mempengaruhi pribadi atau perilaku seseorang itu menjadi baik pula.
Menurut Dalyono (1997:246) lingkungan sosial terdiri dari:
a.    Lingkungan Keluarga
Keluarga yang utuh adalah keluarga yang dilengkapi dengan anggota-anggota keluarga seperti ayah, ibu, dan anak. Sebaliknya keluarga yang pecah atau broken home terjadi karena tidak hadirnya salah satu orangtua yang disebabkan oleh kematian atau perceraian, atau tidak hadir kedua-duanya(Abu Hadi, 2002:248)
b.    Teman bergaul
Teman bergaul pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak, apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah maka ia akan malas belajar, sebab cara hidup mereka yang bersekolah berlainan dengan anak yang tidak bersekolah.
c.    Lingkungan tetangga
Corak kehidupan tetangga, misalnya suka main judi, mengkonsumsi minuman keras, menganggur, tidak suka belajar, merokok dsb, akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku menyimpang. Sebaliknya jika tetangga terdiri dari pelajar, mahasiswa, dokter, insyinyur, akan mendorong semangat seseorang untuk berperilaku terpuji.
Efek negatif yang timbul akibat pengaruh lingkungan sosial salah satunya adalah kepribadian yang tidak selaras atau menyimpang dari lingkungan sosial dalam bentuk kenakalan remaja, kejahatan, rendahnya rasa tanggung jawab, pergaulan bebas, dan lain sebagainya yang dapat dilakukan oleh masing-masing individu.
Salah satu contoh pengaruh lingkungan sosial adalah pernikahan dini akibat pergaulan bebas. Di Indonesia pernikahan dini sekitar 12-20% yang dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya, pernikahan dini dilakukan oleh pasangan usia muda yang rata-rata umurnya antara 16-20 tahun. Secara nasional pernikahan dini dengan pasangan usia di bawah 16 tahun sebanyak 26,95%. Remaja di bawah usia 20 tahun yang melakukan pernikahan dini secara fisik, mental, dan social belum siap untuk melaksanakan pernikahan karena adanya resiko kehamilan diantaranya adalah keguguran, persalinan prematur, BBLR, kelainan bawaan, mudah terjadi infeksi, anemia pada kehamilan, keracunan kehamilan, dan kematian (Kusmiran, 2011).

2.      Sosial Budaya
Sosial Budaya adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya dalam kehidupan bermasyarakat Secara  sederhana kebuadayaan dapat diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan rasa. Koentjaraningrat (2002) mendefinisikan kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Asalkan sesuatu yang dilakukan manusia memerlukan belajar maka hal itu bisa dikategorikan sebagai budaya. Taylor dalam bukunya Primitive Culture, memberikan definisi kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan kesenian, moral, hukum,  adat-istiadat dan kemampuan lain serta kebiasaankebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahyul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah.
a.    Aspek Sosial Budaya Serta Hubungannya Dengan Ekologi
Sosial budaya sangat erat hubungan nya dengan masyarakat dalam suatu lingkungan. Dimana sosial berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem hidup bersama atau hidup bermasyarakat dari orang atau sekelompok orang yang didalamnya sudah tercakup struktur, organisasi, nilai-nilai sosial, dan aspirasi hidup serta cara-cara mencapainya. Sedangkan budaya berarti cara atau sikap hidup manusia dalam hubungannya secara timbal balik dengan alam dan lingkungan hidupnya. Jadi konsep dalam sistem sosial budaya dapat dideskripsikan sebagai suatu ide dan pemikiran yang berisikan mengenai komponen-komponen pembentuk kebudayaan suatu masyarakat. Secara umum dapat dikatakan sosial budaya adalah bagaimana cara masyarakat berinteraksi satu sama lain, dan bagaimana adat istiadat, tingkah laku atau kebiasaan mayarakat tersebut. Manusia adalah mahluk sosial yang berbudaya,yang hidup dalam suatu lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa manusia yang hidup di suatu daerah sangat beraneka ragam baik,baik dari yang membiasakan hidup bersih maupun yang tidak.
b.    Aspek Sosial Budaya Serta Hubungannya Dengan Kesehatan
Ada beberapa aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan antar lain:
1.    Umur
Jika dilihat dari golongan umur maka ada beberapa perbedaan pola penyakit berdasarkan umur.Misalnya balita lebiha banyak menderita penyakit infeksi, sedangkan golongan usila lebih banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan lain-lain.
2.    Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda pula. Misalnya kanker payudara pada wanita dan prostat pada pria.
3.    Pekerjaan
Ada hubungan antara pola penyakit dan pekerjaan. Misalnya petani dominan menderita penyakit cacing karena banyak melakukan aktivitas di sawah atau tempat yang banyak cacing,sementara buruh pabrik tekstil dominan terkena penyakit saluran pernapasan karena banyak terpapar debu. 
Sementara menurut G. M. Foster (1973), aspek budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan adalah:
1.    Pengaruh tradisi
Ada  beberapa tradisi didalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat.  Salah satu contoh nya adalah seorang ibu yang barumelahirkan mendapat pantangan untuk memakan telur daging dan sebagainya, ibu tersebut hanya di perbolehkan memakan nasi dan garam serta kecap saja dengan alasan gatal-gatal dan dan alasan lainya, hal ini sudah dilakukan turun temurun danmembudaya di lingkungan masyarakat, yang seharus nya adalah ibu yang barumelahirkan memakan makanan bergizi agar mempercepat proses penyebuhan jariangan dalam tubuh ibu tersebut.
2.    Sikap fatalistis 
Sikap fatalitis mempengaruhi perilaku kesehatan dan Sikap fanatik juga menyebabkan rendahnya usaha masyarakat untuk memperoleh pengobatan atau pelayanan kesehatan bagi mereka. Contoh bebeberapa anggota masyarakat dikalangan kelompok tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya bahwa anak adalah titipan tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir , sehingga masyarakat kurang berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya.
3.    Sikap ethnosentris
Sikap yang memandang kebudayaan  sendiri yang lebih baik di banding budaya pihak lain. Masyarakat tentu memiliki budaya dan ilmu kesehatan juga memiliki budaya, seperti contoh di masyarakat tertentu seorang anak  yang sedang luka dilarang memakan telur karena alasan telur dapat membuat luka tersebut infeksi gatal-gatal dan lama sembuh, itu adalah budaya yang salah dan tidak  sesuai dengan budaya kesehatan yang menyatakan seharusnya anak tersebut memakan  telur agar mempercepat penyembuhan jaringan.
4.    Pengaruh perasaan bangga pada statusnya
Sebagai contoh dalam upaya perbaikan gizi, disuatu daerah pedesaan tertentu,menolak untuk makan daun singkong, walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat beranggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan mereka menolaknya karena status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing.
5.    Pengaruh norma
Sebagai contoh upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang memberikan pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan.
6.    Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. Contohnya, masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daripada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa  v'itamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.
7.    Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap perilaku kesehatan.
Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, manusia yang biasa makan nasi sejak kecil, akan sulit diubah kebiasaan makannya setelah dewasa.

3.      Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit dan pada tingkat kesehatan. Misalnya penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan dikalanganmasyarakat yang status ekonominya rendah. Faktor Sosial Ekonomi ada 2 yaitu :
1.    Data sosial
Data sosial yang diperlukan adalah:  Keadaan penduduk disuatu masyarakat (jumlah, umur, distribusi, seks dan geografis).
a.    Keadaan keluarga (besarnya, hubungan, jarak kelahiran)
b.    Pendidikan
c.    Tingkat pendidikan ibu/bapak.
d.   Keberadaan buku-buku.
e.    Usia anak sekolah.
f.     Perumahan (tipe, lantai, atap, dinding, listrik, ventilasi, perabotan, jumalah kamar, pemilikan dan lain-lain)
g.    Dapur (bangunan, lokasi, kompor, bahan bakar, alat masak, pembuangan sampah.
h.    Penyimpanan makanan (ukuran, isi, penutup serangga)
i.      Air (sumber, jarak dari rumah)
j.      Kakus (tipe jika ada, keadaanya)
2.    Data ekonomi
Data ekonomi meliputi:
a.    Pekerjaan (pekerjaan umum, misalnya pekerjaan pertanian dan pekerjaan tambahan, misalnya pekerjaan musiman)
b.     Pendapatan keluarga (gaji, industri rumah tangga, pertanian pangan/non pangan, utang)
c.     Kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, perahu, mesin jahit, kendaraan, radio, TV dan lain-lain.
d.    Pengeluaran/anggaran (pengeluaran untuk makan, pakaian, menyewa, minyak/bahan bakar, listrik, pendidikan, transportasi, rekreasi, hadiah/persembahan)
e.    Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musiman.

4.      Produksi Pangan
Data yang relevan untuk produksi pangan adalah :
a.    Penyediaan makanan keluarga (produksi sendiri, membeli, barter, dll).
b.     Sistem pertanian (alat pertanian, irigasi, pembuangan air, pupuk, pengontrolan serangga dan penyuluhan pertanian).
c.     Tanah (kepemilikan tanah, luas per keluarga, kecocokan tanah, tanah yang digunakan, jumlah tenaga kerja).
d.     Peternakan dan periklanan (jumlah ternak seperti kambing, bebek, dll) dan alat penangkap ikan, dll.
e.    Keuangan (modal yang tersedia dan fasilitas untuk kredit).

5.      Konsumsi Makanan
Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengatur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi. Konsumsi makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran pencernaan. Disamping itu jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.

6.      Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah pengunaan fasilitas pelayanan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan kesinambungan pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran, mudah dicapai oleh masyarakat, terjangkau serta bermutu (Azwar,1999). Juanita (1998) menyebutkan bahwa faktor perilaku yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan antara lain
a.    Pemikiran dan Perasaan (Thoughts and Feeling)
Berupa pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian-penilaian seseorang terhadap obyek, dalam hal ini obyek kesehatan.
b.    Orang Penting sebagai Referensi (Personal Referensi)
Seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh seseorang yang dianggap penting atau berpengaruh besar terhadap dorongan penggunaan pelayanan kesehatan.
c.    Sumber-sumber Daya (Resources)
Mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Sumber-sumber daya juga berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pengaruh tersebut dapat bersifat positif dan negatif.
d.   Kebudayaan (Culture)
Berupa norma-norma yang ada di masyarakat dalam kaitannya dengan konsep sehat sakit.
Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan kesehatan, maka fungsi  pelayanan secara perlu ditingkatkan untuk memberi kepuasan pasien. Kualitas pelayanan merupakan suatu bentuk penilaian konsumen (pasien) terhadap tingkat pelayanan yang diterima dengan tingkat layanan yang diharapkan. (Bata, 2013). Pelayanan kesehatan yang belum sesuai dengan harapan pasien maka diharapkan menjadi masukan bagi organisasi pelayanan kesehatan agar berupaya memenuhinya. Jika kinerja layanan kesehatan yang diperoleh pasien pada suatu fasilitas layanan kesehatan sesuai dengan harapannya, pasien pasti akan selalu datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Pasien akan selalu mencari pelayanan kesehatan di fasilitas yang kinerja pelayanan kesehatannya dapat memenuhi harapan pasien (Pohan, 2007). Azwar (1999) menjelaskan suatu pelayanan kesehatan harus memiliki berbagai persyaratan pokok, yaitu: persyaratan pokok yang memberi pengaruh kepada masyarakat dalam menentukan pilihannya terhadap penggunaan jasa pelayanan kesehatan dalam hal ini puskesmas, yakni:
a.    Ketersediaan dan Kesinambungan Pelayanan
b.    Kewajaran dan Penerimaan Masyarakat
c.    Mudah Dicapai oleh Masyarakat
d.   Terjangkau
e.    Mutu
Menurut Unicef (2012), sekitar 61 persen perempuan usia 10-59 tahun melakukan empat kunjungan pelayanan antenatal yang disyaratkan selama kehamilan terakhir mereka. Kebanyakan perempuan hamil (72 persen) di Indonesia melakukan kunjungan pertama, tetapi putus sebelum empat kunjungan yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan. Kurang lebih 16 persen perempuan (25 persen dari perdesaan dan 8 persen perempuan perkotaan) tidak pernah mendapatkan pelayanan antenatal selama kehamilan terakhir mereka. Selain itu, kualitas pelayanan yang diterima selama kunjungan antenatal tidak memadai. Kementerian Kesehatan Indonesia merekomendasikan komponen-komponen pelayanan antenatal yang berkualitas. Sekitar 86 dan 45 persen perempuan hamil masing-masing telah diambil sampel darah mereka dan diberitahu tentang tanda-tanda komplikasi kehamilan. Akan tetapi, hanya 20 persen perempuan hamil mendapatkanl lima intervensi pertama secara lengkap, menurut Riskesdas 2010. Bahkan di Yogyakarta, provinsi dengan cakupan tertinggi, proporsi ini hanya 58 persen. Sulawesi Tengah memiliki cakupan terendah sebesar 7 persen.
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri atau sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan (Fuad, 2005).
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya (Notoatmodjo, 2007). Hal ini akan memberikan kecenderungan ibu dalam bersikap dengan memberikan yang terbaik bagi bayi. Pendidikan seorang ibu yang rendah memungkinkan ia lambat dalam mengadopsi  pengetahuan baru (Manuaba, 2001). Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah menerima gagasan baru. Demikian halnya dengan ibu yang berpendidikan tinggi akan memeriksakan kehamilannya secara teratur demi menjaga keadaan kesehatan dirinya dan anak dalam kandungannya.
Menurut Unicef (2012), anak-anak dari ibu yang kurang berpendidikan umumnya memiliki angka kematian yang lebih tinggi daripada mereka yang lahir dari ibu yang lebih berpendidikan. Selama kurun waktu 1998-2007, angka kematian bayi pada anak-anak dari ibu yang tidak berpendidikan adalah 73 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi pada anak-anak dari ibu yang berpendidikan menengah atau lebih tinggi adalah 24 per 1.000 kelahiran hidup. Perbedaan ini disebabkan oleh perilaku dan pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik di antara perempuan-perempuan yang berpendidikan.

7.      Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Penyakit infeksi merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan ibu. Status gizi kurang akan meningkatkan kepekaan ibu terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi dapat meningkatkan risiko kurang gizi (Achadi, E. L, 2007).
Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanisme. Infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap makanan. Orang yang mengalami gizi kurang daya tahan tubuh terhadap penyakit menjadi rendah, sehingga mudah terkena serangan penyakit infeksi. Demikian pula sebaliknya, orang yang kena penyakit infeksi dapat mengalami gizi kurang (Suhardjo, 1989).
Penyakit infeksi ini menyebabkan meningkatnya angka kesakitan akibat menurunnya imunitas tubuh. Menurut Guthrie (1995), ibu hamil yang menderita KEK dapat terjadi karena jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup, atau penggunaan zat gizi dalam tubuh tidak optimal, atau kedua-duanya. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah sel darah dalam tubuh, sehingga suplai darah dan zat-zat gizi yang diberikan ke janin berkurang, maka pertumbuhan janin akan terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR.
Scrimshow et.al, (2000) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi.Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu:
a.    Penurunan asupan gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit.
b.     Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penaykit diare, mual/muntah dan pendarahan  yang terus menerus.
c.    Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebuthan akibat sakit (human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh.



BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. KASUS
JAKARTA, KOMPAS — Maraknya pernikahan usia dini berkontribusi pada tingginya angka kematian ibu. Karena itu, pendewasaan usia pernikahan dan pembekalan pengetahuan kesehatan reproduksi mesti dilakukan. Sebab, upaya menurunkan kematian ibu saat hamil, persalinan, dan masa nifas sulit dilakukan tanpa menyiapkan kehamilan ibu sejak dini. "Perkawinan usia dini memicu tingginya angka kematian ibu," kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sudibyo Alimoeso, Senin (5/10), di Jakarta.
Data Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan, angka pernikahan usia dini (19 tahun ke bawah) 46,7 persen. Bahkan, perkawinan di kelompok umur 10-14 tahun hampir 5 persen. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 menyebutkan, 12,8 persen perempuan usia 15-19 tahun sudah menikah. Pernikahan remaja terbanyak terjadi di pedesaan pada perempuan berstatus pendidikan rendah dan berasal dari keluarga berstatus ekonomi rendah.
Ernawati (24), warga Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, misalnya, melahirkan pertama kali di usia 19 tahun. Kini, ia memiliki dua anak, hamil anak ketiga, dan tidak punya rencana punya berapa banyak anak. "Saya belum membahas soal itu dengan suami," ujarnya. Di Puskesmas Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dalam sebulan, hampir 10 remaja berusia 15-19 tahun melahirkan. Pada 2014 ada kasus kematian remaja yang hamil karena eklampsia atau tekanan darah tinggi saat kontraksi. "Beberapa di antara mereka ialah anak SMP," kata Rusniarti, Bidan Koordinator Kamar Bersalin Puskesmas Parung. Kehamilan usia muda juga memicu persoalan baru. Banyak ibu muda tidak paham dirinya hamil karena tidak punya pengetahuan reproduksi yang cukup. Ratna (20), warga Ciherang, Depok, Jawa Barat, menuturkan, saat hamil pertama di usia 17 tahun, ia minum obat nyeri dosis tinggi karena tidak tahu bahwa dirinya hamil sehingga keguguran.

B. PEMBAHASAN
Penting untuk diketahui bahwa kehamilan pada usia kurang dari 17 tahun meningkatkan risiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada anak. Kehamilan di usia yang sangat muda ini ternyata berkorelasi dengan angka kematian dan kesakitan ibu. Disebutkan bahwa anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun.5,9,10 Angka kematian ibu usia di bawah 16 tahun di Kamerun, Etiopia, dan  Nigeria, bahkan lebih tinggi hingga enam kali lipat.5 Anatomi tubuh anak belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan, sehingga dapat terjadi komplikasi berupa obstructed labour serta obstetric fistula.
Data dari UNPFA tahun 2003, memperlihatkan 15%-30% di antara persalinan di usia dini disertai dengan komplikasi kronik, yaitu obstetric fistula. Fistula merupakan kerusakan pada organ kewanitaan yang menyebabkan kebocoran urin atau feses ke dalam vagina. Wanita berusia kurang dari 20 tahun sangat rentan mengalami obstetric fistula. Obstetric fistula ini dapat terjadi pula akibat hubungan seksual di usia dini.5,10 Pernikahan anak berhubungan erat dengan fertilitas yang tinggi, kehamilan dengan jarak yang singkat, juga terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.14,15 Mudanya usia saat melakukan hubungan seksual pertamakali juga meningkatkan risiko penyakit menular seksual dan penularan infeksi HIV. Banyak remaja yang menikah dini berhenti sekolah saat mereka terikat dalam lembaga pernikahan, mereka seringkali tidak memahami dasar kesehatan reproduksi, termasuk di dalamnya risiko terkena infeksi HIV. Infeksi HIV terbesar didapatkan sebagai penularan langsung dari partner seks yang telah terinfeksi sebelumnya.
Lebih jauh lagi, perbedaan usia yang terlampau jauh menyebabkan anak hampir tidak mungkin meminta hubungan seks yang aman akibat dominasi pasangan. Pernikahan usia muda juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya karsinoma serviks.5-10,13  Keterbatasan gerak sebagai istri dan kurangnya dukungan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena terbentur kondisi ijin suami, keterbatasan ekonomi, maka penghalang ini tentunya berkontribusi terhadap meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada remaja yang hamil.14,15
Menurut (Noorkasiani, 2009) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda di Indonesia adalah
1.         Faktor individu
a.    Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang.
Makin cepat perkembangan tersebut dialami, makin cepat pula berlangsungnya perkawinan sehingga mendorong terjadinya perkawinan pada usia muda.
b.    Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah tingkat pendidikan, makin mendorong berlangsungnya perkawinan usia muda.
c.    Sikap dan hubungan dengan orang tua. Perkawinan usia muda dapat berlangsung karena adanya sikap patuh dan atau menentang yang dilakukan remaja terhadap perintah orang tua. Hubungan dengan orang tua menentukan terjadinya perkawinan usia muda. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan perkawinan remaja karena ingin melepaskan diri dari pengaruh lingkungan orang tua.
d.   Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang dihadapi, termasuk kesulitan ekonomi. Tidak jarang ditemukan perkawinan yang berlangsung dalam usia sangat muda, diantaranya disebabkan karena remaja menginginkan status ekonomi yang lebih tinggi.
2.         Faktor keluarga
Peran orang tua dalam menentukan perkawinan anak-anak mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
a.    Sosial ekonomi keluarga
Akibat beban ekonomi yang dialami, orang tua mempunyai keinginan untuk mengawinkan anak gadisnya. Perkawinan tersebut akan memperoleh dua keuntungan, yaitu tanggung jawab terhadap anak gadisnya menjadi tanggung jawab suami atau keluarga suami dan adanya tambahan tenaga kerja di keluarga, yaitu menantu yang dengan sukarela membantu keluarga istrinya.
b.    Tingkat pendidikan keluarga
Makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering ditemukan perkawinan diusia muda. Peran tingkat pendidikan berhubungan erat dengan pemahaman keluarga tentang kehidupan berkeluarga.
c.    Kepercayaan dan atau adat istiadat yang berlaku dalam keluarga. Kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga juga menentukan terjadinya perkawinan diusia muda. Sering ditemukan orang tua mengawinkan anak mereka dalam usia yang sangat muda karena keinginan untuk meningkatkan status sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga, dan atau untuk menjaga garis keturunan keluarga.
d.   Kemampuan yang dimiliki keluarga dalam menghadapi masalah remaja. Jika keluarga kurang memiliki pilihan dalam menghadapi atau mengatasi masalah remaja, (misal : anak gadisnya melakukan perbuatan zina), anak gadis tersebut dinikahkan sebagai jalan keluarnya. Tindakan ini dilakukan untuk menghadapi rasa malu atau rasa bersalah.
3.         Faktor masyarakat lingkungan
a)        Adat istiadat
Terdapat anggapan di berbagai daerah di Indonesia bahwa anak gadis yang telah dewasa, tetapi belum berkeluarga, akan dipandang “aib” bagi keluarganya. Upaya orang tua untuk mengatasi hal tersebut ialah menikahkan anak gadis yang dimilikinya secepat mungkin sehingga mendorong terjadinya perkawinan usia muda.
b)        Pandangan dan kepercayaan
Pandangan dan kepercayaan yang salah pada masyarakat dapat pula mendorong terjadinya perkawinan di usia muda. Contoh pandangan yang salah dan dipercayai oleh masyarakat, yaitu anggapan bahwa kedewasaan seseorang dinilai dari status perkawinan, status janda lebih baik daripada perawan tua dan kejantanan seseorang dinilai dari seringnya melakukan perkawinan. Interpretasi yang salah terhadap ajaran agama juga dapat menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda, misalnya sebagian besar masyarakat juga pemuka agama menganggap bahwa akil baliq ialah ketika seorang anak mendapatkan haid pertama, berarti anak wanita tersebut dapat dinikahkan, padahal akil baliq sesungguhnya terjadi setelah seorang anak wanita melampaui masa remaja.
c)        Penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan
Sering ditemukan perkawinan usia muda karena beberapa pemuka masyarakat tertentu menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan yang dimilikinya, yaitu dengan mempergunakan kedudukannya untuk kawin lagi dan lebih memilih menikahi wanita yang masih muda, bukan dengan wanita yang telah berusia lanjut.
d)       Tingkat pendidikan masyarakat
Perkawinan usia muda dipengaruhi pula oleh tingkat pendidikan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat yang tingkat pendidikannya amat rendah cenderung mengawinkan anaknya dalam usia yang masih muda
e)        Tingkat ekonomi masyarakat
Masyarakat yang tingkat ekonominya kurang memuaskan, sering memilih perkawinan sebagai jalan keluar dalam mengatasi kesulitan ekonomi.
f)         Tingkat kesehatan penduduk
Jika suatu daerah memiliki tingkat kesehatan yang belum memuaskan dengan masih tingginya angka kematian, sering pula ditemukan perkawinan usia muda di daerah tersebut.
g)        Perubahan nilai
Akibat pengaruh modernisasi, terjadi perubahan nilai, yaitu semakin bebasnya hubungan antara pria dan wanita.
h)        Peraturan perundang-undangan
Peran peraturan perundang-undangan dalam perkawinan usia muda cukup besar. Jika peraturan perundang-undangan masih membenarkan perkawinan usia muda, akan terus ditemukan perkawinan usia muda.
Disamping itu, dampak kehamilan resiko tinggi pada usia muda antara lain:
a.    Keguguran 
Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak sengaja misalnya: karena terkejut, cemas, stress. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non-profesional sehingga dapat mengakibatkan efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan. 
b.    Persalinan premature
Berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.  Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang, dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun. Cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah, pemeriksaan kehamilan kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. Selain itu cacat bawaan juga disebabkan karena keturunan (genetik), proses pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat–obatan atau dengan loncat–loncat dan memijat perutnya sendiri. Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya kelahiran premature, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.  
c.    Mudah terjadi infeksi
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas. 
d.   Anemia Kehamilan / Kekurangan zat besi 
Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami anemia. Tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah janin dan plasenta. Lama- kelamaan seorang akan kehilangan sel darah merah akan menjadi anemis.  
e.    Keracunan kehamilan 
Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia. Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena berakibat kematian.   
f.     Kematian ibu yang tinggi  
Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena pendarahan dan infeksi. Selain itu angka kematian ibu karena gugur kandung juga cukup tinggi yang kebanyakan dilakukan oleh tenaga non-profesional.



BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masalah kesehatan ibu dan anak terkait dengan keadaan ekologi yang ada di sekitar. Ekologi dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan. Secara harfiah ekologi adalah pengkajian hubungan organisme-organisme atau  kelompok organisme terhadap lingkungannya .      
Ekologi Kesehatan adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia, lingkungan biologis, lingkungan fisik, lingkungan sosial di dalam suatu daerah dan waktu tertentu yang mempunyai pengaruh pada status kesehatan. Lingkungan atau ekologi sangat berpengaruh besar dalam status kesehatan manusia, lingkungan yang bersih sudah pasti ditempati oleh masyarakat yang sehat, sedangkan lingkungan yang tidak bersih atau kotor atau kumuh sudah pasti ditempati oleh masyarakat yang sering terserang penyakit. dari kebersihan bahkan bisa dikatan kumuh, banyak faktor dan berbagai hal yang menyebabkan itu terjadi, maka mereka yang hidup jauh dari kebersihan akan sangat banyak diserang penyakit.
Faktor yang mempengaruhi ekologi kesehatan ibu dan anak meliputi: (1) lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik, biologi, dan sosial, (2) sosial budaya, (3) sosial ekonomi, (4) produksi pangan, (5) konsumsi pangan, (6) pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta (7) penyakit infeksi.

B. SARAN
·      Meningkatkan jumlah dan kemampuan tenaga kesehatan di suatu wilayah
·      Meningkatkan peran serta kader kesehatan untuk memantau kesehatan ibu dan anak
·      Meningkatkan pelayanan kesehatan secara kualitas maupun kuantitas
·      Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan ibu dan anak melalui pendidikan kesehatan
·      Meningkatkan taraf hidup masyarakat



DAFTAR PUSTAKA

Achadi, L. Endang. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Edisi I. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Agustini, Dkk. 2013. Infeksi Menular Seksual Dan Kehamilan. Seminar Nasional FMIPA Undiksha III Tahun 2013.
Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Gramedia.
Asmarawati, Tina. 2010. Abortus Dan Permasalahannya Di Indonesia. Jurnal Pelita. Edisi VII Volume 2 Juli -Desember 2010
Azwar, A. 1999. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga. Jakarta : PT Binarupa Aksara
Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2002. Survey Kesehatan Nasional 2001. Laporan Studi Mortalitas 2001 : Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia.  Jakarta
Bata, Y. W. dkk. 2003. Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien Pengguna Askes Sosial Pada Pelayanan Rawat Inap Di RSUD Lakipadada Kabupaten Tana Toraja Tahun 2013. Makassar: FKM UNHAS
Connell. D. W., dan Miller. G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: UI Press, Jakarta
Cunningham, F G,dkk., 2005. Obstetri Williams Volume I. Jakarta : EGC
Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Foster, G. M., & Anderson,B. G. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Fuad, Ihsan. 2005. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Guthrie. 1995. Human Nutrition. St. Louise: Mosby.
Huda, L. N. 2007. Hubungan Status Reprodusi, Status Kesehatan, Akses Pelayanan Kesehatan dengan Komplikasi Obstetri di Banda Sakti, Lhokseumawe Tahun 2005. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 1, No.6.
ILAE. 1983. Epilepsia. Commission on Epidemiology and Prognosis. 34:592-8.
Jawetz dkk. 2001. Mikrobiologi Kedokteran, Buku I, Edisi I, Alih bahasa: Bagian Mikrobiologi, FKU Unair. Salemba Medika. Jakarta. Indonesia.
Jelliffe D.B., 1966. Assessment of the Nutritional Status of the Community. Geneva: WHO.
Juanita. 1998. Fungsi Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta : Andi Offset.
Kementerian Kesehatan Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
____________________________. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Kusmiran, E. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.
Kuswadji. 2002. Kandidiasis di dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Manuaba, Chandranita. 2008. Pengantar Kuliah Obstretri. Jakarta : EGC.
Manuaba, I. B. G. 2001. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta. EGC
Maulina C.H. 2010. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Pemeriksaan Kehamilan pada Ibu yang Memiliki Balita di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utra.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
____________. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company Ltd. Philadelphia.
Pohan, Imbalo. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan : Dasar-Dasar Pengertian Dan Penerapan. Jakarta: EGC.
Prambudi, R. 2013. Penyakit pada Neonatus dalam; Neonatologi Praktis. Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja.
Pudjiadi, Antonius, dkk. 2010.  Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI.
Puspita, I. R., dkk. 2007. Insidens dan Faktor Risiko Hipotermia Akibat Memandikan pada Bayi Baru Lahir Cukup Bulan. Sari Pediatri. Vol. 8, No. 4: 258 - 264
Pusponegoro, T. S. 2000. Sepsis pada Neonatus (Sepsis Neonatal). Sari Pediatri. Vol. 2, No. 2.
Rahardjani, K. B. 2008. Kadar Bilirubin Neonatus dengan dan Tanpa Defisiensi Glucose 6 Phosphate Dehydrogenase yang Mengalami atau Tidak Mengalami Infeksi. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 2
Ramali, L.M. dan S. Werdani. 2001. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dalam: Dermatofikosis Superficialis. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Jakarta.
­­­_______________. 1997. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Scrimshaw, Taylor, and Gordon. 2006. Malnutrition is a determining factor in diarrheal duration, but not incidence, among young children in a longitudinal study in rural Bangladesh. Am J of Clin Nutr. 2006; 39: 87-94
Sinsin, I. 2008. Seri Kesehatan Ibu dan Anak, Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT.Gramedia.
Soekidjo Notoadmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. Jakarta.
Suhardjo, 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: IPB.
Supardi, Imam. 2003. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Bandung : PT Alumni.
Suradi & Kristina (Ed). 2004. Manajemen Laktasi Cetakan ke 2. Jakarta: Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi Indonesia
UNICEF Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak. Diakses pada 9 Juni 2016. http//:www.unicef.or.id
UNICEF. 2008. Conventions on The Rights of The Child. Diakses pada 10 Juni 2016. http//:www.UNICEF.org.
WHO. 2011. Monitoring, Evaluation and Review of National Health Strategies. Geneva: WHO Library
Wijono, 2001 Manajemen Mutu Pelayanan kesehatan. Vol 1. Surabaya : Airlangga University Press.
Zein, Umar. dkk. 2006. 100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS Yang Perlu Anda Ketahui. Medan: USU Press.


Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 comments:

Post a Comment